-->

Apakah MBG Benar-benar Bergizi?


Oleh : Bunda Habibi

Dikutip detikSumbagsel, Selasa (6/5/2025), Jumlah siswa yang diduga keracunan usai menyantap makan bergizi gratis (MBG) di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumatera Selatan terus bertambah. Per hari ini siswa yang dirawat menjadi 174 anak.
"Kita hari ini sudah berada di PALI, dari informasi di RSUD Talang Ubi jumlah siswa yang diduga keracunan bertambah menjadi 174 orang," ujar Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Sumsel Dedy Irawan saat dikonfirmasi, 
Dia menyebut penambahan jumlah siswa yang keracunan itu terjadi tadi malam. Pihak keluarga mengantar para siswa yang mengalami gejala mual, muntah, dan pusing.

Dalam tiga bulan terakhir, dua peristiwa keracunan makanan massal terjadi di Sumatera Selatan seusai siswa menyantap menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Kasus tersebut menimbulkan kekhawatiran publik dan mendesak perlunya evaluasi menyeluruh tidak hanya pada prosedur penyajian makanan, tetapi juga menyangkut tenaga penyelenggara, koordinasi dengan pemerintah daerah, hingga cara komunikasi publik program ini.

Banyak kasus serupa terjadi di Indonesia seharusnya sudah cukup untuk menjadi peringatan serius bagi pemerintah pusat agar melakukan evaluasi total terhadap program MBG. 
Begitu juga untuk pengelola nya, bagaimana cara pengelolahan nya, apakah layak untuk dibagikan kepada anak-anak atau tidak, hal itu harus dipikirkan ulang.
Makanan yang disiapkan tidak hanya sesuai dana, tetapi harus sesuai juga nilai gizi nya, 
Agar makanan tersebut layak untuk diberikan kepada anak-anak 

Inilah kesalahan dari pemerintah saat ini, Jangan demi gengsi karena merupakan program unggulan saat pencapresan lantas "membiarkan" kasus berulang (terbukti tidak ada komentar atau empati dari presiden/wapres atas kasus yang berulang).
Sebagaimana program Makan Siang Gratis yang digadang-gadang mampu meningkatkan gizi dan nutrisi bagi generasi, jika tidak dibarengi dengan membatasi peredaran produk-produk makanan tidak sehat, maka sejatinya tidak akan mampu menuntaskan permasalahan kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak. Masyarakat akan tetap mengonsumsi apa pun yang beredar di tengah-tengah mereka. Apalagi anak SD, mereka tidak mengerti tentang konsep makanan yang tayib (baik).

Pembiaran atas kasus keracunan ini sangat berbahaya karena kesehatan anak-anak/generasi dipertaruhkan. Alih-alih sehat oleh makanan bergizi, justru sakit karena keracunan. Ini adalah indikasi program ini gagal. 

Kasus keracunan ini tentu membuat orang tua cemas. Harusnya negara sebagai junnah, menjaga kesehatan dan nyawa rakyatnya. Sebab, di sisi Allah, hilangnya 1 nyawa muslim hilang seisi bumi. Karena itu, negara sangatserius. Dalam Islam, sosok pemimpin itu adil, lapang dada ketika dikritik, tidak gengsi mengoreksi kebijakan

Terkait memenuhi kebutuhan gizi anak, sistem ekonomi Islam sangat komplit dan paripurna bisa menyelesaikan persoalan dan menyejahterakan.

Islam mengajarkan pentingnya berbagi rezeki sebagai bagian dari ibadah dan tanggung jawab sosial. Sejak Rasulullah masih tinggal berdakwah di Makkah, Islam sudah memberikan ajaran tentang pentingnya memberikan makan kepada fakir miskin. QS. Al-Maun ayat 1-3 menjelaskan:

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ . فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ
 الْيَتِيمَ . وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ

Artinya: “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”.

Sebagaimana kita ketahui, masa kehidupan Rasulullah SAW adalah masa yang penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan, kasih sayang, dan kepedulian sosial. Salah satu bentuk nyata dari nilai tersebut adalah upaya memberikan makanan bergizi secara gratis kepada mereka yang membutuhkan. Hal ini bukan hanya sebatas amal, tetapi juga cerminan ajaran Islam yang menempatkan kesejahteraan umat sebagai prioritas.
Wallahualam bissawab