-->

Akar Masalah Kemiskinan


Oleh: Hamnah B. Lin

Dilansir oleh Tempo, 4/05/2025 bahwa Data kemiskinan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia dan Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki perbedaan yang besar. Merujuk laporan Macro Poverty Outlook yang dirilis April 2025, Bank Dunia mencatat sebanyak 60,3 persen atau 171,8 juta jiwa masyarakat Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Sementara Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan Indonesia per September 2024 hanya sebesar 8,57 persen atau sekitar 24,06 juta jiwa.

Ekonom senior Bright Institute, Awalil Rizky, memberikan penilaiannya alasan dari perbedaan kedua data kemiskinan versi Bank Dunia dan BPS bisa begitu signifikan. Menurut Awalil, pendekatan BPS lebih bisa menggambarkan kondisi Indonesia, sedangkan ukuran Bank Dunia lebih berguna untuk melihat perbandingan antarnegara. “Tentu saja, ukuran BPS masih perlu diperbaiki dan kemungkinan memang (garis kemiskinan) perlu lebih tinggi dari saat ini,” kata Awalil dalam keterangan tertulis, Sabtu, 3 Mei 2025.

Adapun Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan data tersebut tidak bertentangan. “Perbedaan muncul disebabkan adanya perbedaan standar garis kemiskinan yang digunakan dan untuk tujuan yang berbeda,” kata Amalia dalam keterangan resmi, Jumat, 2 Mei 2025.

Apapun perbedaan yang menjadi standart dan tujuan dari hasil data kemiskinan tersebut, intinya kemiskinan masih tinggi, kemiskinan masih ada, ada misteri dibalik data kemiskinan itu. Namun jika kita melihat dengan mata kepala sendiri, makin banyak orang - orang yang kesulitan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, untuk makan saja sulit, dengan berbagai sebab yang mereka hadapi, mulai karena suami tersandung pinjol, karena tidak mendapatkan pekerjaan dan yang lainnya. Lalu apa yang menjadi sebab pasti kemiskinan terus meningkat utamanya di Indonesia?

Penerapan sistem kapitalisme adalah akar penyebab terjadinya kemiskinan. Sistem kapitalisme mengabaikan rasa keadilan bagi umat manusia sehingga akhirnya membuat kemiskinan makin merajalela. Selama sistem kapitalisme yang dipakai, kemiskinan akan tetap lestari. Orang yang kaya makin kaya dan yang miskin makin bertambah jumlahnya. Tidak heran jika banyak orang yang menghalalkan berbagai cara untuk bertahan hidup kendati harus dengan jalan keharaman.

Tidak hanya itu, ide sekularisme yang memisahkan agama dari urusan kehidupan yang diterapkan terbukti telah melahirkan banyak individu jahat. Sekularisme menjadikan orientasi hidup hanya sebatas materi. Penumpukan kekayaan pada segelintir orang ini menyebabkan roda ekonomi tidak berputar. Akibatnya, daya beli menurun, usaha lesu bahkan bangkrut, pengangguran bertambah, warga kesulitan mengakses pendidikan dan angka kemiskinan pun bertambah. Inilah lingkaran setan kemiskinan yang dihasilkan penerapan sistem kapitalisme. 

Oleh sebab itu, sesungguhnya kemiskinan yang terjadi hari ini adalah akibat diterapkannya sistem sekuler kapitalisme. Sistem ini menjadikan kehidupan serba sempit, kekayaan menumpuk di kalangan orang-orang kaya semata. Dalam sistem ini setiap individu diberikan kebebasan untuk berkepemilikan dan bertingkah laku. Individu diberi kebebasan untuk memiliki apa pun, termasuk menguasai sumber daya alam—yang notabene adalah milik umum. Dengan prinsip ini menjadikan orang yang memiliki modal saja yang mampu mengakses sumber daya alam negeri ini, sementara yang tidak bermodal harus terlempar dalam jurang kemiskinan.

Kondisi ini akan sangat jauh ketika Islam diterapkan, politik ekonomi Islam menjamin teralisasinya pemenuhan semua kebutuhan primer tiap individu secara menyeluruh dan makruf. Sistem ekonomi Islam memudahkan pemenuhan kebutuhan sekunder maupun tersier sesuai kadar kesanggupan masing-masing individu.

Islam menjamin kelancaran distribusi kekayaan dengan mekanisme yang khas. Islam mewajibkan tiap laki-laki dewasa untuk bekerja. Negara wajib menyediakan segala fasilitas yang dibutuhkan untuk pelaksanaan kewajiban ini, seperti membuka lapangan kerja seluas-luasnya, membangun skill dan keahlian, hingga memberikan modal usaha.

Bagi orang yang lemah, tidak mampu bekerja, dan memiliki keterbatasan (sakit, cacat fisik), negaralah yang bertanggung jawab untuk menanggung nafkahnya yang diambil dari kas baitulmal. Islam juga melarang penimbunan harta, agar kekayaan tidak beredar di kalangan orang kaya saja. Selain itu, ada kewajiban zakat maal atas orang kaya yang disalurkan kepada delapan golongan yang telah disebutkan Al-Qur’an.

pemimpin dan penguasa dalam Islam adalah pengatur urusan rakyatnya. Sebagai pelaksana syariat, mereka wajib memastikan seluruh rakyat terpenuhi kebutuhannya, bisa hidup makmur, aman, dan sejahtera. Rasulullah saw. telah bersabda, “Tidaklah seseorang diamanahi memimpin suatu kaum kemudian ia meninggal dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, maka diharamkan baginya surga.” (HR Bukhari dan Muslim).

Tak diragukan lagi, dengan penerapan syariat Islam maka kemiskinan akan mampu diminimalisir bahkan mungkin bisa hilang. Karena sejatinya miskin bukan terletak pada tak berpunyanya materi lebih, namun pada hati yang terus merasa kurang. Dengan Islam, keyakinan bahwa rizky adalah bagian ketetapan Allah, maka kita akan maksimal ikhtiar sesuai tuntunan Syariat Islam.
Allahu A'lam.