ADA APA DIBALIK POLEMIK PENURUNAN ONH DAN PENGELOLAAN URUSAN HAJI OLEH BPHK?
Oleh : A. Salsabila Sauma
Urusan peribadahan haji kembali menjadi sorotan karena pernyataan Presiden Probowo. Beliau menyatakan ingin ongkos naik haji kembali diturunkan setelah sebelumnya sudah mengalami penurunan sebanyak 4 juta rupiah. Presiden Prabowo masih belum puas karena merasa ongkos naik haji Indonesia dinilai masih mahal, bahkan lebih mahal dari negara tetangga, Malysia.
"Sekarang alhamdulillah kita bisa turunkan biaya haji Rp4 juta yang sudah dirasakan oleh jemaah tahun ini, 203 ribu, tapi saya minta dikurangi lagi. Saya belum puas, kita harus termurah yang bisa kita capai," ucapnya ketika meresmikan Terminal Khusus Haji dan Umrah di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Minggu (4/5). (CNNIndonesia).
BIAYA HAJI YANG DIKELUARKAN JAMAAH DAN LEMBAGA
Dikutip dari CNN Indonesia, biaya haji memang baru resmi turun di awal 2025. Ini menyusul kesepakatan pemerintah dan DPR RI terkait biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 1446 Hijriah atau 2025 Masehi rata-rata sebesar Rp89.410.258,79. Sedangkan rerata BPIH pada tahun lalu tembus Rp93.410.286,00. Dengan kata lain, ada penurunan biaya haji tahun ini sekitar Rp4.000.027,21 jika dibandingkan 2024.
Di lain sisi, jumlah yang ditanggung langsung jemaah alias biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) adalah Rp55.431.750,78 atau setara 62 persen. Sisanya disubsidi melalui nilai manfaat yang bersumber dari dana hasil kelolaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Nilai manfaat muncul berkat setoran awal jemaah haji yang akan berangkat ke Tanah Suci. BPKH kemudian bertugas mengelolanya, termasuk dengan melakukan investasi maupun penempatan pada instrumen keuangan syariah. Ini yang pada akhirnya menimbulkan perbedaan biaya haji, seakan-akan di Malaysia lebih murah, padahal nominal yang harus dikeluarkan jemaah haji di Negeri Jiran sejatinya lebih mahal dibandingkan Indonesia.
CARA PEMERINTAH MENGURANGI ONGKOS NAIK HAJI
Pengamat Haji dan Umrah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi, mengungkapkan yang membuat ongkos naik haji Malaysia lebih murah juga dikarenakan lama waktu menetap di tanah suci. Jamaah Malaysia hanya menetap selama 30-35 hari sedangakan jamaah Indonesia sampai 40 hari. (CNNIndonesia)
Dadi juga menjelaskan, masih banyak komponen yang dapat ditekan agar ongkos naik haji dapat diturunkan lagi. Mulai dari dikuranginya lama menetap, mencari hotel dan makanan yang lebih hemat, sampai ditekannya tiket maskapai yang dipakai. Namun Dadi menambahkan, semua itu tentu perlu pertimbangan yang matang agar hasil yang diterima tetap maksimal dan tidak merugikan jamaah selama pelayanannya.
Selain itu, Presiden Prabowo mengungkap telah melobi pemerintah Arab Saudi untuk membangun perkampungan Indonesia. Perkampungan itu untuk jamaah haji asal Indonesia. Presiden Prabowo menilai, dengan dibuatnya Kampung Indonesia di Arab Saudi, akan membantu memekan biaya akomodasi jamaah haji. Para jamaah haji tidak perlu lagi menyewa hotel mahal karena sudah ada Kampung Indonesia ini yang akan menjadi tempat mereka menginap. Cara ini dinilai lebih efesien untuk kembali menurunkan ongkos naik haji.
Namun lagi-lagi, pemerntah selalu melihat masalah hanya dari bagian cabangnya saja. Membuat perkampungan Indonesia berarti membuka investasi baru, yang mana akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Dengan kondisi ekonomi negara yang makin krisis, solusi ini dinilai kurang bijak. Sebab akan memunculkan masalah baru yang bisa jadi lebih kompleks dari ini.
Pemerintah harus berhenti untuk memikirkan solusi jangka pendek seperti ini. Akar masalah ongkos naik haji tinggi bukan serta merta karena kurangnya efesiensi akomodasi. Selalu ada akar masalah yang yang harus diuraikan dan diselesaikan daripada sekedar fokus hal yang sama ini.
ISLAM MEMANDANG HAJI
Mahalnya ONH adalah akibat dari pengaturan ibadah haji yang tidak professional. Pemindahan pengurusan dana haji dari Kementrian Agama ke BPKH juga menjadi bukti nyata kapitalisasi ibadah oleh negara pada rakyatnya atas nama pengelolaan dana umat. Kapitalisme mengubah fungsi negara yang seharusnya mengurus kebutuhan rakyat menjadi berbisnis dengan rakyat.
Tampak jelas sistem kapitalisme mengubah peran negara dari pelayan rakyat menjadi pelaku bisnis yang menjadikan ibadah sebagai komoditas. Negara yang seharusnya mengurus pelaksanaan ibadah umat justru mengambil keuntungan dari aktivitas spiritual rakyatnya. Pelayanan publik bukan lagi hak rakyat, tapi sebagai jasa yang bisa dijual dan dikelola demi keuntungan. Selama pendekatan kapitalistik ini tetap dipertahankan, berbagai strategi yang ditawarkan di atas, tak akan mampu menyentuh akar persoalan secara mendasar.
Berbeda apabila menerapkan sistem Islam dalam menjalankan sebuah negara. Dalam khilafah, ongkos naik haji tidak akan ditetapkan berdasarkan logika bisnis atau investasi seperti dalam sistem BPKH hari ini. Tidak akan ada pembebanan biaya yang tidak relevan apalagi dinaikan demi keuntungan penyelenggara. Negara akan menggunakan baitul mal (kas negara) untuk menutup kekurangan biaya bagi rakyat yang tidak mampu.
Dalam khilafah, seluruh wilayah kaum muslimin berada dalam satu negara. Jadi tidak ada pembagian negara-negara, juga tidak ada lagi pengaturan visa haji seperti dalam sistem negara sekarang. Pengelolaan haji dilakukan oleh khilafah dengan pengaturan jumlah jamaah dari tiap wilayah berdasarkan kebutuhan dan kemampuan tempat ibadah di Makkah dan Madinah. Tidak ada praktik politisasi kuota atau pembatasan administratif karena paspor negara seperti yang dilakukan negara-negara sekuler.
Negara akan memobilisasi sumber daya manusia dan anggaran dari Baitul Mal untuk memastikan setiap muslim bisa menunaikan ibadah haji sesuai ketentuan syariat tanpa terbebani secara finansial yang tidak wajar. Negara Islam melakukan semua itu bukan karena keinginan mendapat laba, namun atas kewajiban negara mengurus rakyatnya agak memudahkan dalam melaksanakan syariat Islam, terkhusus haji ini. Dana haji bukanlah aset portofolio, melainkan amanah syari yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab. Demikianlah apabila sistem Islam diterapkan dalam lingkup negara.
Wallahu’alam bi showab
Posting Komentar