Sekularisme Kapitalisme Menumbuhsuburkan Korupsi
Oleh : Linda Anisa, S.Pd
Tak henti – hentinya kasus korupsi kembali mewarnai keburukan dan kerakusan para petinggi negeri. Baru – baru ini kembali terkuak kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang berlangsung dari 2018 hingga 2023. Kasus ini melibatkan sejumlah petinggi Pertamina, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, serta beberapa pejabat lainnya. Menurut keterangan Kejaksaan Agung, PT Pertamina Patra Niaga diduga melakukan praktik pembelian Pertalite yang kemudian di-blend menjadi Pertamax.(Kompas.com).
Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menilai bahwa kasus korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) merupakan praktik lama yang kembali muncul dengan melibatkan pelaku baru. Sudirman mengidentifikasi tiga faktor yang menyebabkan celah korupsi di Pertamina. Pertama, sebagai pemegang pasar utama, Pertamina rentan terhadap tindakan korupsi. Kedua, transaksi dengan volume besar di Pertamina menciptakan margin yang signifikan. Ketiga, Sudirman berujar, faktor sikap pemerintah terhadap kasus korupsi ini. Ia yakin bahwa kerugian negara yang besar tidak mungkin dilakukan oleh satu pihak saja.
Tradisi Tikus Berdasi
Korupsi seolah sudah menjadi tradisi yang berakar dalam sistem pemerintahan dan kehidupan sosial. Kasus korupsi yang terjadi di Pertamina, misalnya, memperlihatkan bagaimana pejabat yang tidak amanah mengakali pengadaan barang untuk meraup keuntungan pribadi dari transaksi tersebut. Kejadian ini adalah gambaran jelas dari sistem yang memupuk perilaku curang dan tidak jujur.
Dalam sistem yang ada hari ini, setiap celah selalu ditemukan untuk memperoleh keuntungan, dengan cara yang sering kali merugikan negara dan rakyat. Korupsi menjadi hal yang semakin sulit diberantas karena adanya kebijakan yang memungkinkan penyalahgunaan kekuasaan.
Sistem sekuler yang diterapkan saat ini memberikan peluang besar bagi individu untuk bertindak semaunya demi kepentingan pribadi atau kelompok. Dalam sistem ini, aturan agama dipisahkan dari kehidupan, dan yang diprioritaskan adalah keuntungan duniawi semata.
Prinsip keuntungan pribadi yang lebih penting daripada kebenaran atau keadilan ini memfasilitasi orang untuk melakukan tindakan tidak etis, seperti korupsi, dengan menghalalkan segala cara. Dalam hal ini, sistem sekuler kapitalis tidak memiliki dasar moral yang kuat untuk mencegah perilaku buruk seperti korupsi.
Selain itu, sistem pendidikan sekuler yang diterapkan juga berkontribusi pada semakin merajalelanya korupsi. Pendidikan sekuler tidak mengajarkan nilai-nilai spiritual dan moral yang mendalam, sehingga banyak individu yang tumbuh menjadi pribadi yang kurang memiliki kesadaran akan tanggung jawab dan amanah. Sistem pendidikan ini gagal menghasilkan generasi yang bertakwa dan jujur, yang seharusnya menjadi benteng dalam menghadapi godaan duniawi dan keinginan untuk mengambil keuntungan secara tidak sah.
Hanya Islam Yang Dapat Menuntaskan Korupsi
Berbeda dengan sistem sekuler, dalam Islam, pendidikan bertujuan untuk menghasilkan generasi yang beriman dan bertakwa. Ketika seseorang menjadi pejabat dalam sistem Islam, amanah adalah prinsip utama yang harus dipegang teguh. Setiap pejabat akan memiliki kesadaran yang tinggi bahwa mereka tidak hanya akan mempertanggungjawabkan tindakannya kepada manusia, tetapi juga kepada Allah di hari kiamat. Kesadaran ini akan mencegah mereka untuk terlibat dalam tindakan-tindakan yang merugikan rakyat, seperti korupsi, karena mereka tahu bahwa perbuatan tersebut akan dihukum di akhirat.
Selain itu, prinsip 3 pilar dalam sistem Islam, yaitu akidah, syariat, dan khilafah, menjadi dasar kuat dalam menciptakan masyarakat yang taat pada syariat dan jauh dari maksiat. Dalam masyarakat yang mengamalkan prinsip ini, setiap individu akan memiliki kesadaran untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar—mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Negara, yang menerapkan sistem syariat Islam, akan memberlakukan sanksi yang tegas dan menjerakan terhadap tindakan korupsi. Sanksi yang keras ini bertujuan untuk memberi efek jera dan mencegah para pelaku kejahatan untuk mengulangi tindakannya.
Dalam sistem Islam, negara tidak hanya berfungsi sebagai regulator, tetapi juga sebagai pelindung yang memastikan setiap individu dalam masyarakat hidup sesuai dengan aturan yang adil dan bijaksana. Penerapan sistem sanksi yang jelas dan konsisten di bawah naungan Khilafah akan menuntaskan masalah korupsi dengan lebih efektif. Tidak ada lagi ruang bagi praktik korupsi, karena setiap pelaku akan mendapat hukuman yang sesuai dengan hukum syariat, yang menjamin keadilan bagi setiap pihak.
Khatimah
sekularisme kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan tidak hanya membuka peluang besar bagi korupsi, tetapi juga menumbuhsuburkannya. Korupsi menjadi semakin sulit diberantas karena adanya sistem yang tidak mengedepankan nilai-nilai moral dan agama. Sebaliknya, dalam sistem Islam, penerapan pendidikan yang mendidik individu bertakwa, serta penerapan hukum syariat yang tegas, dapat memberantas korupsi dengan tuntas dan menciptakan masyarakat yang bersih dari kemaksiatan.
Wallahu a’lam bi-ashsawab.
Posting Komentar