-->

Subsidi Program Makan Bergizi Gratis Turun, Benarkah Bergizi?

Oleh : Mutia Syarif 
Blitar, Jawa Timur 

Pemerintah akan mengalokasikan Rp 71 triliun pada tahun depan untuk melaksanakan program makan bergizi gratis (MBG) untuk anak-anak dan ibu hamil. Anggaran sebesar ini untuk penyediaan makanan per porsi Rp 10 ribu untuk anak/ibu hamil per hari. (republika.com, 30 Nov 2024)
Prabowo mengatakan awalnya pemerintah menaksir porsi per anak Rp15 ribu. Namun, ia mengatakan penyesuaian dilakukan setelah melihat anggaran.

"Program makan bergizi ini nanti rata-rata minimumnya kita ingin memberi indeks per anak, per ibu hamil, itu Rp10 ribu rupiah per hari," kata Prabowo dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (29/11). (cnnindonesia.com, jumat 29/11/24)

Dengan anggaran seminim itu, yakni sebesar Rp 10 ribu, akankah makanan yang disajikan benar-benar bergizi? Karena ditengah kenaikan harga bahan makanan, tentu target perbaikan gizi akan semakin tidak realistis. Pemerintah memutuskan untuk menurunkan subsidi program MBG karena alasan keterbatasan dana. Hal ini membuat rakyat bertanya-tanya, sampai sejauh mana keseriusan pemerintah dalam memberikan solusi perbaikan gizi generasi.

Pejabat dalam demokrasi kapitalisme membuat kebijakan dengan mengeklaim untuk kesejahteraan rakyat. Padahal sebenarnya yang mereka lakukan adalah memberikan banyak peluang usaha kepada para korporasi dan oligarki. Pengadaan makan siang gratis sudah tentu menggandeng pihak swasta untuk mengelolanya. Dan tentu saja hal ini menjadi lahan bisnis kaum kapitalisme yang prioritasnya adalah manfaat dan keuntungan, bukan pelayanan kepada rakyat. Demikianlah khas negara demokrasi kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, negara berlepas tangan dalam mengurus rakyatnya. Negara hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator, yakni pembuat aturan bagi agenda korporat sebagai operator penguasa dan pebisnis hajat hidup umat. Negara hanya mencukupkan dengan mengurus seadanya kaum miskin.

Bahkan jikka kita teliti, sebenarnya banyak proyek pemerintah yang malah kurang membawa manfaat bagi rakyat, dan tentunya memakan biaya yang amat besar. Dan lagi, kekayaan SDA yang belum dapat dirasakan oleh keseluruhan rakyat secara merata. Tentunya miris, rakyat negeri ini, bagai ayam mati dilumbung padi. Seharusnya kekayaan SDA dapat menjadi sumber pemasukan negara yang dapat menyejahterakan rakyat. Namun, rakyat negeri ini kebanyakan memiliki upah sangat rendah, dan itu merupakan kondisi umum yang tergambar dari standar UMR yang ditetapkan pemerintah.

Dalam Islam, pemimpin adalah ra’in (pengurus rakyat). Tak hanya pada generasi penerus apalagi siswa sekolah dan ibu hamil saja, tetapi pemerintah dalam sistem Islam bertanggung jawab untuk menjamin kebutuhan hidup rakyat. Dan tanggung jawab tersebut adalah tugas wajib yang diberikan oleh Allah kepadanya.

Kesejahteraan rakyat merupakan keniscayaan, jika sistem yang digunakan adalah sistem buatan Allah sang Khaliq. Sistem Islam memiliki pengaturan sempurna dalam kehidupan. Salah satunya adalah bagaimana islam mengatur tentang pengelolaan SDA. Pengelolaan SDA wajib dilaksanakan oleh negara, dan hasilnya wajib dikembalikan kepada rakyat berupa sarana dan fasilitas yang dapat membuat rakyat sejahtera. Misalnya, dalam bentuk pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis. Hal itu merupakan hal yang sangat mungkin terwujud, mengingat betapa kaya nya negeri ini. Hanya saja, tata kelola harus benar sesuai dengan syariat Islam.

Ketika hal tersebut dapat diwujudkan, maka bukan hanya generasi penerus dan ibu hamil saja yang dapat menikmati fasilitasnya. Semua orang baik kaya maupun miskin, tua dan muda, bahkan muslim dan non muslim pun akan turut menikmati kesejahteraan. Maka tunggu apalagi, segera wujudkan syariat Islam. Allah Swt berfirman:

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf ayat 96)

Wallahu'alam