Negara Wajib Menjamin Kesehatan Mental Rakyat
Oleh : Alin Aldini, S.S., Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok
Peranan negara dalam menjaga dan menjamin kesejahteraan ternyata berdampak besar kepada kesehatan mental rakyat, terutama mahasiswa sebagai generasi muda penerus bangsa. Lain halnya dengan peran perguruan tinggi atau instansi yang melakukan program-program kerja sekalipun keberadaan dan kinerjanya patut diapresiasi dalam membangun kesehatan mental yang tengah menjadi isu hangat saat ini yang seharusnya menjadi tugas pemerintah.
Sebagaimana yang dilakukan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI) UI yang berasal dari alumni Fakultas Psikologi berkolaborasi dengan Klinik Satelit Makara UI meluncurkan Program Konseling 100 Psikolog. Tujuannya untuk UI lebih sehat mental sebagai upaya mendukung kesehatan mental mahasiswa. Inisiatif ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan Mental Health Summit 2024 dan didorong oleh meningkatnya kebutuhan layanan konseling di kalangan mahasiswa UI.
Pasalnya, menurut Ketua Iluni Psikologi UI, Isdar Andre Marwan, S.Psi, Psikolog, kesehatan mental merupakan fondasi penting bagi mahasiswa untuk menghadapi tantangan akademik dan kehidupan (TribunnewsDepok.com, 11/12/2024).
Apalagi, menurut data WHO terhadap remaja 15-29 tahun, bunuh diri merupakan penyebab kematian kedua terbesar setelah kecelakaan (Kumparan, Januari 2020). Bahkan, menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), 80% kasus bunuh diri pemuda dan faktor terbesarnya adalah putus cinta, disusul faktor ekonomi, keluarga, dan lingkungan sekolah.
Dikutip dari laman muslimahnews.net (05/11/2024), kesehatan mental dalam Ilmu psikologi dimaknai sebagai kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tenteram dan tenang sehingga memungkinkan untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar. Maka, seseorang yang bermental sehat dapat menggunakan potensi dirinya secara maksimal dalam menghadapi tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif dengan orang lain. Sebaliknya, orang yang kesehatan mentalnya terganggu akan mengalami gangguan suasana hati, kemampuan berpikir, serta kendali emosi yang pada akhirnya bisa mengarah pada perilaku buruk.
Penyakit mental dapat menyebabkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya dapat merusak interaksi atau hubungan dengan orang lain, tapi juga dapat menurunkan prestasi di sekolah dan produktivitas kerja. Terdapat beberapa jenis masalah kesehatan mental dan tiga jenis kondisi yang paling umum terjadi, yaitu stres, kecemasan, dan depresi.
Penyebab masalah kesehatan mental sangat kompleks, ada faktor internal, seperti genetik, cedera kepala yang cukup parah, hingga gangguan pada otak, pengaruh hormon, dan lain-lain. Dan faktor eksternal bisa dari keluarga seperti pola asuh dan ‘luka pengasuhan’.
Seperti yang dikutip Kompas, (21/11/2023), pakar Psikologi Unair Dr. Nur Ainy Fardana, mengungkapkan, ada lima faktor yang membuat mahasiswa bunuh diri, yakni masalah kesehatan mental, tekanan dan tuntutan tinggi dalam lingkup akademik dan keluarga, perasaan kesepian karena tidak adanya dukungan sosial, masalah finansial yang serius, dan perasaan traumatis atau mengalami pelecehan.
Banyaknya angka bunuh diri baik itu di luar lingkungan yang tak pernah kita jamah hingga lingkungan terdekat kita, bahkan generasi harapan bangsa bak cerita 'horor' yang membuat buluk kuduk merinding, meninggalkan kisah kengerian bagi siapa saja yang mendengar, terlebih jika itu terjadi pada keluarga atau saudara sendiri. Lalu siapa yang seharusnya bertanggungjawab atas mental yang sehat saat ini? Apakah cukup hanya instansi perguruan tinggi dengan instansi kesehatan (bahkan milik swasta)?
Islam akan mengatur mulai dari sistem politik yang akan meregulasi (aturan dan tujuan) pendidikan bukan hanya sekadar mencari materi, tapi semata mengharap ridha Allah SWT, menjadi manusia bertakwa, dan bermanfaat bagi umat atau masyarakat. Negara juga punya kewajiban memberikan pendidikan gratis baik dari hulu hingga ke hilir, jadi tidak ada lagi kasus mahasiswa atau pelajar bunuh diri akibat pinjol atau depresi karena biaya pendidikan yang mahal.
Suasana keimanan pada Allah SWT yang dibangun di tengah masyarakat pun akan jauh dari lingkungan yang apatis dan individualis (hanya mementingkan diri sendiri), sebaliknya amar makruf nahi mungkar akan terjalin bahkan ta'awun (saling tolong-menolong) dalam kebaikan akan terbentuk, tentu tidak akan pernah ada lagi berita 'ditemukan mayat yang sudah seminggu akibat bunuh diri'.
Islam pernah menyumbang tinta emas sejarah dalam Dinasti Abbasiyah. Dalam sejarah peradaban Islam, kesehatan mental menjadi perhatian negara. Banyak ilmuwan Muslim era Abbasiyah mengkaji persoalan ini. Bahkan, untuk menangani masalah Kesehatan mental, Dinasti Abbasiyah mendirikan rumah sakit yang dilengkapi bangsal kejiwaan pada 705 M. Salah satunya mendirikan rumah sakit dan bangsal khusus bagi penyakit jiwa di Baghdad (muslimahnews.net, 05/11/2024).
Rangkaian isu kesehatan mental hingga bunuh diri seharusnya membuat mata hati pemerintah terbuka untuk menggagas program kerja yang bukan hanya memberikan kesehatan gratis, tapi juga penerapan sistem ekonomi dan politik berbasis agama, tidak lain adalah Islam. Karena agama mana lagi yang membahas sekelumit aturan mulai dari bangun tidur hingga bangun negara, mulai dari kaki hingga kepala selain aturan Islam? Jika Islam mengatur segala aspek kehidupan, mengapa mencari yang lain?
Oleh sebab itu, kembali pada Islam secara utuh adalah solusi. Sebab hanya dengan Islam, kesehatan mental rakyat akan terpenuhi karena negara turun langsung mengurai masalahnya, tidak menjadi beban instansi apalagi individu semata. Karena peran negara lebih efektif dan efisien dalam menanggulangi isu kesehatan mental ini.[]
Posting Komentar