Mewujudkan Kepemimpinan Islam
Oleh: Hamnah B. Lin
Mencermati persoalan kepemimpinan di negeri ini, pengamat kebijakan publik Dr. Rini Syafri menegaskan, kepemimpinan Islam merupakan satu-satunya model kepemimpinan yang serasi dengan fitrah manusia. Tidak sebagaimana kepemimpinan demokrasi kapitalisme yang saat ini dipraktekkan oleh penguasa.
Ada dua gaya kepemimpinan. Yakni kepemimpinan populis yang merujuk kepada gaya kepemimpinan yang menonjolkan prinsip-prinsip atau norma-norma bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat (demokratis), bukan kelompok elite. Namun, jika ditelisik, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya justru mengakomodasi kepentingan kaum elite, terutama kalangan pemilik modal yang jumlahnya sedikit.
Lantas, demi memunculkan kepatuhan terhadap prinsip atau norma yang sedang ditegakkan dan demi membangun kesetiaan kepada kepemimpinan tersebut, diterapkanlah nilai-nilai otoriter dengan segala bentuk dan variasinya. Bisa dengan mengedepankan pencitraan, menutup celah perbedaan dengan upaya penyingkiran dan penekanan, atau malah dengan merangkul semua kepentingan.
Efek dari kombinasi dua gaya ini, yakni populis dan otoriter, adalah hilangnya sistem pengawasan dan keseimbangan (check and balances). Penguasa dengan mudah mengeklaim bekerja demi kepentingan “rakyat” sehingga mereka dianggap pahlawan oleh sebagian rakyat. Padahal sejatinya, mereka sedang melegitimasi kepentingan segelintir elite dengan kekerasan yang dibungkus kebijakan-kebijakan populis.
Di Indonesia dalam setiap kontestasi kepemimpinan, para calon pemimpin berusaha menarik perhatian masyarakat dengan memilih narasi yang dipandang menjadi keresahan rakyat. Lalu mereka berupaya mencitrakan dirinya seolah-olah merepresentasi kepentingan/harapan rakyat, serta siap melakukan perubahan sebagaimana yang diinginkan rakyat.
Tidak heran jika fenomena blusukan, penampilan religius, tawaran program-program populis dan pidato-pidato bombastis selalu mewarnai setiap pemilihan kepemimpinan. Para kontestan berupaya memoles diri mereka demi meraih simpati rakyat. Mereka didukung oleh sebuah tim yang siap memenangkan pertarungan, termasuk para buzzer dan tim propaganda.
Namun ketika mereka berhasil memegang kursi kepemimpinan, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya pun cenderung pragmatis dan tidak mengarah pada solusi-solusi yang mengakar. Mereka tidak peduli dengan efek jangka panjang kebijakan-kebijakannya, yang terpenting mereka mendapat dukungan dari rakyat yang terbodohkan, setidaknya dalam lima tahun periode kepemimpinan.
Sungguh kepemimpinan seperti ini membawa bahaya, karena dalam kepemimpinannya tidak dikenal prinsip halal-haram. Peran agama disingkirkan dari kehidupan. Apa pun bisa dilakukan demi meraih kekuasaan, termasuk dengan menipu, berbohong, berkhianat, dan sejenisnya. Alih-alih menjadi alat untuk mengurus dan melayani rakyat, kekuasaan/kepemimpinan dalam sistem ini justru menjadi buruan karena menjadi alat meraih keuntungan. Tidak sedikit para pemilik modal yang siap menghamburkan uang demi meraih kekuasaan atau menyokong salah seorang kandidat saat pemilihan sebagaimana meja perjudian. Tidak heran jika kekuasaan yang diraih pun menjadi ajang bancakan bagi para pemilik modal.
Yang akhirnya rakyat menjadi korban. Suara mereka hanya didengar tatkala pemilihan pemimpin. Namun akan dibiarkan bahkan dibungkam saat mereka berkuasa. Kalau sudah seperti ini, kepada siapa kita berharap dan mengadu. Hidup makin susah, hidup makin jauh dari berkah, bahkan hidup makin jauh dari taat.
Hanya satu solusi yang mampu menggantikan kepemimpinan yang dzalim hari ini, yakni kepemimpinan Islam. Ada beberapa keistimewaan kepemimpinan Islam yang khos.
Pertama, sebagaimana sifat risalah Islam yang diperuntukan untuk seluruh bani insan, termasuk Gen Z, dan berlaku sepanjang zaman, maka kepemimpinan Islam dirancang Allah Taala untuk mampu menjawab berbagai tantangan abad-21. Mulai dari persoalan dehumanisasi oleh buruknya pemenuhan butuhan fisik dan nonfisik akibat penerapan kapitalisme yang menjadikan manusia sebatas mesin penggerak industrialisasi, bahkan, hajat hidupnya dijadikan objek diindustrialisasi demi kepentingan materi dan ekonomi penguasa dan kroninya, hingga persoalan krisis lingkungan dan iklim global. Semua itu, merupakan buah busuk kepemimpinan sekularisme ketika kehadirannya didedikasikan bagi keberadaan peradaban kapitalisme yang rusak dan merusak.
Kedua, Islam mengharuskan individu penguasa—sebagai pelaksana kepemimpinan Islam—memiliki sifat taqwa dan kepribadian Islam yang kuat. Karena dalam konteksnya sebagai pemimpin, maka di pundaknya terdapat tanggung jawab penuh untuk mewujudkan kemaslahatan setiap individu publik dan eksistensi Islam. Oleh karenanya, pemimpin mestinya memiliki kemampuan mengindera dengan kuat sekaligus menyolusi persoalan umat secara cepat, tepat, dan bijaksana. Islam juga mengharuskan individu pelaksana kepemimpinan Islam tersebut memiliki sifat lemah lembut dan kasih sayang kepada rakyatnya.
Ketiga, Islam menetapkan hubungan kepemimpinan Islam dengan rakyatnya. Yakni pelaksanaan kepemimpinan Islam haruslah melingkupi hubungannya dengan nasihat, memiliki kepedulian dan empati yang tinggi, serta berhati-hati agar tidak menyentuh harta rakyat sehingga tidak menetapkan bebagai pungutan dan pajak ala kapitalisme.
Selanjutnya kepemimpinan Islam juga mengharuskan semua kebijakan negara, baik politik dalam negeri maupun politik luar negeri, harus bersumber dari Islam saja, berupa penerapan sistem kehidupan Islam.
Untuk politik ekonomi Islam bersamaan dengan sistem ekonomi Islam, kemudian politik kekuasaan Islam berikut sistem politik Islamnya. Maka meniscayakan negara memiliki kemampuan finansial yang memadai bagi pembiayaan fungsi-fungsi politiknya serta mampu memberikan pelayanan dan perlindungan. Misalnya, berbagai program kerja bagi terwujudnya tujuan keberadaan masyarakat Islam. Mulai dari tujuan penjagaan jiwa, akal, harta, keturunan, dan agama hingga penjagaan kehormatan dan keberadaan negara.
Walhasil, rakyat akan mudah mengakses berbagai hajat hidup mereka, seperti pangan, sanitasi dan air bersih, serta perumahan dan pemukiman, hingga lapangan pekerjaan.
Keistimewaan ini akan kita rasakan tatkala sistem yang kita terapkan adalah sistem pemerintahan Islam yakni khilafah. Kepemimpinan yang akan melepaskan kita dari jerat kesengsaraan, kemiskinan dan kemaksiatan. Maka mari bersama berupaya mewujudkan sistem Islam ini dengan terus memahamkan kepada yang lain. Semoga segera tegak karena umat telah sadar.
Allahu a'lam.
Posting Komentar