Hari Anak Sedunia Hanya Seremonial di Tengah Derita Anak Palestina
Oleh : Isna Anafiah
Beberapa waktu lalu, tagar dan beragam ucapan menarik dalam rangka memperingati "Hari Anak Sedunia" menghiasi berbagai flatform media sosial. Tema yang di angkat UNICEF "Listen to the Future (dengarkan masa depan anak)".
Hari Anak Sedunia pertama kali ditetapkan pada tahun 1954 sebagai Hari Anak Universal oleh (PBB), untuk meningkatkan kesadaran global terkait kondisi buruk yang di alami anak-anak setelah Perang Dunia ke II. Majelis umum PBB membuat Resolusi Nomor 836 (XII) agar setiap negara anggota PBB merayakan Hari Anak Sedunia di negaranya masing-masing setiap tanggal 20 November. Pada Tahun 1959, Majelis umum PBB membuat Deklarasi Hak-hak Anak. Tujuan dari peringatan Hari Anak Sedunia untuk merayakan kebersamaan internasional, kesadaran anak-anak dan meningkatkan kesejahteraan anak-anak (kompas.tv 20/11/2024)
Namun, ditengah kemeriahan peringatan Hari Anak Sedunia, ada suara-suara yang terabaikan, jauh dari hingar-bingar perayaan. Mereka adalah anak-anak Palestian. Sejak 7 oktober 2023, ribuan nyawa anak-anak di Palestina melayang akibat perang dan genosida yang dilakukan zi*nis. Kehidupan mereka di renggut tanpa ampun, dunia seakan menutup mata. Mereka sebagai generasi penerus tidak mendapatkan kedamaian dan kesempatan untuk di dengarkan masa depannya seperti tema Hari Anak Sedunia 2024 "Listen to the Future" situasi ini menggambarkan Hari Anak Sedunia tak lebih dari sebuah penghianatan, anak-anak yang ada di Palestina tidak mendapatkan perlindungan dan hak hidup. Pada hal orang tua di seluruh dunia merayakan Hari Anak Sedunia (World Children Day) dengan suka cita namun tidak dengan anak-anak di Palestina.
Mereka sampai detik ini, tidak bisa mendapatkan hak pendidikan, kesehatan, tempat tinggal dan sebagainya. Bahkan hak hidup mereka pun di rampas, keberutalan zi*nis yahudi telah merenggut kebahagiaan anak-anak Palestina, korban terus berjatuhan akibat genosida.Fasilitas kesehatan di hancurkan, termasuk tim medisnya pun di bunuh, hingga mereka mengalami kelaparan massal, karena kiriman bantuan diblokade. Akibatnya mereka pun tidak bisa mendapatkan air bersih, makanan, dan obatan- obatan.Tidak ada perlindungan khusus yang di dapatkan, dunia bungkam dengan seribu bahasa.
Mirisnya, peringatan tersebut di adakan setiap tahun, namun hanya sekedar seremonial saja. Kesejahteraan anak masih sulit terwujud, kemiskinan masih menjadi hambatan utama, sehingga sulit untuk mendapatkan pendidikan, kesehatan, air bersih, sanitasi dan listrik. Selain itu anak-anak masih sulit mendapatkan keamanan akibat konflik seperti yang terjadi di Palestina, serta anak-anak juga masih menghadapi kekerasan, eksploitasi, apa lagi di era 4.0 anak-anak kerap di eksploitasi secara online, selama sistem sekuler kapitalisme masih diterapkan, keamanan dan kesejahteraan anak-anak di seluruh dunia tidak akan pernah terwujud. Sebab sistem sekuler kapitalisme yang mencengkram dunia telah menciptakan kemiskinan secara sistemis, sistem yang sudah usang ini harus di tinggalkan.Sebab tidak mampu mampu mewujudkan kesejahteraan anak dan membentuk generasi cerdas serta bertaqwa.Problem sistemis ini, membutuhkan solusi yang sistemis dan fundamental.
Mustahil kesejahteraan, keamanan, dan hak-hak anak terwujud serta kemiskinan global bisa teratasi jika dunia ini masih di kendalikan oleh sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ekonomi kapitalisme telah menciptakan kesenjangan sosial yang luar biasa antara yang kaya dan yang miskin. Negara-negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis sangat rakus dan hanya fokus pada keuntungan semata, tidak memperdulikan nasib rakyat. Tak sedikit negara maju yang berinvestasi di negara-negara berkembang dengan cara mengeksploitasi SDAnya, seperti hutan, tambang mineral dan batu bara di miliki segelintir orang. Kekayaan negara dan kepemilikan publik diprivatisasi secara legal dan kepemilikan negara juga turut dikapitalisasi oleh oligarki.
Sehingga rakyat pun harus memenuhi kebutuhannya dengan harga yang mahal. Liberalisasi telah membuat harga-harga pangan meroket tajam seperti kebutuhan listrik, gas, air, pangan nabati dan hewani, pangan nabati seperti beras, minyak dan lain-lain, pangan hewani seperti daging, telur dan lain-lain, kesehatan dan pendidikan mahal. Bahkan penghiatan terhadap anak-anak Palestina begitu nyata, mereka tidak mampu merasakan kebahagiaan seperti anak-anak di negara lain. Nasionalisme telah menjadi dinding penghalang pemimpin negeri-negeri muslim untuk bergerak menyelesaikan masalah Palestina dengan jihad.
Nasionalisme telah mematikan rasa persaudaraan, Nasionalisme pun telah membutakan mata para pemimpin negeri-negeri muslim. Mereka mengabaikan nasib anak-anak saudara seakidahnya. Masalah Palestina hanya di pandang sebagai masalah kemanusiaan semata, para pemimpin negeri muslim memandang bahwa masalah Palestina bukanlah masalah mereka. Pada hal merek diikat oleh persaudaraan seiman dan seakidah, bahkan Rasulullah Saw telah mengibaratkan persaudaraan orang mukmin seperti satu tubuh, Rasulullah Saw bersabda,
"Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang dan saling mencintai adalah seperti satu tubuh. Apabila anggota badannya merasa kesakitan, seluruh anggota tubuh yang lain turut merasakan sakit. " (HR.Bukhari dan Muslim)
Dalam kumpulan hadits Arba'in yang ke-13 karya Imam nawawi tertulis,
"Dari Abu Hamzah (yaitu) Anas bin Malik r.a pelayanan Rasulullah Saw, dari Nabi Saw, beliau bersabda, tidaklah beriman di antara kalian sehingga ia mencintai saudara-nya seperti ia mencintai dirinya sendiri".(HR.Bukhari dan Muslim).
Kedua hadits tersebut harusnya cukup memberikan "sentuhan" bahwa seorang muslim dengan muslim lain bersaudara. Sehingga tidak waras jika seorang pemimpin muslim tidak peduli dan empati kepada anak-anak Palestina. Sebagai saudara seiman dan seakidah, harus peduli dengan nasib saudara muslim di berbagai belahan dunia termasuk bumi Palestina. Penghianatan kepada anak-anak Palestina merupakan buah dari sistem sekuler-kapitalis.
Pemenuhan hak-hak anak dan kesejahteraannya, hanya akan benar-benar terwujud jika aturan hidup manusia menggunakan syariat Islam secara sempurna yang di terapkan dalam level negara. Islam memandang anak merupakan generasi penerus di masa depan, sehingga hak-hak dan kesejahteraannya harus di penuhi. Islam telah menuntut untuk memenuhi hak-hak anak dan kesejahteraannya dengan mewajibkan pemimpin negara menjalankan fungsinya sebagai raa'in (pengurus rakyat) dan junnah sebagai pelindung umat Rasulullah Saw bersabda,
"Imam (Khalifah) raa'in (pengurus rakyat) dan dia bertanggungjawab terhadap rakyatnya (HR. Ahmad dan Bukhari)
Dalam hadits lain Rasulullah menjelaskan bahwa pemimpin negara adalah "Junnah" (perisai)
"Imam adalah perisai orang-orang yang berperang dibelakangnya dan berlindung kepadanya."(HR. Muslim)
Berdasarkan kedua fungsi tersebut maka Islam telah menentukan mekanisme negara dalam menjalankan fungsinya untuk melayani urusan rakyat termasuk masalah anak-anak. Islam mewajibkan negara memenuhi kebutuhan anak dan kesejahteraannya secara hakiki. Seperti hak nafkah,keamanan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Negara memenuhi hak-hak tersebut dengan mengembalikan fungsi keluarga, lingkungan masyarakat dan negara. Ketiga fungsi tersebut dapat berjalan dengan baik jika syariat Islam diterapkan secara sempurna dalam level negara. Sebab di dalam Islam negara merupakan wakil rakyat untuk menjalankan syariat Islam secara sempurna.
Islam menjamin kesejahteraan dan keselamatan anak, melalui sistem penerapan syariat Islam secara kafah. Islam mewajibkan negara mengelola kekayaan alam yang telah Allah tetapkan sebagai kepemilikan umum seperti halnya barang tambang, sungai, hutan dan lian-lain yang merupakan kepemilikan publik. Hasil pengelolaannya pun akan dikembalikan kepada rakyat berupa pendidikan, kesehatan gratis dan lain-lain. Islam tidak akan menyerah SDA kepada segelintir sorang. Hanya syariat Islam yang diterapkan secara sempurna dalam level negara yang dapat melindungi hak-hak anak dan kesejahteraannya.
Bahkan syariat Islam yang diterapkan dalam level negara, akan menghilang skat Nasiaonalisme di antara negeri-negeri muslim dan Islam pun akan menjadi negara super power yang akan mengembalikan kesejahteraan dunia, Islam menjamin itu semua. Tanpa syariat Islam diterapkan secara sempurna dalam level negara hak-hak anak akan terdiskriminasi, sedangkan Islam akan menegakkan keadilan Dan menjamin kesejahteraan dunia. Untuk mewujudkan semua hak anak-anak yang dibutuhkan tanpa harus memperingati Hari Anak Sedunia setiap tanggal 20 November.
Wallahualam bissawab
Posting Komentar