Hanya Islam yang Serius Mengentaskan Kemiskinan
Oleh : Ledy Ummu Zaid
Kita pasti tidak asing dengan pepatah “Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin”. Inilah gambaran kehidupan di sekitar kita hari ini. Jika kita mau membuka mata lebar-lebar, kita pasti menemukan banyak fakta kemiskinan di negeri ini. Tidak perlu menonton berita terlebih dahulu. Dengan melihat jalanan ibukota saja, kita sudah dapat menemukan jawabannya. Ada banyak anak yang putus sekolah, pengemis lalu lalang meminta ke sana kemari, permukiman kumuh yang menyesakkan dada, hingga angka kriminalitas yang tinggi diakibatkan faktor ekonomi. Sampai saat ini, pemerintah masih terus berupaya mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
Solusi Pengentasan Kemiskinan Masih Menjadi Wacana
Dilansir dari laman tirto.id (22-11-2024), Pelaksana Tugas Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar membeberkan sejumlah fakta. Khususnya, yang menjadi penyumbang kemiskinan terbesar di Indonesia adalah sektor pertanian. Menurut data BPS, dari total penduduk miskin, ada sebanyak 47,94 persen yang termasuk penduduk miskin ekstrem. Dalam hal ini, mereka bekerja di sektor pertanian. Sedangkan, dari total persentase tersebut, 24,49 persen adalah pekerja keluarga atau tidak dibayar. Kemudian, 22,53 persen lainnya adalah petani dengan dibantu buruh tidak tetap atau tidak dibayar.
Adapun Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Budiman Sudjatmiko menyampaikan bahwasannya penduduk miskin dan miskin ekstrem yang belum terdata dalam survei atau sensus penduduk masih banyak. Hal ini dikarenakan kebanyakan dari mereka hidup berpindah-pindah dan tidak jelas tempat tinggalnya, sehingga sulit didata.
Sejalan dengan itu, Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto menyatakan perhatiannya pada pengentasan kemiskinan dan kelaparan. Seperti yang dilansir dari laman presidenri.go.id (19-11-2024), dalam acara Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang berlangsung di Brazil (18-11-2024), Presiden Prabowo mengatakan pemerintah telah menempatkan penanggulangan kelaparan dan kemiskinan sebagai prioritas nasional. Dalam hal ini, pemerintah Indonesia akan mengalokasikan anggaran besar untuk pendidikan.
Presiden RI yang baru saja dilantik tersebut menyampaikan harapannya pada sistem pendidikan yang akan mampu membawa rakyat miskin keluar dari lingkaran kemiskinan. Terlebih, program makan bergizi gratis (MBG) untuk anak-anak juga digadang-gadang dapat memberi manfaat pendidikan kepada generasi muda. Presiden Prabowo juga menyampaikan strategi lainnya, yaitu terkait rencana konkret untuk mencapai ketahanan pangan dan energi di Indonesia. Beliau optimis pemerintah dapat mengatasi masalah kelaparan dalam tiga tahun ke depan.
Baru-baru ini, dilansir dari laman rri.co.id (02-12-2024), Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhaimin Iskandar dalam rapat kerja bersama Banggar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI (02-12-2024) mengusulkan anggaran sebesar Rp793 miliar. Adapun anggaran tersebut akan difokuskan pada program percepatan pengentasan kemiskinan dan pembangunan masyarakat desa.
Ringkasnya, program percepatan ini mencakup penguatan pelatihan kerja, perluasan akses pembiayaan usaha, serta optimalisasi peran koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Kemudian, salah satu prioritas untuk menciptakan ekosistem usaha masyarakat, yakni program Sarjana Pendamping Pembangunan.
Sistem Ekonomi Kapitalisme Biang Kerok
Menyelesaikan persoalan kemiskinan memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Persoalan sistematis seperti ini tentu membutuhkan dukungan dan kesadaran dari semua pihak. Selama masih bersandar pada sistem ekonomi kapitalisme, pengentasan kemiskinan hanya akan menjadi hal yang sia–sia. Hal ini dikarenakan dalam sistem kapitalisme berlaku hukum yang kuat yang menang. Sementara itu, negara hanya berperan sebagai regulator. Oleh sebab itu, negara dapat menerima pesanan regulasi dari pihak investor yang mendanai.
Geram rasanya ketika mengetahui kekayaan sumber daya alam (SDA) negeri ini tidak dikelola dengan baik. Negara justru menyerahkannya kepada pihak swasta, bahkan asing. Akibatnya, keuntungan hanya dapat dinikmati segelintir orang saja. Seperti yang bisa dilihat, rakyat tentu tidak sejahtera. Memang benar kata pepatah, “Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.”
Ideologi kapitalisme juga mendukung praktik kapitalisasi di sektor pertanian. Tak tanggung-tanggung, para kapitalis menyasar dari hulu hingga hilir. Pupuk mahal dan sarana produksi pertanian, atau yang biasa disingkat dengan ‘saprotan’ juga tak terjangkau bagi petani. Walhasil, banyak petani yang mengalami kerugian. Di sisi lain, adanya pembangunan besar-besaran menyebabkan banjir sering terjadi. Akhirnya, petani lagi yang dirugikan. Tak ayal, kemiskinan muncul secara sistematis.
Harus diingat, jika negeri ini berharap pada negara lain sebagaimana yang disampaikan Presiden RI dalam KTT G20, maka ada harga yang harus dibayar mahal oleh pemerintah untuk bekerja sama mengentaskan kemiskinan global. Hal ini dikarenakan semua negara berpegang pada sistem kapitalisme. Tentu tidak ada makan siang gratis. Setiap pihak ingin mendapat keuntungan, dan tidak ingin merugi. Sebagai contoh, negara akan melonggarkan kebijakan, atau membuat aturan yang mendukung investor asing memonopoli SDA dalam negeri.
Syariat Islam Mampu Mengentaskan Kemiskinan
Sistem ekonomi Islam mengharuskan negara memiliki sumber pendapatan yang banyak. Dengan demikian, negara mampu menjamin kesejahteraan rakyat, tak terkecuali menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan. Negara islam atau daulah islamiah akan menerapkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh). Seorang pemimpin negara akan berperan layaknya seorang penggembala merawat dan menjaga hewan ternaknya dengan penuh kehati-hatian.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Imam adalah raa’in (gembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari).
Berdasarkan hadis tersebut, negara akan bertanggung jawab atas urusan setiap individu rakyatnya. Adapun prinsip melayani dan memelihara rakyat dengan baik semata-mata dilakukan untuk meraih rida Allah subhanahu wa ta’ala.
Secara khusus, daulah akan mengelola SDA dengan tidak memberikannya kepada swasta maupun asing. Adapun secara teknis, negara yang akan mengelolanya, namun hasil dan manfaatnya wajib dikembalikan kepada seluruh rakyat. Oleh karena itu, lapangan pekerjaan akan terbuka lebar di berbagai sektor. Sayangnya, tidak seperti hari ini, negara yang menerapkan sistem kapitalisme pasti welcome dengan tenaga kerja asing (TKA).
Poin penting lainnya, laki-laki yang mana memiliki kewajiban untuk menafkahi keluarga tentu akan dimudahkan dalam mencari nafkah yang halal. Di sisi lain, pemasukan negara yang stabil mampu melayani kebutuhan rakyat. Dalam hal ini, yang semestinya didapatkan rakyat adalah kesehatan dan pendidikan gratis. Oleh karenanya, rakyat akan sejahtera, dan terhindar dari impitan ekonomi.
Khatimah
Sebagai muslim sudah sepatutnya kita mengharapkan kehidupan yang sejahtera di dunia dan akhirat. Kemudahan dalam mencari nafkah yang halal, terhindar dari perbuatan maksiat, dan adanya lingkungan keimanan yang baik menjadi hal yang penting untuk diperjuangkan hari ini. Ketika sistem kapitalisme masih diterapkan, itu hanya akan membuat kerusakan di muka bumi, dan zalim terhadap manusia. Seperti persoalan kemiskinan ini yang hanya menjadi ilusi di sistem kapitalisme. Sebaliknya, hanya Islam sebagai rahmatan lil alamin yang serius mengentaskan kemiskinan, yaitu melalui pemerintahan khilafah islamiah.
Wallahu a’lam bishshowab. []
Posting Komentar