-->

Tren Childfree Kian Diminati, Akibat Beban Hidup Makin Tinggi?


Oleh : Ilmasusi

Fenomena gaya hidup childfree belakangan ini semakin mengemuka. Peningkatan  tren memilih hidup tanpa anak ini mencuat, terutama di kalangan perempuan muda. Berdasarkan data BPS terbaru, sekitar 8,2 persen perempuan Indonesia usia 15 hingga 49 tahun memilih tidak memiliki anak.

BPS juga mencatat fenomena child free meningkat di wilayah urban, dengan Jakarta mencapai angka tertinggi 14,3 persen. Tren ini semakin kuat pasca-pandemi Covid-19, dengan perempuan memilih fokus pada karier atau pendidikan karena ekonomi dan kesehatan. Masih merujuk di data BPS, faktor lain yang memengaruhi adalah tingginya biaya hidup dan ketidakpastian masa depan yang membuat pasangan enggan memiliki anak. (rri.co.id/nasional,15/11/24)

Anggota Komnas Perempuan, Maria Ulfah Ansor, menjelaskan, setiap perempuan memiliki hak untuk menentukan pilihan hidupnya, termasuk memiliki anak. Menurutnya, hal ini merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus dihormati oleh semua pihak. “Terserah mereka apakah seseorang memilih untuk memiliki anak atau tidak, itu bagian dari hak pribadi yang harus dihormati,” ujarnya dalam wawancara bersama Pro 3 RRI (rri.co.id/nasional/16/11/24).

Gaya hidup Childfree terjadi karena berbagai penyebab, diantaranya  maraknya ham, ide hak reproduksi perempuan, sempitnya lapangan kerja dengan upah rendah,  biaya hidup tinggi hingga ketidakpastian masa depan anak keturunan. Secara ide, gagasan ini lahir dari feminisme dan sistem kapitalisme. Kapitalisme dengan pola pikir liberal yang terus diaruskan memengaruhi kalangan kalangan muda yang tidak suka pada gaya hidup praktis. 

Perasaan khawatir akan rezeki dan tidak mau repot, menjadikan anak sebagai beban. Kesulitan hidup dalam kapitalisme mendorong mereka lebih memilih childfree, karena tidak ada jaminan bagi pemenuhan kebutuhan anak keturunan. Bila di era sebelumya, umat sudah dihipnotis dengan slogan Keluarga Berencana "Dua Anak Cukup, maka kini dirasakan bahwa memiliki anak akan menjadi beban.

Serangan sekularisme di negeri ini begitu masif, menggoncang keyakinan muslim terhadap konsep rezeki. Serangan liberalisme telah membuat orang cenderung
menentukan sikap sesuai dengan kesenangan dan hawa nafsu. Childfree menggunakan tolok ukur manfaat dan kesenangan semata tanpa pertimbangan standar agama. Di sisi lain negara memberi ruang yang luas bagi paham yang mrrusak dengan dalih hak azasi manusia.

Penerapan sistem kapitalis yang membuat rakyat semakin terjepit secara ekonomi sehingga kesejahteraan sulit terjangkau. Hal itu membuat orang merasa takut untuk  sengsara, termasuk khawatir keturunanya bakal tidak sejahtera.  

Minimnya edukasi tentang peran mulia wanita dan ibu berpikir pragmatis. Miskonsepsi tentang kehidupan menutupi hasrat dan keinginan mereka untuk menjadi insan mulia dengan kesibukan merawat dan mengasuh membesarkan dan mendidik buah hati. Melepaskan posisi mulia itu dan menggantinya dengan perasaan ogah memiliki keturunan.

Islam Memuliakan Wanita

Islam menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat  dengan menerapkan sistem ekonomi yang bersumber dari Allah, dzat pencipta alam semesta. Dalam Islam, negara tidak perlu mengambil pajak dan pungutan lain dari masyarakat, saat APBN yang diterapkan berbasis baitulmaal. Sumber-sumber pendapatan dan pos pengeluaran baitulmal sudah ditentukan oleh syara', tinggal dilaksanakan. Di sisi lain Allah telah menyiapkan kekayaan alam yang melimpah di negeri muslim, yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok rakyat yang menjadi tanggung jawab negara. Sehingga tidak ada warga yang khawatir akan kesejahteraan keturunanya.   

Sistem islam akan mengedukasi masyarakat lewat kurikulum pendidikan. Juga melalui departemen penerangan yang mengelola media masa, sehingga warga negara memangang posisi mereka dengat tepat, baik sebagia suami, istri, ayah, ibu atau anak.

Islam memandang wanita dan ibu dengan posisi mulia.
Islam menganjurkan muslim agar punya banyak anak.
Nabi shalllallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan umatnya agar memiliki banyak anak.

عن أنس بن مالك قال كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُ بِالبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنِ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيْدًا وَيَقُوْلُ تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فَإِنِّي مُكَاثِرُ الْأَنْبِيَاءِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Dari Anas bin Malik berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan berkata, ‘Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari kiamat.’  

Jumlah yang yang besar ini merupakan aset bagi suatu kaum, terlebih bila peraturan islam diterapkan oleh negara  

Allah Ta’ala berfirman,

وَجَعَلْنَاكُمْ أَكْثَرَ نَفِيراً

“Dan Kami jadikan kelompok yang lebih besar.” (QS. Al-Isra’: 6)

Memiliki anak bukanlah beban melainkan amanah yang menjadi ladang pahala bagi orang tua. Di sampung itu, anak merupakan penerus generasi yang kelestaraiannya harus dipelihara. Karenanya, Ide childfree bertentangan dengan akidah Islam. Umat harus diedukasi mengenai hal ini sehingga masing-masing diri mengetahui dengan pasti posisi mereka dengan peluang yang besar untuk beroleh pahaladan kemualiaan dengan memiliki banyak anak.

Alhasil, maraknya tren childfree atau keluarga tanpa anak ini bukan semata disebabkan oleh biaya hidup yang tinggi, melainkan karena pemikiran umat sejalan sejalan dengan pandangan Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini.

Pendidikan Islam dirancang dengan peran menjaga akidah umat tetap kokoh  dan menjaga pemikiran yang lurus sesuai Islam. Negara memiliki tanggung jawab dalam membentengi umat atas masuknya pemikiran yang bertentangan dengan Islam, termasuk pandangan yang salah tentang childfree.  Benteng itu tegak saat islam diterapkan oleh negara di semua lini kehidupan. Menjadi mendasak untuk diterapkan sistem islam, yaitu khilafah islamiyah, menggantikan sistem Kapitalisme yang mengakubatkan banyak kerusakan. Wallahu a'lam bishawab.