Pornografi Anak Marak, Tanda Matinya Fungsi Pilar Penjaga
Oleh : Andi Inas Humaerah
(Aktivis Muslimah)
Miris, kasus pornografi anak masih terus ditemukan dinegeri ini.
Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri membongkar dua kasus eksploitasi anak, dan penyebaran konten pornografi melalui aplikasi telegram. Kasus pertama dengan grup telegram yang diberi nama "meguru sensei" dengan tersangka berinisial MS (26).
"Pada tanggal 3 Oktober 2024 tersangka dilakukan penangkapan di Jetis, Kecamatan Grogol Kota, Sukoharjo, Jawa Tengah. Dimana tersangka adalah selaku penjual konten video pornografi yang berisikan adegan asusila anak di bawah umur melalui media sosial telegram," kata Wakil Dirtipidsiber Kombes Pol. Dani Kustoni di Mabes Polri Jakarta Selatan, Rabu (SINDOnews.com,13/11/2024).
Tersangka MS, mengunduh video konten asusila tersebut melalui berbagai sumber di internet, kemudian menjualnya kembali di grup telegram yang dia buat.
Sedangkan kasus kedua adalah ekploitasi dan penyebaran video asusila anak melalui grup telegram dengan nama "Acilsunda", yang dikelola oleh tersangka berinisial S (24), dan SHP (16). Tersangka berperan sebagai orang yang mengeksploitasi anak dengan cara membuat, pemeran dan penjual konten video asusila anak di bawah umur. Tersangka ditangkap di Kampung Babakan, Kecamatan Mancak, Kota Serang Banten.
Polri terus mengusut kasus tindak pidana pornografi anak berbasis digital. Selama 6 bulan, polri membongkar 47 kasus pornografi anak dan membekuk total 58 tersangka.(SINDOnews.com,13/11/2024).
Pornografi Buah Sistem Sekuler
Maraknya kasus pornografi akibat dari lemahnya iman yang dimiliki masyarakat sehingga menghantarkan kemudahan bagi seseorang melakukan kemaksiatan. Tidak ada lagi pertimbangan halal-haram dalam melakukan aktivitas. Keimanan yang lemah bukan semata-mata kesalahan individu yang tidak mempelajari islam meski kajian islam bertebaran dimana-mana. Akan tetapi semua ini berpangkal dari sekularisme.
Sistem pendidikan sekuler membawa nilai-nilai sekuler, liberal dan kapitalis pada kurikulum pendidikan. Nilai-nilai inilah yang membuat masyarakat semakin jauh dari ajaran islam. Islam hanya boleh dipelajari sebagai agama yang mengatur hubungan manusia dengan Allah dan dirinya sendiri. Islam tidak boleh dipelajari sebagai sebuah sistem kehidupan untuk diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan.
Matinya Pilar Penjaga
Di sisi lain, negara yang menganut sistem sekuler juga menciptakan sistem hukum yang menjamin prinsip kebebasan bagi individu. Negara beranggapan bahwa perannya semata memastikan bahwa setiap individu memperoleh kebebasan sebagaimana yang dijamin dalam demokrasi yakni bebas berpendapat, bebas berperilaku/berekspresi, bebas untuk memiliki sesuatu meski bertentangan dengan syariat.
Dari jaminan kebebasan inilah justru menimbulkan banyak problematika di masyarakat. Bahkan tanpa sadar, jaminan inilah yang justru memandulkan peran negara yang seharusnya menjadi pelindung rakyatnya. Menjadi pelindung arti semestinya adalah menciptakan sistem hukum yang bersifat preventif, sekaligus menerapkan sistem hukum yang mampu membuat jera para pelaku.
Tidak hanya itu negara abai dalam mengontrol media yang bebas menayangkan konten porno demi untuk meraup keuntungan, tanpa memedulikan masa depan dan kualitas generaso serta pembentukan ketakwaan generasi.
Islam Solusi Hakiki
Maka demikian, sangat berbeda dengan sistem Islam. Di dalam sistem Islam (Khilafah), negara berfungsi sebagai junnah (perisai) yang melindungi generasi dari seluruh sisi. Islam menggariskan sejumlah aturan umum yang secara langsung berperan dalam menjaga kebersihan dan sehatnya sistem sosial di masyarakat antara lain sebagai berikut.
Pertama, aturan Islam yang meliputi aturan pergaulan seperti menutup aurat laki-laki dan perempuan, menjaga pandangan juga memerintahkan untuk menjaga interaksi dengan lawan jenis dalam kehidupan sosial.
Di sisi lain, dalam upaya membentuk karakter Islam dan individu yang bertakwa, Islam menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam yang akan menguatkan keimanan yang akan berperan sebagai alarm agar manusia terus berupaya menjauhi perbuatan maksiat. Ini akan sangat dibutuhkan sebagai proteksi bagi siapapun untuk menjauh dari godaan untuk mengakses konten pornografi.
Dengan keimanan yang kuat ini, siapapun akan senantiasa menghadirkan Allah dalam detak langkah hidupnya. Ia akan senantiasa merasakan adanya pengawasan Allah hingga menjadikannya takut untuk berbuat maksiat dan menjadi budak syahwat.
Kedua, membenahi media agar tetap berjalan sesuai prinsip-prinsip syariat. Keimanan yang mampu mewujudkan proteksi pada setiap individu tentu membutuhkan dukungan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Oleh sebab itu, dalam negara Islam, keberadaan media sebagai salah satu bagian yang tidak lepas dalam kehidupan masyrakat harus tegak atas prinsip-prinsip media ala Islam yang bebas dari konten asusila, baik secara langsung maupun sekadar visual, syair, candaan, atau sejenisnya. Negara harus memahami bahwa saat ini media sosial sudah menjadi referensi masyarakat dalam membentuk realitas sosial. Negara pun semestinya memastikan media sosial bersih dari konten pornografi sekecil apapun.
Ketiga, negara Islam akan membangun sistem keamanan digital sebagai upaya negara untuk memberikan jaminan perlindungan dan menjauhkan generasi dari pemikiran konten rusak dan merusak. Sistem keamanan ini tidak akan memberi celah sedikit pun bagi individu untuk memproduksi dan menyebarkan konten-konten negatif yang akan mengganggu stabilitas sosial masyarakat.
Keempat, negara akan memberikan sanksi tegas kepada para pelaku. Hal ini bertujuan agar kasus serupa tidak terulang. Kasus pornografi terkategori kasus takzir dalam syariat Islam. Khalifah memiliki wewenang untuk menjatuhkan sanksi kepada pelaku. Jenis hukuman bisa dalam bentuk pemenjaraan hingga hukuman mati sesuai hasil ijtihad khalifah. Jika kasus pornografi ini berkaitan dengan kasus perzinaan, akan ditegakkan had zina sebagai sanksi bagi para pelaku. Bagi pelaku yang belum pernah menikah (ghairu muhsan), sanksinya adalah 100 kali cambuk, sedangkan yang sudah pernah menikah (muhsan) sanksinya berupa hukuman rajam. Anak-anak yang terlibat dalam kasus ini akan diselidiki sudah memasuki usia balig atau belum. Ini bertujuan untuk mengkaji kondisi seseorang yang sudah terbebani hukum (mukallaf) atau tidak.
Kelima, agar generasi memahami fase usia yang mereka lalui (dari masa kanak-kanak, mumayiz, prabalig, hingga balig) dengan konsekuensinya masing-masing, penting bagi negara untuk menyelenggarakan pendidikan Islam yang bertujuan untuk membentuk berkepribadian Islam pada generasi. Pendidikan memiliki peran yang sangat vital untuk menempa kepribadian para generasi. Dengan sistem pendidikan yang fokus memahat kepribadian Islam yang kukuh, negara wajib mewujudkan generasi bertakwa yang mumpuni dalam ilmu, sekaligus besar ketakutannya kepada Sang Khalik.
Inilah mekanisme Islam dalam melindungi generasi dari paparan pornografi. Dengan demikian, jelas bahwa hanya Islam kafah yang memiliki konsep jelas dalam melindungi genenrasi sekaligus menjamin hak hidup mereka dalam sistem sosial yang sehat, bebas dari konten negatif yang membajak produktivitas di usia muda. Wallahualam bissawab.
Posting Komentar