-->

Kejar Pajak Hingga ke Rumah Warga, Kecil Dikejar Besar Diampuni

Oleh : Risqia Rahmi
(Aktivis Dakwah)

Persoalan pajak di negeri ini masih belum selesai. Di sistem kapitalisme, negara mewajibkan warganya untuk membayar berbagai jenis pajak, salah satunya yaitu pajak kendaraan bermotor. Kakorlantas Polri Irjen Pol Aan Suhanan, baru-baru ini melaporkan bahwa ada 165 juta kendaraan di Indonesia yang terdaftar, yang memperpanjang STNK 5 tahunan tidak sampai setengahnya atau masih sangat minim dalam membayar pajak. Karena besarnya angka penunggak, inilah yang mendorong Kakorlantas Polri memerintahkan Tim Pembina Samsat mendatangi rumah-rumah pemilik kendaraan yang menunggak pajak. Nantinya pemilik kendaraan tersebut akan diminta menunaikan kewajibannya, dengan cara pendekatan soft power. Pendekatan soft power artinya Tim Pembina Samsat akan pro-aktif mendatangi rumah-rumah untuk mengingatkan pengguna kendaraan akan kewajibannya membayar pajak.
Kebijakan mengejar penunggak pajak hingga ke rumah-rumah sungguh sangat kontradiktif dengan perlakuan pemerintah pada pengusaha-pengusaha besar. Para pengusaha yang juga memiliki kewajiban membayar pajak justru banyak diberikan kemudahan.
(Jakarta, CNBC Indonesia) Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, membebaskan mobil listrik impor dari pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Tidak hanya itu, Menteri Keuangan juga secara resmi memperpanjang fasilitas tax holiday hingga 31 Desember 2024 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.69 tahun 2024, tentang perubahan PMK No.130/PMK.010/2020, dengan tujuan untuk menarik lebih banyak investasi dari para pemilik modal ke Indonesia.

Dalam sistem kapitalisme, pajak menjadi sumber utama pemasukan kas negara, sehingga pembangunan negara sangat bergantung dari pajak. Padahal faktanya sebagian besar pembangunan yang dilakukan pemerintah tidak banyak memberi pengaruh nyata bagi rakyat. Justru rakyat dipaksa hidup susah dengan berbagai potongan pajak, padahal seharusnya negara yang menjamin kesejahteraan rakyatnya. Inilah fakta hidup dalam sistem kapitalisme, dari berbagai potongan pajak saja sudah menunjukkan kezaliman dan ketidakadilan pemerintah terhadap rakyatnya. Di mana sistem ini berasaskan sekular atau memisahkan agama dari kehidupan dan telah nyata gagal membawa kebaikan bagi umat manusia, karena aturannya diserahkan pada akal manusia yang lemah. Alhasil aturan yang berlaku justru menguntungkan para oligarki atau pemilik modal, sedangkan yang tidak punya modal dan kekuasaan akan tersingkir, fakta ini tampak pada kasus pajak yang diberlakukan sekarang. Fungsi negara sebagai pengurus rakyat tidak berjalan, bahkan di tengah kenaikan pajak yang terus terjadi dan kebijakan mengejar para penunggak pajak, rakyat justru dihadapkan pada fakta korupsi yang tiada habisnya. Hal ini tentu sangat menyakiti rakyat. Pajak yang diharapkan menunjang kemaslahatan rakyat, justru dipalak oleh pejabat yang korup. Jadi akar sesungguhnya atas persoalan pajak ini adalah penerapan sistem kapitalisme.

Berbeda dengan penerapan sistem Islam. Negara dalam Islam akan menjalankan fungsi Ra'awiyah (pengurus urusan rakyat), sehingga rakyat hidup aman dan sejahtera. Islam menetapkan sumber pendapatan negara dari berbagai sumber pemasukan. Pemasukan negara ini, mendukung negara dalam mewujudkan kesejahteraan yang hakiki di tengah masyarakat. Salah satu struktur pemerintahan negara Islam (Khilafah) adalah Baitul Mal. Baitul Mal berfungsi untuk menangani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya bagi kemaslahatan seluruh warga negara, baik muslim ataupun non muslim. Pendapatan Baitul Mal, terdiri dari 3 pos, sesuai jenis harganya :

Pertama, Pos Fa'i dan Kharaj. 
Bersumber dari Ghanimah, Anfal, Fa'i, Kharaj, Jizyah, dan Pajak (Dharibah).

Kedua, Pos Kepemilikan Umum. 
Sumbernya dari minyak dan gas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan dan mata air, hutan dan padang rumput gembalaan.

Ketiga, Pos Sedekah, yaitu tempat menyimpan harta-harta zakat, seperti zakat uang, zakat perdagangan, zakat pertanian dan zakat ternak.

Terkait Pajak pada Pos Fa'i dan Kharaj, negara hanya memungutnya pada saat tertentu saja, misalnya saat bencana dan wabah, itupun dikenakan pada orang kaya saja. Negara Khilafah juga menjamin kesejahteraan rakyatnya berupa kemudahan akses pemenuhan kebutuhan pokok dan sistem upah yang manusiawi, sehingga rakyat hidup sejahtera, bahkan untuk kebutuhan dasar berupa kesehatan, pendidikan dan keamanan dipenuhi oleh negara secara gratis melalui dana dari pos kepemilikan umum yang jumlahnya sangat besar. Sungguh penerapan sistem ekonomi Islam dalam bingkai Daulah Khilafah akan menjamin kesejahteraan rakyat tanpa bergantung pada pemungutan pajak.

Wallahu A'lam bish-shawwab