Maraknya PHK akibat penerapan sistem kapitalisme
Oleh : Elsa
Berdasarkan data dari Kemnaker, jumlah karyawan PHK sepanjang Januari sampai 26 September 2024 hampir mencapai 53.000 orang. Lebih rinci dijelaskan bahwa PHK didominasi di sektor pengolahan sebanyak 24.013 orang. Kemudian disusul aktivitas jasa lainnya sebanyak 12.853 orang, serta di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebanyak 3.997 orang. PHK tersebut paling banyak berlokasi di Jawa Tengah yakni 14.767 orang. Disusul Banten 9.114 orang dan DKI Jakarta 7.469 orang.
Aksi unjuk rasa pun dilakukan oleh Karyawan PT Panamtex yang melakukan perlawanan pada putusan pailit dari Pengadilan Negeri Semarang. Keputusan Pailit tersebut membuat 510 karyawan di dalamnya terancam tidak bisa lagi bekerja. Padahal, karyawan menyatakan masih ingin bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. (CNBC 29/9/2024).
Sungguh sistem liberalisasi ekonomi yang diterapkan merupakan bentuk lepasnya tanggung jawab negara dalam menjamin terbukanya lapangan kerja yang luas dan memadai. Negara menyerahkan penyediaan lapangan pekerjaan kepada swasta melalui regulasi yang mempermudah pihak swasta dalam membuka bisnis bukan mengelola SDA negeri ini. Disamping itu penerapan sistem kapitalisme meniscayakan
perusahaan swasta menjalankan prinsip-prinsip kapitalisme dalam bisnisnya. Perusahaan selalu berorientasi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan hal ini bisa dilakukan dengan mengecilkan biaya produksi. Para pekerja atau buruh hanya dipekerjakan sesuai kepentingan industri atau perusahaan sehingga jika perusahaan harus menekan biaya produksi untuk menyelamatkan perusahaan maka pilihannya adalah PHK pekerjanya, sebab pekerja dalam paradigma kapitalis hanya dipandang sebagai faktor produksi, walaupun mereka mendapatkan pesangon setelah di PHK itu tidak cukup untuk menjamin kehidupan pekerja korban PHK untuk bertahan hidup selama menganggur dan selama mencari pekerjaan yang lain.
Hal ini membuktikan bahwa upaya pemerintah menyerahkan ketersediaan lapangan pekerjaan kepada pihak swasta salah besar. Berpangku tangannya penguasa dari menjamin lapangan pekerjaan memadai dan layak bagi rakyatnya telah menghasilkan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang kontroversial, para pekerja atau buruh memandang UU tersebut hanya memberi kemudahan bagi pihak perusahaan untuk melakukan PHK, UU tersebut semakin mengecilkan peluang bekerja karena syarat mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA) semakin dipermudah inilah konsekuensi penerapan sistem ekonomi kapitalisme dinegeri ini.
Berbeda dengan penerapan islam yang bersumber dari al-Kholiq meniscayakan terwujudnya rahmat bagi seluruh alam termasuk kehidupan manusia. Oleh karena itu, sebagai sebuah sistem hidup islam memiliki aturan rinci terkait ketenagakerjaan yang terangkum dalam sistem ekonomi islam dan jika diterapkan akan menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan memadai bagi para pencari nafkah, berikut hal ini akan mendukung terwujudnya kesejahteraan.
Negara juga akan membangun iklim usaha yang kondusif dan memberikan berbagai hal yang memudahkan rakyat dalam bekerja.
Negara juga wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok melalui berbagai mekanisme sesuai hukum syara. Ekonomi islam melarang negara menyerahkan pengelolaan SDA kepada pihak swasta, karena SDA termasuk kepemilikan umum, perusahaan-perusahaan yang dibangun untuk mengelola SDA ini mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Selain itu, mereka diberi pemahaman tentang wajibnya bekerja bagi laki-laki, sungguh hanyalah penerapan islam yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi seluruh rakyatnya dan anti PHK.
Wallahu a'lam bishowab
Posting Komentar