Berbagai Problematika Guru
Oleh : Nayla Kayyisah
Tanggal 5 Oktober diperingati sebagai Hari Guru Sedunia. Tahun ini, tema yang diangkat adalah “Menghargai Suara Guru: Menuju Kontrak Sosial Baru untuk Pendidikan” atau “Valuing Teacher Voices: Toward A New Social Contract for Education.” Tema ini diangkat untuk menyoroti pentingnya suara seorang guru.
Peran guru dalam memberikan pembinaan dan memaksimalkan potensi terbaik dalam diri setiap muridnya sangatlah penting. Namun, faktanya di Indonesia justru sebaliknya.
Guru dihadapkan pada berbagai persoalan, mulai dari gaji yang tidak mencukupi, kurikulum yang membingungkan, hingga tekanan hidup.
Sebagai contoh, baru-baru ini ramai diberitakan seorang guru honorer di Sukabumi berusia 57 tahun yang memulung seusai mengajar karena gaji yang tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
Berita lain datang dari SMP Negeri 1 STM Hilir, di mana seorang siswa meninggal dunia setelah menerima hukuman dari guru agamanya karena belum menyelesaikan tugas yang diberikan.
Banyaknya problematika ini sering kali membuat guru memperlakukan siswa dengan tidak baik, mulai dari kekerasan fisik, pelecehan seksual, hingga ancaman terhadap nyawa.
Sekolah dan guru seharusnya menjadi tempat terbaik dan teraman bagi siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Melihat mundur ke beberapa ratus bahkan ribuan tahun lalu, ketika Islam masih dalam masa kejayaannya, profesi guru adalah profesi yang sangat dihormati dan dimuliakan. Pada masa kekhilafahan Utsmani, tidak sembarang orang bisa menjadi guru. Seorang guru harus mengantongi surat izin, dan ada beberapa tahap yang harus dilalui. Hal ini menunjukkan bahwa para pengajar pada masa itu bukan hanya dianggap sebagai pekerjaan sederhana, tetapi juga sebagai faktor penting dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan kesultanan secara keseluruhan.
Dalam hal upah/gaji, sebagai contoh pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, gaji guru pada masa itu sekitar 15 dinar, di mana 1 dinar = 4,25 gram emas, yang jika dikonversi ke rupiah mencapai Rp44.625.000,00. Pada masa kekuasaan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, gaji guru bahkan mencapai Rp102.000.000,00.
Islam memiliki sistem pendidikan terbaik yang mampu menyejahterakan guru, menghasilkan guru yang berkualitas, berkepribadian Islam (syaksiyah Islamiyah), serta mampu mendidik siswa dengan baik.
Islam sangat menghormati dan memuliakan guru. Oleh karena itu, Islam menetapkan kriteria yang sangat tinggi bagi seorang guru, karena profesi guru bukanlah perkara kecil.
Jadi, bersediakah kita mengubah sistem pendidikan kita menjadi sistem pendidikan Islam?
Sumber:
researchgate.net/publication/374906142_Manajemen_Pendidikan_Islam_Pada_Masa_Sultan_Sulaiman_I_Dinasti_Turki_Usmani_1520-1566
islamdislamdrepublika.co.id/berita/rmtwsv313/mengenal-sistem-pendidikan-di-era-ustmaniyah
Posting Komentar