Pajak, Tumpul ke atas Tajam ke bawah
Oleh : Dinda Kusuma W T
Urusan tarik menarik pajak sudah bukan hal yang asing di Indonesia. Rakyat miskin maupun kaya, hampir semuanya tidak ada yang terhindar dari tarikan pajak. Miris sebenarnya jika merenungkan apa yang harus ditanggung oleh rakyat kecil di Indonesia. Hidup di negara penuh dengan sumber daya alam yang potensial, yang belum tentu dimiliki oleh negara lain, tapi rata-rata kehidupannya jauh dari kata sejahtera. Lebih beratnya lagi, harus memenuhi tuntutan tarikan pajak pemerintah.
Fakta yang lebih menyakitkan, baru-baru ini terkuak adanya kebocoran anggaran negara akibat pengemplang pajak, dengan nilai melebihi Rp 300 triliun. Ini adalah akumulasi pajak pengusaha yang tidak dibayarkan selama bertahun-tahun dan baru menjadi perhatian saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa negara tidak tegas terhadap pengusaha yang tidak membayar pajak.
Juru bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi menyebut dugaan hilangnya potensi penerimaan negara yang disebut Hashim berasal dari audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dalam audit itu, BPKP menemukan 4 sumber potensi penerimaan negara di sektor sawit yang hilang. Jodi menyebut potensi penerimaan itu berasal di antaranya dari denda administrasi terkait dengan pelanggaran pemenuhan kewajiban plasma dan sawit dalam kawasan hutan. Selain itu, potensi penerimaan juga berasal dari ekstensifikasi dan intensifikasi pajak dari sektor ini (cnbcindonesia.com, 11/102024).
Kondisi ini menjadi bukti bahwa negara memberi keistimewaan pada pengusaha. Ini menambah daftar kebijakan negara yang cenderung bersikap lunak terhadap para pengusaha. Perusahaan dengan berbagai program keringanan pajak (tax holiday, tax amnesty dll). Hal ini berbeda dengan kebijakan pajak atas rakyat, di mana rakyat dibebani dengan berbagai macam pajak, dan terus mengalami kenaikan. Rakyat dijejali slogan orang bijak taat bayar pajak.
Penerapan kebijakan pajak yang berbeda antara Perusahaan dan individu ini terlepas dari pandangan atas hukum pajak jelas sewenang-wenang dan mendzalimi rakyat. Apalagi ketika hal ini berdampak pada penundaan pembangunan yang dibutuhkan rakyat, maka jelas rakyat justru makin sengsara.
Pajak Bukan Solusi
Indonesia dengan sistem demokrasi kapitalis nya, seakan menjadi negara 'mandeg' yang tidak tau cara mendapat pemasukan selain dari pajak. Padahal begitu banyak potensi Sumber Daya Alam Indonesia yang bila dikelola dengan baik bisa memberikan pemasukan yang mencukupi kebutuhan negara. Bahkan seandainya Indonesia benar-benar mau dan mampu mengelola seluruh SDA, bisa jadi Indonesia menjadi salah satu negara maju dan makmur di dunia.
Sayangnya, banyaknya SDA justru diserahkan pengelolaannya kepada asing. Praktis rakyat Indonesia gigit jari dan hanya mendapat dampak buruk kerusakan lingkungan. Meski negeri ini kaya, akhirnya tidak ada artinya. Rakyat Indonesia bagai ayam yang mati di lumbung padi.
Disisi lain, tarikan pajak yang diberlakukan pemerintah memukul rata seluruh lapisan masyarakat. Padahal bukan rahasia bahwa terjadi kesenjangan yang cukup signifikan di dalam masyarakat Indonesia. Tentu, akan lebih banyak rakyat kalangan menengah kebawah yang sangat menderita dan tercekik dengan naiknya berbagai kebutuhan dan kenaikan pajak. Harapan menaikkan taraf kehidupan mereka pun menjadi sirna.
Sistem demokrasi kapitalis yang semena-mena dan 'sepihak' dalam membuat kebijakan adalah akar permasalahannya. Kebijakan yang tercipta dalam demokrasi tidak akan murni berpihak kepada rakyat. Dibaliknya pasti ada tendensi penguasa dan pengusaha. Subyektivitas dalam demokrasi tidak akan bisa dihindari.
Tercekiknya rakyat oleh tarikan pajak tidak akan terjadi jika yang diterapkan adalah sistem ekonomi Islam dalam sebuah negara berlandaskan aturan Islam yang kaffah (menyeluruh). Islam memiliki mekanisme yang adil dan tidak memberatkan dalam penarikan pajak. Pajak dikenakan hanya pada saat-saat tertentu, ketika negara dalam keadaan terdesak. Ketika anggaran sudah berkecukupan, tentu tidak perlu lagi memungut pajak dari rakyat. Sebaliknya, rakyatlah yang malah diberi dana. Orang-orang yang dikenakan wajib pajak pun hanya orang yang mampu saja, tidak dipukul rata.
Islam Solusi Hakiki
Islam menekankan, pemungutan pajak harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan. Artinya, pajak dipungut tanpa menindas rakyat yang kurang mampu dan dengan besaran yang wajar. Pajak untuk orang dengan harta berlimpah atau berpenghasilan tinggi tentu lebih besar dari pajak orang dengan penghasilan kecil. Berbeda dengan sistem demokrasi kapitalis dimana sering kali pengusaha besar justru mendapat keringanan pajak.
Islam adalah sebuah ideologi yang memuat solusi berbagai persoalan. Andai aturan Islam SWTditerapkan secara total dan menyeluruh, pastilah kesejahteraan bangsa dan negara mampu tercapai. Dan yang lebih utama, penerapan sistem islam yang aturannya berasal dari Allah , tentu akan diridhai oleh Nya. Keridhaan Allah SWT sebagai pencipta dan pemilik jagad raya niscaya akan mendatangkan segala rahmat bagi alam semesta ini.
Wallahu a'lam bishsawab.
Posting Komentar