-->

Tapera (Tabungan Menyengsarakan Rakyat)

Oleh : Anastasia S.Pd.

Di tengah himpitan ekonomi yang semakin mencekik rakyat, pengua DCsa tak henti-henti mengambil pungutan dana dari rakyat. Setelah UKT berlalu, terbitlah Tapera, pemerintah sungguh sangat kejam terhadap rakyatnya sendiri. Tapera adalah simpanan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang dilakukan peserta secara periodik dalam jangka waktu tertentu. Pemerintah mengklaim, manfaat Tapera adalah  berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR). Yang diharapkan setiap peraa pengguna manfaat Tapera akan mempunyai hunian di masa tua. Syaratnya minimal menjadi peserta selama satu tahun. Dengan  masa tenor mencapai 30 tahun dengan suku bunga tetap di bawah suku bunga pasar.

Masa tenor sendiri, adalah jangka waktu pinjaman atau kredit yang diberikan kepada debitur (peminjam) untuk membayarkan angsuran pinjaman yang diberikan oleh peminjam.

Sedangkan suku bunga pasar, adalah balas jasa atau nilai yang diberikan oleh pihak yang meminjam kepada yang meminjamkan dana atau uang.

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) nantinya bisa digunakan peserta Tapera dalam pengajuan pembiayaan pembelian khusus rumah pertama.

Selain itu, peserta juga dapat mengajukan pembiayaan Kredit Bangun Rumah (KBR) untuk pembangunan rumah pertama yang  baru.

Sedangkan manfaat Kredit Renovasi Rumah (KRR) dapat diajukan untuk pembiayaan perbaikan rumah atau renovasi. 

Namun, di tengah gencarnya pemberitaan Tapera, tentu hal ini mendapatkan pertentangan dari berbagai pihak, tak terkecuali dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), yang menolak kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat ( Tapera ) yang menjadi iuran wajib baik bagi pekerja atau pun perusahaan. Apindo menegaskan Tapera hanya menambah beban iuran yang sebelumnya sudah diambil melalui jaminan sosial, kesehatan hingga pesangon sekira 18,24% sampai 19,74%.
Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani menjelaskan iuran wajib Tapera ini dinilai hanya menambah beban baik bagi pekerja maupun pengusaha. Pasalnya sejak sebelum Tapera, beban iuran yang dipotong dari gaji karyawan dan pendapatan perusahaan sudah terlampau besar.

"Saat ini beban-beban yang telah ditanggung perusahaan itu hampir 18,24% sampai 19,74%. Nah ini apa saja, ada Jamsostek, JHT (Jaminan Hari Tua), jaminan kematian, kecelakaan kerja, pensiun jaminan sosial kesehatan, ada cadangan pesangon dan ada macam-macam jadi jumlahnya besar," ujar Shinta. Sindo News, Jumat (31/5/2024). 

Tapera Palakan Liar Berbalut Iuran 

Tapera sudah dipastikan merupakan palakan liar berbalut ketetapan yang sudah dilegalkan melalui mekanisme UU. Kebijakan yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2024 itu mewajibkan pekerja untuk menjadi peserta Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Konsekuensinya, pekerja dengan gaji di atas UMR akan dipungut iuran sebanyak 3% dari gaji. Padahal telah banyak kasus-kasus iuran yang akhirnya merugikan rakyat yang rentan diselewengkan, seperti kasusnya, Asabri, atau pun Taspen.  Gaji rakyat diterus dipotong sampai puluhan tahun, tanpa adanya  kepastian atau pun jaminan memiliki rumah. 

Di saat yang sama, rakyat sudah tidak mempunyai kepercayaan kepada penguasa, karena selama ini kita dipertontonkan dengan kasus-kasus korupsi yang sudah tidak bisa diatasi di sistem demokrasi atau pun kapitalis. Kekuasaan yang dibangun oleh sistem keduanya, memang tidak menjadikan rakyat sebagai sasaran yang harus disejahterakan dan dilayani, namun sebaliknya rakyat diperas dengan dalih untuk melayani tapi ini, adalah jebakan semata. Faktanya, kita sudah bosan dengan program-program pemerintah, ujung-ujung rakyat yang menanggung kerugian. 

Tapera, Tabungan Lepas Tanggung Jawab

Program Tapera telah membuka topeng, buruknya jaminan negara atas tanggung jawabnya dalam memberikan hunian kepada rakyatnya. Di sisi lain, Tepara sudah  jelas bentuk palakan yang semakin menyengsarakan rakyat, di tengah segala kebutuhan pendidikan yang tidak bisa dijangkau rakyat miskin, dan sekarang negara pun lepas tanggung jawab dalam memberikan kebutuhan dasar masyarakat. Tidak dapat dimungkiri, Tapera adalah imbas diterapkannya sistem kapitalis, yaitu negara menjadikan rakyat sebagai ladang pemasukan, dengan adanya sistem memberikan pelayanan kepada yang bermodal. 

Sangat ironis, dengan keadaan sumber daya alam bangsa Indonesia yang melimpah, yang kaya akan sumber bahan baku untuk membangun perumahan mulai dari tanah,  batu-batuan, hingga kayu. Seharusnya potensi tersebut negara mampu membangun kebutuhan sandang, pangan dan papan secara gratis. Namun, sebaliknya rakyat semakin miskin dengan berbagai kebijakan kapitalisnya. 

Kembali ke Islam

Membangun infrastruktur baik jalan atau perumahan untuk rakyat adalah kebutuhan dasar. Islam telah hadir dengan segala kesempurnaan aturannya, telah memberikan jaminan kepada umatnya untuk dapat menikmati dengan segala kemudahannya. Hal tersebut dilakukan tanpa memandang miskin, kaya, muslim atau pun selain muslim, yang penting mereka adalah bagian dari negara Islam. Islam melahirkan pemimpin amanah, karena pemimpin dalam Islam mempunyai tugas sebagai pelaksana hukum-hukum Islam dengan segala keadaliannya. Islam memandang, pemimpin laksana perisai yang melindungi rakyatnya, baik untuk kebutuhan atau pun keamanannya. Sistem ekonomi Islam sangat bertentangan dengan ekonomi yang dibangun oleh ideologi kapitalis dan demokrasi, Islam tidak melihat rakyat sebagai sumber utama pemasukan negara, baik dari pajak atau  dari pengutuan apa pun, kecuali pada kondisi tertentu, di mana keadaan negara sedang membutuhkan dana, itu pun hanya diperuntukkan untuk orang-orang tertentu yang mempunyai kemampuan lebih. 

Sistem ekonomi Islam menjadikan sumber daya alam sebagai pemasukan utamanya. Karena sumber daya alam, adalah pemberian Allah Swt, sebagai modal untuk mencari kehidupan di dunia. Sebagaimana yang terkandung dalam firman-Nya:

الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ فِرَاشًا وَّالسَّمَاۤءَ بِنَاۤءًۖ وَّاَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَاَخْرَجَ بِهٖ مِنَ الثَّمَرٰتِ رِزْقًا لَّكُمْۚ فَلَا تَجْعَلُوْا لِلّٰهِ اَنْدَادًا وَّاَنْتُمْ تَعْلَمُوْ

Dialah) yang menjadikan bagimu bumi (sebagai) hamparan dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untuk kamu. Oleh karena itu, janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (QS.Al Baqarah 2:22).

Dalam ayat yang lain pun Allah Swt berfirman yang artinya:

Dan suatu tanda (kebesaran Allah) bagi mereka adalah bumi yang mati (tandus). Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan darinya biji-bijian, maka dari (biji-bijian) itu mereka makan.

Dan Kami jadikan padanya di bumi itu kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air,
agar mereka dapat makan dari buahnya, dan dari hasil usaha tangan mereka. Maka mengapa mereka tidak bersyukur? 
(QS. Yasin 33: 33-35). 

Wallahu' Alam.