-->

Korupsi Tambang Timah, Hak Rakyat yang Dijarah

Oleh: Ummu Farras

Masyarakat dibuat tercengang dengan kasus korupsi yang menyeret suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis. Tak tanggung-tanggung korupsi tambang timah mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 271 triliun. Sungguh jumlah yang fantastis.

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan 16 orang tersangka dalam kasus tambang timah tersebut, di antaranya adalah Harvey Moeis dan crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim. 

Korupsi tambang timah berawal dari tahun 2018, saat tersangka ALW selaku Direktur Operasi PT Timah Tbk periode 2017-2018 bersama tersangka MRPT selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan tersangka EE selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk menyadari pasokan biji timah yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan smelter swasta lainnya. Hal ini disebabkan oleh masifnya penambangan liar yang dilakukan oleh smelter swasta dalam wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. 

Karena kondisi tersebut, para tersangka yang seharusnya menindak para kompetitor, justru mengajak pemilik smelter untuk bekerja sama dengan membeli hasil penambangan ilegal melebihi harga standar. Kemudian dibuatlah perjanjian seolah-olah terdapat kerja sama sewa menyewa peralatan processing peleburan timah dengan para smelter. 

Adapun total kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai Rp 271 triliun. Jumlah tersebut berdasarkan penghitungan kerugian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan nonkawasan hutan. Baik kerugian lingkungan ekologisnya maupun kerugian ekonomi lingkungannya serta biaya pemulihannya. (Detiknews, 29/3/2024) 

Akibat Sistem Kapitalisme-Liberalisme

Miris, di saat negara terpuruk dengan utang luar negeri yang terus menumpuk, kekayaan alam negeri ini justru terus dikeruk oleh perusahaan-perusahaan swasta baik lokal maupun asing. Di saat rakyat kecil hidup susah karena sulitnya mendapat lapangan kerja ditambah harga-harga yang terus melonjak naik. Sedangkan para crazy rich hidup mewah hasil dari menjarah kekayaan alam yang seharusnya menjadi hak rakyat. Disinilah ketimpangan ekonomi terlihat nyata.

Semua ini bermula dari diterapkannya sistem kapitalisme-liberalisme oleh negara ini. Dalam sistem ini, hak membuat hukum dan undang-undang ada di tangan manusia yakni penguasa. Dan penguasa hanya akan menetapkan hukum dan undang-undang yang akan menguntungkan dirinya, kelompoknya dan orang-orang yang mendukungnya yakni pengusaha. Sistem ini pula yang melegalkan perusahaan-perusahaan swasta untuk mengelola sumber daya alam yang ada dan menguasainya.

Maka tidak heran jika di negeri ini orang yang kaya makin kaya, yang miskin makin sengsara karena kekayaan alamnya hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Kita lihat bagaimana mewahnya kehidupan Harvey Moeis sebelum ditetapkan sebagai tersangka, dari rumah mewah hingga jet pribadi dia punya. Sedangkan rakyat kecil yang hidup susah masih dipalak dengan pajak. Bahkan berbagai subsidi pun dicabut karena dianggap membebani negara. Sungguh tidak adil! 

Ditambah dengan sistem hukum yang lemah sehingga tidak membuat para koruptor jera. Setelah korupsi sekian triliun rupiah, dia punya uang untuk membeli hukum dan para aparatnya agar mendapat hukuman yang ringan berupa kurungan penjara beberapa tahun bahkan bulan saja. Di penjara pun dia masih bisa hidup mewah dengan segala fasilitas seperti di hotel bintang lima. Setelah bebas dia masih punya banyak uang untuk hidup senang. 

Bahkan jika yang korupsi adalah seorang anggota dewan, dia bisa menjabat lagi karena mantan pidana korupsi tidak ada larangan untuk mencalonkan diri kembali. Aneh tapi nyata, inilah Indonesia. Dengan hukum yang ada korupsi seolah-olah menjadi cita-cita banyak orang. Karena kapan lagi bisa mendapat uang banyak dengan waktu yang singkat.

Sistem Islam Solusinya

Berbeda dengan sistem kapitalisme, dalam sistem Islam hak membuat hukum dan undang-undang adalah hak prerogatif Allah sebagai Sang Pencipta. Maka seorang pemimpin dalam Islam harus menjalankan negara dengan aturan Islam yang telah Allah tetapkan. 

Dalam sistem Islam dengan tegas mengatur bahwa sumber daya alam adalah hak kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kemaslahatan rakyat. Maka tidak diperbolehkan menyerahkan pengelolaan sumber daya alam kepada individu maupun perusahaan swasta. 

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu air, padang rumput dan api." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Dalam hadist lain diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasulullah SAW untuk mengelola sebuah tambang garam. Rasulullah SAW mengabulkannya. Namun beliau diingatkan oleh seorang sahabat “Wahai Rasulullah, tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepada dia (Abyad)? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu bagaikan air mengalir. Rasulullah SAW kemudian bersabda: ”Ambil kembali tambang tersebut dari dia (Abyad).” (HR. Tirmidzi)

Dalil di atas menjelaskan bahwa sumber daya alam baik berupa sumber daya air, hutan dan lahan, serta berbagai macam tambang seperti tambang garam, tambang emas, timah, migas dan lain-lain adalah harta milik umum yang harus dikelola oleh negara bukan swasta. Bayangkan jika satu tambang timah saja bisa menghasilkan kekayaan yang fantastis apalagi jika seluruh kekayaan alam yang ada dikelola oleh negara, maka sudah lebih dari cukup untuk melunasi utang negara dan menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia.

Selain memiliki aturan yang jelas tentang pengelolaan sumber daya alam, sistem Islam juga memiliki mekanisme hukum yang adil. Tidak pandang bulu, siapapun yang melanggar syariat apalagi sampai memakan hak rakyat akan diberikan sanksi yang berat. Adapun bentuk hukumannya tergantung pada kebijakan khalifah yang berkuasa pada saat itu. Selain memberikan hukuman yang menimbulkan efek jera, khalifah juga akan menyita seluruh harta hasil korupsi. Sehingga tidak ada lagi orang yang berani melakukan korupsi, apalagi bercita-cita menjadi koruptor. 

Wallahu'alam bisshawab.