Bullying Merajalela dengan Sistem Kapitalisme
Oleh: Khantynetta
Perundungan adalah perilaku yang dilakukan oleh seorang atau sekelompok orang dengan tujuan melukai atau merendahkan individu lain melalui tindakan fisik, lisan, atau emosional.Tindakan ini dapat terjadi diberbagai tempat, termasuk dilingkungan sekolah, tempat kerja, bahkan dalam lingkungan keluarga.
Belakangan ini, media massa dan media sosial ramai berseliweran soal aksi perundungan yang terjadi.Viral, sebuah video yang menunjukkan aksi bullying (perundungan) pada dua orang remaja perempuan. Kedua korban adalah SR (17 tahun) dan ER (14). Kepala mereka ditendang dan rambutnya dijambak. Perundungan itu diduga terjadi pada Rabu (28-2-2024) di ruko belakang kawasan Lucky Plaza, Kota Batam, Kepulauan Riau. Menurut pengakuan ibu korban, putrinya dianiaya karena membela adiknya yang hendak diperdagangkan sebagai PSK (Kumparan, 2-3-2024). Akibat perundungan tersebut, korban mengalami luka di wajah, leher, kepala, tangan, dan punggung.
Miris, ternyata pelaku perundungan tersebut adalah remaja perempuan dan merupakan teman korban. Keempat pelaku tersebut adalah NH (18), RS (14), M (15), dan AK (14). Kapolresta Barelang Kombes Pol Nugroho Tri N. mengatakan bahwa kasus ini bermula ketika pelaku dan korban saling ejek di aplikasi WhatsApp. Pelaku kemudian mengajak tiga temannya untuk mendatangi korban dan melakukan penganiayaan. Pelaku menganiaya korban karena sakit hati, korban disebut merebut pacar pelaku (Kompas TV, 2-3-2024). Pelaku juga menuduh korban mencuri barang pelaku (Antara, 3-3-2024).
Kasus perundungan telah menjadi fenomena diberbagai daerah. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia(KPAI) menunjukkan bahwa ada 87 kasus perundungan pada tahun 2023 (RRI, 9-10-2023) ini adalah kasus yang dilaporkan KPAI, sedangkan kasus yang tidak terlapor tentu lebih banyak lagi.
Melihat dari kasus-kasus diatas sungguh miris melihat generasi saat ini. Perilaku sadis dan bengis menambah catatan merah kerusakan generasi. Indonesia sudah darurat bullying. Perundungan makin jadi ancaman bagi anak-anak. Mengapa hal ini terus berulah? Dimana letak masalah utamanya? Padahal, perangkat kebijakan pendidikan untuk mengatasi maraknya perundungan di sekolah sudah dilakukan.
Kasus perundungan hanyalah sebagian dampak penerapan sistem kehidupan sekularisme yang makin menjauhkan generasi dari hakikat penciptaan manusia, yakni menjadi hamba Allah Taala yang taat dan terikat syariat. Banyak faktor yang mempengaruhi maraknya kasus perundungan. Pertama pola asuh pendidikan sekuler masih mewarnai pendidikan di keluarga. Akibat dari penerapan sistem sekularisme kapitalisme kehidupan keluarga yang harusnya menjadi madrasah pertama bagi anak-anak telah gagal membentuk kepribadian cemerlang mereka. Tidak sedikit keluarga yang membiarkan anak –anak mereka tanpa aturan dan membiarkan anak bersikap semaunya hingga muncul sikap arogan pada anak.
Kebebasan berekspresi dan berperilaku kerap menjadi faktor pemicu anak-anak mudah mengakses tontonan berbau kekerasan dan konten porno. Beberapa kasus perundungan pada siswa SD tersinyalir karena pelaku mengakses konten pornografi dan kekerasan lewat ponsel. Faktor kebebasan ini pula yang menjadi model bagi orang tua dalam mendidik anak-anak mereka. Anak-anak mendapat banyak kemudahan dalam teknologi, tidak ada pengawasan, jadilah mereka mencontoh apapun yang terakses melalui dunia digital dan media sosial.
Kedua, kehidupan masyarakat yang individualistis makin mengikis kepedulian antar sesama. Masyarakat cenderung apatis ketika terjadi kriminalitas atau perbuatan yang mengarah ke perundungan jika yang dirundung bukan anak mereka. Masyarakat tumbuh menjadi manusia yang mudah kalap, tersulut emosi dan kemarahannya, lalu saling membalas perilaku dengan kekerasan. Terkadang, perilaku mencela dan menghina secara verbal masih dianggap wajar dan sekedar perilaku normal nakalnya anak-anak. Jika model masyarakat seperti ini terus berjalan, anak-anak kita juga yang akan terpengaruh dengan karakter masyarakat tempat mereka tumbuh dan berkembang.
Ketiga, negara sekularisme kapitalisme tidak benar-benar peduli dengan kualitas generasi. Kasus bullying dalam tataran darurat untuk diselesaikan dengan solusi pragmatis seperti membuat Sekolah Ramah Anak (SRA), himbauan anak tidak melakukan bullying, padahal akar masalah dari fenomena bullying adalah akibat dari penerapan sistem sekularisme kapitalisme dalam kehidupan. Umat harus memahami bahwa kehidupan yang diatur oleh sistem sekularisme kapitalisme akan gagal mencetak generasi berkepribadian Islam.
Tapi kita masih memiliki harapan untuk mewujudkan generasi yang berkepribadian Islam yaitu dengan cara mengupayakan penerapan syariat Islam dalam kehidupan, dimana syariat adalah sistem kehidupan yang shalih sistem inilah yang kita kenal dengan nama Khilafah. Khilafah merupakan wujud praktis penerapan hukum syariah yang lahir dari akidah Islam, ketika akidah Islam dijadikan sebagai standar berpikir dan syariat Islam dijadikan tolak ukur perbuatan dan sistem kehidupan maka berbagai kebaikan ditengan masyarakat akan hadir karena itulah sepanjang penerapan syariat Islam dalam institusi Khilafah sekitar 1.300 tahun kaum muslim berhasil mencetak generasi yang berkepribadian Islam dan menjadi mercusuar peradapan Islam.
Dalam perspektif Islam, tindakan perundungan (bullying) dianggap sebagai perbuatan yang sangat tercela. Islam adalah agama yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan, termasuk prinsip untuk menghormati dan peduli terhadap sesama manusia.
Oleh karena itu, Islam melarang segala bentuk perilaku yang dapat menyakiti atau merendahkan orang lain, termasuk perundungan. Hal itu sesuai dengan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam Surah Al-Hujurat ayat 11:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah satu kelompok mengolok-olok kelompok lain, karena mungkin kelompok yang diejek itu lebih baik dari yang mengolok-olok. Dan jangan pula perempuan-perempuan mengolok-olok perempuan-perempuan lain, karena mungkin perempuan-perempuan yang diejek itu lebih baik dari perempuan-perempuan yang mengolok-olok. Dan janganlah kamu saling mencaci diri sendiri."
Ayat tersebut dengan jelas melarang kita untuk mengejek, mencemooh, apalagi melukai fisik orang lain. Karena mungkin orang yang menjadi sasaran ejekan atau cemoohan justru memiliki martabat yang lebih tinggi daripada yang mengejek.
Dalam segala konteks, penghinaan adalah perbuatan yang sangat tercela karena dapat menyakiti perasaan orang lain. Terutama jika perbuatan tersebut terjadi di depan publik.
Demikian juga perundungan, baik dalam dunia nyata maupun dalam lingkungan maya yang mencakup penghinaan, ujaran kebencian, celaan, sumpah serapah, atau tindakan fisik terhadap pihak lain, adalah tindakan yang keji (fahsya')
Oleh karena itu, dalam Islam, perundungan (bullying) diharamkan. Karena merupakan perilaku yang melukai perasaan orang lain dan dapat merusak citra atau martabat kemanusiaan mereka.
Terlepas dari alasan apa pun, Islam secara tegas melarang perundungan. Bagi para pelaku yang telah melakukan perundungan, mereka seharusnya meminta maaf kepada korban agar dosa-dosa mereka dapat diampuni oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Posting Komentar