-->

Pesta Demokrasi Rawan Bikin Depresi?

Oleh: Erna Ummu Azizah

Sebentar lagi masyarakat Indonesia akan kembali mengadakan pesta demokrasi. Namun di tengah riuhnya agenda lima tahunan ini, ada hal yang kerap menggelitik hati, yaitu persiapan rumah sakit (RS) atau rumah sakit jiwa (RSJ) dalam mengantisipasi para caleg yang stres dan depresi akibat gagal dalam kontestasi.

Hal ini sebagaimana dikutip dari berbagai laman berita online, "Sejumlah rumah sakit menyiapkan ruangan khusus dan dokter spesialis jiwa untuk mengantisipasi calon legislatif (caleg) yang mengalami stres atau gangguan jiwa akibat gagal dalam pemilihan legistlatif (Pileg) di Pemilu 2024." (Kompas, 24/11/2023)

"Pihak rumah sakit menyatakan siap menerima dan merawat jika ada calon legislatif yang mengalami depresi atau gangguan jiwa akibat gagal terpilih pada Pemilu 2024. Mulai dari ruangan, dokter spesialis jiwa, hingga sarana-sarana lainnya seperti tempat tidur pasien dan kursi roda." (Antaranews, 22/1/2024)

Persiapan ini sebagai antisipasi berdasarkan pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya. Karena kejadian serupa memungkinkan terjadi kembali di pemilu saat ini. Tentu kondisi ini sangat miris, dan fenomena ini membuktikan bahwa pemilu dalam sistem hari ini rawan mengakibatkan gangguan mental.

Pemilu Dalam Demokrasi Ajang Mengejar Harta dan Tahta

Tak dipungkiri pemilu di sistem demokrasi memang berbiaya tinggi, dari ratusan juta hingga miliaran rupiah yang harus dirogoh demi memuluskan tujuan meraih kemenangan. Maka tak heran jika para kontestan mengerahkan segala daya dan upaya. Tak sedikit yang menggadaikan semua harta bendanya, lobi sana-sini, mencari dukungan, dan tentunya sokongan dana dari para pemilik cuan.

Di sisi lain, hari ini jabatan menjadi impian, karena dianggap dapat menaikkan harga diri atau prestise, juga jalan untuk mendapatkan keuntungan materi dan kemudahan atau fasilitas lainnya. Maka banyak orang berlomba-lomba meraihnya, dari kalangan rakyat jelata hingga artis ternama. Semua dilakukan, bahkan dikorbankan. Ibarat bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

Namun faktanya, tak sedikit yang terjungkal dari arena pemilihan. Berharap mendapat harta dan tahta, namun semua tinggal mimpi belaka. Padahal telah banyak yang dikorbankan, berharap bisa balik modal jika berhasil dalam pemilihan. Akhirnya, kekuatan mental seseorang akan menentukan sikap seseorang terhadap hasil pemilihan. Ada yang lapang dengan kekalahan, namun tak sedikit yang hilang kewarasan.

Pendidikan hari ini berpengaruh terhadap kekuatan mental seseorang. Faktanya, pendidikan hari ini gagal membentuk individu berkepribadian kuat, terbukti meningkatnya kasus gangguan mental di masyarakat. Terlebih saat pesta demokrasi yang mempertaruhkan segalanya demi mengejar harta dan tahta. Maka bisa dibayangkan ketika para kontestan itu gagal, fenomena caleg stres dan depresi hadir di depan mata. Dan wajar jika akhirnya banyak rumah sakit jiwa (RSJ) bersiap siaga.

Pemilu Dalam Islam Adalah Sarana Menjalankan Amanah

Islam memandang kekuasaan dan jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, dan harus dijalankan sesuai ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Maka tak ada kata untuk menghalalkan segala cara demi harta dan tahta. Karena pertanggung jawabannya berat dunia akhirat. Bahkan Umar bin Abdul Aziz saja sampai menangis sesegukan ketika diangkat menjadi penguasa seraya berkata, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji’uun”, karena menganggap kekuasaan itu adalah musibah bagi dirinya dan khawatir tak mampu amanah. Masya Allah..

Dan hebatnya lagi, sistem pendidikan Islam  mampu menghantarkan individu menjadi orang yang memahami kekuasaan adalah amanah sehingga kalaupun ia menang dan berhasil duduk di tampuk kekuasaan, maka ia akan menjadi pemimpin yang amanah dan mengatur urusan rakyat dengan sebaik-baiknya.

Selain itu, kehidupan dalam sistem Islam pun akan menjadikan individunya beriman pada qadha dan qadar yang telah ditetapkan Allah, termasuk saat menang atau kalah dalam pemilu. Ia akan senantiasa lapang, dan akan selalu semangat dalam kebaikan. Rasa syukur dan sabar akan senantiasa mewarnai, sehingga terhindar dari gangguan mental dan depresi.

Sungguh, hanya sistem Islam yang mampu menjadikan kehidupan menjadi tentram dan sesuai dengan fitrahnya. Masyarakat pun akan jauh dari kata depresi. Karena hidup itu semata dipersembahkan untuk mencari ridha Allah dan menjalankan ibadah dengan sebaik-baiknya, serta menebar manfaat untuk sesama. Wallahu a'lam bish-shawab.[]