-->

DBD Kembali Merebak, Hanya Islam yang Mampu Mewujudkan Pelayanan Kesehatan Secara Paripurna

Oleh: Maziyahtul Hikmah S.Si

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menyoroti peningkatan kasus demam berdarah dangue (DBD) di Tanah Air yang dipengaruhi El Nino. Menurutnya, upaya pemberantasan sarang nyamuk dan kesiapan layanan kesehatan di daerah-daerah harus konsisten dilakukan (news.detik.com 9/02/2024). 

Dengue (DBD) adalah penyakit yang sering kali menghantui masyarakat pada musim hujan, terutama di daerah dengan kondisi iklim tropis. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Pada musim hujan, populasi nyamuk Aedes aegypti cenderung meningkat karena genangan air yang memungkinkan telur-telur nyamuk untuk menetas dan berkembang biak dengan cepat (liputan6.com 9/02/2024).

DBD menjadi penyakit yang menyita perhatian publik. Pasalnya tak jarang penyakit ini menimbulkan korban jiwa. Menghadapi musim penghujan penyebaran DBD juga dapat menyebar dengan sangat cepat, apalagi di permukiman padat penduduk. Pemerintahpun telah berupaya untuk terus memberikan edukasi terhadap masyarakat untuk menerapkan hidup sehat dan bersih serta mendorong masyarakat membersihkan berbagai tempat yang berpotensi sebagai lokasi perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

Selain upaya preventif yang dilakukan, tentu saja fasilitas medis juga harus bersiap diri untuk menghadapi meningkatnya pasien DBD. Pasalnya Indonesia merupakan negara dengan angka kematian yang tinggi akibat DBD. Kematian dapat terjadi akibat terlambatnya penanganan pasien, pasien memiliki komorbid dengan penyakit lain atau kurangnya kesiapan fasilitas kesehatan dalam menangani pasien DBD. Tentu saja ajal adalah wilayah yang tidak mampu dikuasai oleh manusia, akan tetapi menjadi sebuah kewajiban bagi kita untuk mengupayakan yang terbaik (pelayanan dan fasilitas kesehatan) dalam menghadapi gelombang peningkatan DBD saat ini. 

Kewajiban terjaminnya kesehatan bagi seluruh rakyat merupakan tanggung jawab penguasa. Penguasa wajib mewujudkan pemenuhan atas 6 kebutuhan pokok rakyatnya yaitu kebutuhan akan sandang, pangan, papan, pendidikan, keamanan dan kesehatan. Dalam hal ini kesehatan merupakan salah satu yang harus diperhatikan pelayannya oleh penguasa. Jika dalam sistem kapitalisme, kesehatan menjadi komoditas bisnis maka Islam mengharamkan hal itu. 

Dalam sistem kapitalisme, pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh berapa besar uang yang harus dikeluarkan, baik dalam hal fasilitas, obat-obatan, maupun pelayanan. Jikapun masyarakat mendapatkan bantuan berupa pelayanan kesehatan gratis, masyarakat harus menjalani berbagai birokrasi yang rumit hingga harus berlari kesana dan kemari demi mendapatkan bantuan kesehatan. Padahal sejatinya penanganan kesehatan sama sekali tak dapat di tunda-tunda. Tak ayal banyak terjadi kematian pasien akibat panjangnya jalan birokrasi yang harus ditempuh untuk memulai sebuah tindakan penyelamatan yang akhirnya menyebabkan pasien terlambat untuk ditangani kemudian meninggal dunia. 

Hal ini menunjukkan betapa bobroknya sistem kesehatan dalam bingkai kapitalisme. Kesehatan menjadi komoditas yang diperjualbelikan kepada masyarakat. Pemerintah tak lagi bertanggungjawab terhadap pelayanan kesehatan dan pengelolaannya diserahkan kepada swasta. Tak heran saat ini RS meskipun berlabel RSD harus berlomba mengeruk keuntungan dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. BPJS sebagai lembaga yang diamanahi pemerintah untuk mengelola bantuan kesehatan justru memiliki tunggakan yang tidak kunjung ditunaikan pada rumah sakit. Hal ini memaksa RS menanggung kerugian yang tidak sedikit karena pembiayaan pelayanan kesehatan tidaklah sedikit, belum lagi harga obat-obatan semakin lama semakin naik.  

Dari sini kita dapat melihat betapa problematika kesehatan yang ada di Indonesia begitu komplek. Segala aspek yang terlibat telah di komersialisasi. Mulai dari pengadaan alat-alat kesehatan, obat-obatan dan segala hal yang diperlukan dalam menunjang aktivitas pelayanan kesehatan. Segala aktivitas harus mendatangkan keuntungan tak peduli apakah menyengsarakan masyarakat atau tidak. 

Berbeda dengan Islam dimana pelayanan kesehatan merupakan 1 kebutuhan yang harus diberikan pemerintah secara gratis dan berkualitas tanpa melihat latar belakang pasien. Dalam sejarahnya pemerintahan yang menerapkan Islam secara kaffah telah menorehkan tinta emas dengan memberikan kegemilangan peradaban termasuk diantaranya dalam bidang kesehatan. 

Negara yang menerapkan Islam secara kaffah mampu memberikan pelayanan kesehatan dengan optimal dan dapat diakses setiap individu yang membutuhkannya. Tak hanya itu, fasilitas kesehatan dibuat sedemikian nyaman dan indah serta memperhatikan unsur estetika untuk menunjang kesembuhan setiap pasien yang dirawat. Edukasi untuk hidup sehat dan bersih senantiasa dilakukan oleh negara sebagai tindakan preventif. Melalui pemenuhan kebutuhan pokok, masyarakat akan mampu memenuhi gizi yang dibutuhkan untuk menunjang kesehatannya. Tempat tinggal juga disediakan oleh negara dengan layak sehingga masyarakat akan mampu hidup dengan nyaman dan sehat. 

Sungguh pelayanan kesehatan yang paripurna ini dibangun berdasarkan sistem yang menjadikan akidah Islam sebagai pijakannya. Orientasi yang diutamakan adalah terpenuhinya pelayanan yang berkualitas, gratis dan dapat diakses oleh siapapun dan dimanapun dengan mudah. Sumber pendanaan dapat diperoleh negara dari pengelolaan harta kepemilikan umum yang berasal dari berbagai sumber daya alam yang ada. Melalui pengelolaan ini negara akan mampu memenuhi kebutuhan pokok setiap warga negaranya dengan paripurna tanpa hegemoni dari panjajahan yang dilakukan oleh asing. Hanya dengan diterapkannya islam dalam bingkai negara, negara akan mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan optimal. Saatnya kita mencampakkan kapitalisme yang merusak dan kembali melanjutkan kehidupan Islam dalam bingkai negara. 

Wallahua'lam bisshowab.