-->

Benarkah Investasi Pembangunan Adalah Untuk Kepentingan Rakyat?


Oleh: Elah Hayani (ibu rumah tangga)

Investasi yang masuk ke Kabupaten Bandung, baik penanaman modal dalam negri maupun asing dari tahun ketahun terus meningkat. Menanggapapi hal ini Bupati Bandung, Dadang Supriatna menyatakan, bahwa beliau selalu berupaya menciptakan iklim investasi yang kondusif, termasuk dari sisi regulasi untuk memberikan kepastian hukum kepada calon investor. 

Salah satu usahannya yaitu terkait dengan Regulasi Rencana Tata Ruang Wilayah , (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bandung, yang saat ini sudah selesai Raperdanya, sehingga investasi akan lebih meningkat lagi kedepannya. Menurut Bupati Bandung, RTRW merupakan hal yang penting bagi pembangunan di Kabupaten Bandung, karena calon investor akan mendapat kepastian hukum, untuk mendapatkan permohonan izin terkait pemanfaatan yang ada. Adapun investasi yang dominan di tahun 2023 ada 3 jenis, yaitu: Pertama, infrastruktur untuk fasilitas kereta cepat Jakarta- Bandung di tegal luar. Kedua, eksplorasi energi panas bumi, dan yang ketiga pariwisata.

Investasi menjadi andalan bagi pembangunan ekonomi untuk pertumbuhan, sehingga banyak wilayah di Bandung menjadi sasaran investasi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi, seperti terbukanya lapangan pekerjaan bagi masyarakat untuk mengurangi pengangguran. Semisal investasi pembangunan infrastruktur transportasi, seperti jalan tol, kereta api, dan lain-lain, diharapkan dapat memudahkan tranportasi bagi masyarakat. mengatasi inflasi ekonomi, dan lain sebagainya. Investasi dalam pembangunan industri seperti banyaknya pabrik-pabrik, swalayan, perumahan kelas atas dan bawah, dan lain sebagainya, dipandang mampu membuka lapangan kerja baru, sehingga dapat menghidupkan perekonomian masyarakat, dan membantu pertumbuhan ekonomi. Namun, benarkah demikian?

Pada kenyataannya, investasi untuk pembangunan ekonomi tersebut sejatinya tidak berdampak positif kepada masyarakat, apalagi masyarakat kecil. Hal tersebut disebabkan oleh besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan semua fasilitas tersebut. Seperti, fasilitas jalan tol, kereta api cepat Jakarta- Bandung, juga mal (swalayan), serta perumahan -perumahan. 

Katanya investasi akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Kenyataannya, masyarakat tetap saja sulit untuk dapat bekerja. Kalaupun mendapatkan pekerjaan, sistem outsourcing (kontrak), melemahkan posisi rakyat sebagai pekerja, dengan upah yang minim. Selain itu, krisis ekonomi yang dialami dunia, memberikan pengaruh terhadap industri di dalam negeri, yang mengharuskan untuk mem-PHK pekerja lama. Kalaupun ada penerimaan pekerja baru, dengan undang-undang perburuhan yang cenderung menguntungkan pengusaha dan merugikan pekerja.

Dengan upah minimum, yang tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari, karena harga kebutuhan yang terus semakin tinggi. Kalaupun ada kenaikan upah, di Kabupaten Bandung hanya 3,59% saja.

Lalu, siapakah yang diuntungkan dari investasi pembangunan ini? Merekalah para investor (kapitalis), karena berbagai kemudahan investasi dapat mereka peroleh, juga penetapan upah minimum bagi para pekerja, serta distribusi dan pemasaran yang mudah, telah ditetapkan oleh undang-undang, baik undang-undang tentang investasi maupun Omni buslaw.

Kalangan oligarki pun dengan kekayaan dan pengaruh yang mereka miliki, menjadi pihak pertama yang dapat bisa membeli, menikmati, dan mendapatkan keuntungan yang besar dari pembangunan ini. Inilah yang akhirnya menimbulkan kesenjangan sosial di tengah masyarakat. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. 

Selain itu, dampak lain dari investasi yang dikatakan bisa membantu menumbuhkan perekonomian, adalah engeksploitasi lahan secara jor-joran, seperti hutan, perkebunan, gunung, sawah, sungai, danau, dan lainnya, yang banyak dialihfungsikan menjadi hunian, industri, swalayan, dan lain-lain, yang menimbulkan bahaya hidrometeorologi, seperti meluasnya area rawan banjir, tanah longsor, dan cuaca ekstrim. Bencana ini semakin meluas di berbagai daerah di Indonesia, tanpa dapat diselesaikan secara tuntas. 

Ini diakibatkan oleh penerapan sistem kapitalisme yang memberikan kebebasan kepemilikan, sehingga para pemodal besar (kapitalis) dapat secara bebas menguasai lahan,  mengeksploitasi dan mengelola SDA, dari hulu hingga hilir, bahkan hingga mampu mempengaruhi kebijakan negara dengan dalih investasi, tanpa memperdulikan dampak negatif yang ditimbulkan terhadap kehidupan masyarakat dan juga negara.

Dalam sistem yang diterapkan sekarang ini, investasi merupakan salah satu andalan negara untuk mendapatkan modal, dengan menawarkan berbagai aset yang dimiliki, seperti SDA untuk menarik para investor, yang ada akhirnya investasi menjadi alat penjajahan baru yang, mempengaruhi kedaulatan negara. Investasi ini (terutama dari luar negeri) semakin digenjot pasca LoI antara pemerintah Indonesia dengan IMF, dalam mengatasi krisis moneter pada sekitar tahun 1997-an. Sejak saat itu, swastanisasi di berbagai PERUM milik negara dilakukan, dan investasi asing digencarkan lewat undang-undang. Maka para kapitalis multinasional dari berbagai negara pun masuk ke negeri ini, mengeruk keuntungan yang begitu besar, sementara rakyat sebagai pemilik aslinya hanya mendapatkan remah-remah yang itu pun kadang dinikmati oleh para penguasa. Inilah bobrok dan rusaknya sistem kufur kapitalisme sekularisme liberal. 

Hal tersebut sungguh jauh berbeda dengan sistem Islam. Investasi di dalam Islam hanyalah merupakan salah satu cara dalam proses pengembangan harta yang seluruh kegiatannya harus sesuai syariah. Investasi tidak boleh dibiayai oleh sumber-sumber yang ilegal seperti saham dan pendanaan ribawi. Para investor hanya dapat berinvestasi di sektor-sektor yang termasuk kepemilikan individu, bukan kepemilikan umum seperti SDA migas, mineral, batu bara dan sektor kehutanan, karena sumber kepemilikan umum ini hanya dikelola oleh negara, untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kalaupun rakyat dilibatkan dalam pengelolaannya, maka akadnya adalah ijarah (pengupahan), artinya rakyat bekerja sebagai pegawai negara, yang diupah oleh negara sebagai kompensasi dari jasa atau tenaga yang dikeluarkannya. Hal ini menjadikan lapangan kerja terbuka luas bagi rakyat, dan menjadi salah satu sumber nafkah mereka. Sedangkan kepemilikan negara seperti bangunan dan tanah, dapat diberikan oleh negara kepada individu rakyat yang dipandang oleh negara sangat membutuhkannya. 

Dalam Islam para investor boleh berinvestasi disektor-sektor seperti pertanian, pertambangan dalam skala kecil, industri manufaktur, dan jasa-jasa halal. Negara akan memposisikan lahan sesuai dengan kegunaannya, tidak merusak, dengan tata kelola yang benar. Karena dalam Islam kekuasaan dan kepemimpinan ada adalah demi tegaknya Islam dengan penerapan syariat Islam secara kaffah, karena yang berhak membuat aturan adalah Allah SWT sebagai Sang Pencipta manusia dan alam semesta, bukan seperti disistem Kapitalis yang memberi hak manusia sebagai pembuat hukum, yang standarnya terletak pada hawa nafsu, akhirnya mengakibatkan rusaknya manusia dan juga alam semesta. 

Oleh karena saatnya kita kembali kepada aturan Islam yang akan menjadi Rahmat bagi seluruh alam. Allah SWT berfirman dalam QS Al- Anbiya :107 yang artinya:

" Tidaklah Kami utus engkau (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam."

Wallahu alam bishawab