-->

Tabrakan Kereta Api Akibat Buruknya Sistem Transportasi dalam Kapitalisme

Oleh Iin Indrawati (Muslimah Kab. Bandung)

Tabrakan antara KA Turangga dan kereta Commuter Line Bandung Raya terjadi di jalur tunggal antara Stasiun Haurpugur dan Stasiun Cicalengka, Jumat (05/01) pagi. Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono menegaskan, kepatuhan menjalankan aturan dan prosedur keselamatan perjalanan kereta api menjadi faktor penting yang bisa menghindari kecelakaan fatal (Kompas.com, 06/01).

Melalui Kementerian Perhubungan, sebenarnya pemerintah tengah menjalankan pembangunan jalur ganda pada jalur kecelakaan kereta tersebut. Otoritas perhubungan menyebut proyek jalur baru kereta itu dibangun untuk meningkatkan pelayanan terhadap pengguna kereta, yaitu memangkas waktu tempuh. Aspek keselamatan tidak pernah disebut sebagai tujuan utama pembangunan jalur ganda tersebut.

Sungguh, kelalaian berulang dari pemerintah dalam menjamin keselamatan transportasi telah membawa mudarat bagi publik. Beberapa kejadian kecelakaan KA sebelumnya nyatanya masih belum menjadi pelajaran berharga yang mestinya menjadikan pemerintah melakukan berbagai perbaikan, agar kecelakaan KA tidak terulang, apalagi hingga menelan korban jiwa.

Kelalaian pemerintah tampak pada lambatnya penanganan pasca kecelakaan KA Turangga dan KA Lokal Commuter Line Bandung Raya. Kesaksian seorang penumpang KA Turangga yang selamat, Herry Aliyudin, ketika ia keluar kereta sesaat setelah kejadian, ia melihat pramugara yang beberapa menit sebelumnya mengambil selimutnya, terjepit di antara rangkaian gerbong yang ringsek. Tidak ada seorang pun yang menolong, bahkan petugas, memerintahkan Herry dan para penumpang lain untuk menjauh. Sebab kala itu asap mulai mengepul dari gerbong kereta. Akhirnya, pada Jumat sore, diberitakan bahwa pramugara yang awal kecelakaan (Jumat pagi) masih bernyawa, karena lambatnya pertolongan, dikabarkan telah meninggal dunia. Jelas ini adalah sebuah kelalaian.

Selain itu, alat-alat berat untuk mengevakuasi korban maupun KA didatangkan dari tempat jauh yang  memakan waktu lama. Padahal korban yang masih hidup membutuhkan bantuan segera. Begitulah, ketidaksigapan pemerintah menangani kecelakaan KA hingga menyebabkan hilangnya nyawa publik, merupakan sebuah kezaliman.

Beberapa faktor yang diungkapkan oleh para pakar mengenai penyebab kecelakaan KA Turangga dan KA Commuter Line Bandung Raya belum sampai pada penyebab paling mendasar. Di antaranya seperti diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Joko Setijowarno. Menurutnya, sistem jalur tunggal dan kesalahan manusia (human error) bisa menjadi faktor penyebab kedua kereta saling adu banteng.

Demikian juga menurut pakar transportasi di ITB, Sony Sulaksono, yang menyoal kerawanan di jalur tunggal kereta. Tabrakan di Cicalengka, katanya, rentan terjadi jika muncul masalah sinyal maupun kesalahan manusia. Sony menekankan pentingnya pembangunan jalur ganda di jalur selatan Jawa Barat seperti Tahap 2 proyek Kiaracondong-Cicalengka (dikutip dari situs ITB).

Sedangkan menurut pakar transportasi dari Universitas Indonesia, Ellen Tangkudung, fokus mestinya ditekankan pada pengaturan lalu lintas kereta. Menurutnya, kecelakaan pada jalur tunggal kereta terus menurun karena pengaturan ketat dengan bantuan teknologi.

Proyek pembangunan jalur ganda sendiri tidak bertujuan pada aspek keselamatan. Hal ini dinyatakan oleh Direktur Prasarana Perkeretaapian di Kemenhub, Harno Trimadi, yang menyebut proyek jalur ganda itu akan memperpendek waktu tempuh dan berpotensi meningkatkan jumlah penumpang hingga 25%.

Tidak hanya itu, pemerintah pun disinyalir menjadikan dalih jalur ganda sebagai solusi tabrakan adu banteng di jalur tunggal agar dapat membuat proyek baru. 

Terbukti dari pernyataan Kemenkeu Dwi Irianti Hadiningdyah lewat pesan teks, Jumat, (05/01/2024), yang menyebut dengan adanya kecelakaan ini, pembiayaan untuk pembangunan jalur ganda menjadi makin relevan.

Jika ditelusuri secara mendasar, pangkal penyebab berulangnya kecelakaan KA bukan semata faktor jalur tunggal atau kesalahan manusia, melainkan juga pada tata kelola transportasi yang berlandaskan pada sistem kapitalisme neoliberalisme. Terjadinya beberapa kelalaian pemerintah sebagaimana yang disebutkan di atas merupakan hal yang dianggap wajar dalam sistem ini. Sistem kapitalisme menjadikan perkeretaapian sebagai lahan komersial (pasar) yang akan mendatangkan materi. Neoliberalisme menjadikan hajat hidup publik tidak lebih sebagai komoditas (barang dagangan). KA yang merupakan transportasi publik dijadikan lahan bisnis perkeretaapian yang akan mendatangkan keuntungan materi.

Dalam sudut pandang neoliberalisme, sangat penting untuk memisahkan fungsi regulator dan operator (pelaksana). Negara hanya berperan sebagai regulator, peran negara di bidang ekonomi hanya pada aspek pengaturan (regulasi), pengawasan (monitoring), dan penegakan hukum (law enforcement). Pemikiran ini juga menetapkan bahwa negara melepaskan diri dari kewajiban-kewajibannya terhadap rakyat. Oleh karena itu, negara berlepas tangan atas apa yang terjadi dalam perkeretaapian, termasuk dalam masalah kecelakaan KA.

Pengelolaan transportasi darat diserahkan sepenuhnya kepada operator, yaitu korporasi (seperti PT Kereta Api Indonesia (Persero), KAI Commuter, dan KAI Logistik). Sedangkan tujuan utama berdirinya operator adalah meraih keuntungan dari bisnis perkeretaapian, bukan melayani masyarakat. Alhasil, masalah keselamatan bukan prioritas utama. KA yang sudah tua tidak menjadi prioritas, yang penting bisnis berjalan dan mendapat keuntungan materi. Alih-alih menjamin keselamatan publik, justru nyawa publik bahkan para kru kereta api menjadi taruhannya.

Sekian banyak kejadian kecelakaan KA terdahulu, nyatanya masih belum menjadi pelajaran berharga yang mestinya menjadikan pemerintah melakukan berbagai perbaikan agar kecelakaan KA tidak terulang, apalagi hingga menelan korban jiwa.

Sistem kapitalisme neoliberalisme adalah sistem batil dan zalim dalam pengelolaan transportasi darat. Jaminan keselamatan bagi masyarakat saat bertransportasi tidak mungkin terwujud secara hakiki. Inilah bahaya politik transportasi kapitalistik.

Oleh karena itu, negara ini harus berpaling dari pengelolaan transportasi sistem kapitalisme neoliberalisme yg batil kepada pengelolaan sahih yang menjamin keselamatan masyarakat dalam bertransportasi darat secara hakiki, yang hanya ada dalam sistem Islam. Sistem ini memiliki beberapa prinsip pengelolaan transportasi publik yang sahih karena dilandasi syariat Islam yang berasal dari Sang Pencipta.

Ada beberapa prinsip yang dipegang Islam, bahwasannya transportasi tidak saja sebagai urat nadi perekonomian, tetapi merupakan urat nadi kehidupan masyarakat sehingga merupakan kebutuhan dasar publik. Islam memandang KA sebagai transportasi publik yang merupakan urat nadi kehidupan dan kebutuhan dasar manusia yang harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

Negara yang menerapkan Islam berwenang penuh dan bertanggung jawab langsung untuk memenuhi hajat publik, khususnya pemenuhan hajat transportasi publik yang menjamin keselamatan para penggunanya, tidak diserahkan kepada operator. Karena operator bukanlah pihak yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyat, sehingga tidak dapat mengharapkan realisasi jaminan keselamatan darinya. Seperti sabda Rasulullah SAW, "Pemerintah adalah raa’in dan penanggung jawab urusan rakyatnya" (HR Bukhari).

Pemerintah dalam sistem Islam juga berkewajiban menjamin ketersediaan transportasi publik yang memadai. Tidak boleh terjadi dharar (bahaya), seperti kesulitan, penderitaan, kesengsaraan yang menimpa masyarakat pengguna transportasi.

Kemudian mereka akan menyediakan moda transportasi beserta kelengkapan yang terbaik bagi masyarakat dengan prinsip pelayanan, yaitu sebagai penanggung jawab dan pelindung (raa’in dan junnah). Negara akan berupaya semaksimal mungkin untuk menyediakan KA dengan teknologi terbaru dengan tingkat keselamatan yang tinggi, serta para kru yang terdidik. Penyediaan moda transportasi dan kelengkapannya tidak boleh diserahkan kepada operator yang hanya berhitung untung rugi. Dapat dipastikan bahwa operator tidak akan mampu menutupi dana untuk memenuhi hal ini.

Infrastruktur jalan KA dan teknologi informasi akan disediakan dan dikelola secara langsung oleh negara. Jika negara memandang IT sebagai industri strategis, negara akan membangun industri IT berikut risetnya.

Dana yang akan digunakan untuk semua itu adalah dengan mengelola berbagai kekayaan oleh negara secara benar (sesuai syariat Islam) sehingga memiliki kemampuan finansial yang memadai.

Anggaran infrastruktur dalam negara yang menerapkan Islam diperoleh dari pos kepemilikan umum dan pos kepemilikan negara baitul mal, sehingga tidak akan ada kekurangan anggaran dalam menyediakan jasa transportasi.

Jika kas baitul mal kosong, pemerintah bisa mendorong orang-orang kaya bersedekah pada negara, dan jika belum cukup, negara bisa menetapkan pajak kepada kaum muslimin secara kontemporer, sampai pembangunan infrastruktur selesai.

Dalam penyediaan transportasi kereta api, proyek pembangunan kereta api memerlukan perawatan dan pembiayaan pembelian berbagai komponen, biaya ini harus disediakan oleh negara.

Beberapa prinsip pengelolaan perkeretaapian di atas menunjukkan bahwa hanya sistem yang berlandaskan Islamlah yang dapat merealisasikan terwujudnya keselamatan transportasi darat secara hakiki. Wallahu a'lam.