-->

Pemilu Dalam Sistem Demokrasi Sebagai Ajang Pertarungan Kepentingan

Oleh: Kasmiati (Komunitas Pena Ideologi Maros)

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan adanya aliran dana sebesar Rp 195 miliar dari luar negeri ke 21 rekening bendahara partai politik atau parpol. (CNBC Indonesia).

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan ada 21 rekening bendahara yang terendus PPATK menerima aliran dana fantastis tersebut. Adapun, jumlah transaksinya mencapai 9.164 transaksi.

"Dari 21 partai politik pada 2022 itu ada 8.270 transaksi dan meningkat di 2023 ada 9.164 transaksi. Mereka termasuk yang kita ketahui menerima dana luar negeri," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers Refleksi Kerja PPATK 2023 yang disiarkan di YouTube PPATK, Rabu (10/1/2024).

Menurut Ivan, nilai transaksi aliran dana pada tahun 2023 tersebut meningkat dibandingkan 2022 yang hanya Rp 83 miliar. Sayangnya, Ivan tidak merinci nama dan parpol yang menerima aliran dana. Dia hanya menegaskan bahwa temuan tersebut mencakup bendahara parpol di semua wilayah di Indonesia.

KEPEMIMPINAN DALAM SISTEM DEMOKRASI

Memasuki tahun-tahun politik, yang tinggal beberapa saat lagi akan memasukki puncaknya.

Tentu akan semakin menegangkan para calon kandidat, segala upaya mereka lakukan dalam meraih suara rakyat, bercermin dari pemilu-pemilu sebelumnya suara rakyatpun tidaklah menjadi penentu sebuah kemenangan dari para calon kandidat melainkan kemenangan itu akan ditentukan dari kehendak para tuan-tuan berdasi yang memiliki eksistensi kekuasaan di negeri ini.

Dalam sistem Demokrasi untuk menjadi seorang calon kandidat sangat membutuhkan biaya yang mahal, dan biaya yang mahal inipun belum menjadi jaminan mereka bisa mendapatkan kemenangan, mereka para calon-calon kandidat masih terus berupaya, melakukan berbagai cara untuk mendapatkan dukungan suara rakyat, meski para calon harus rela merakyat sesaat itu juga di masa-masa kampanyenya.

Bahkan tidak sedikit dari mereka para calon kandidat melakukan penyogokan kepada rakyat dengan memberikan bantuan dana, perbaikan jalan, pemberian sembako dan yang sejenis dengan maksud bisa membeli suara rakyat padahal memberikan bantuan kepada rakyat memang seharusnya menjadi tanggung jawab para pemimpin negara tidak harus menunggu momen tertentu seperti masa-masa kampaye politik seperti ini barulah mereka mengulurkan tangan kepada rakyatnya.

Sebagaimana yang diberitakan diatas bahwa dengan adanya aliran dana pemilu dari berbagai pihak termasuk dari pihak Asing, ini menunjukkan adanya kepentingan dari para pemberi dana (para pemodal) tersebut atas jabatan yang kelak dipangku oleh para calon kandidat. Maka dengan hal ini sudah bisa terbaca bahwa siapa yang kelak akan memegang kendali dari para calon kandidat yang terpilih jadi pemenangnya. 

Pemegang kendalinya tidak lain adalah para peluncur dana yang telah memberikan kucuran dana yang besar-besaran bagi para calon kandidiat meraka adalah para pemilik modal asing korporasi oligarki yang sampai hari ini eksistensi mereka senantiasa diakui dan dijaga di negeri ini

Ketika sejak awal mereka sebelum jadi pemimpin sudah melakukan kecurangan-kecurangan maka tentu ketika kelak mereka menjabat dan terpilih menjadi pemimpin, akan lebih mudah lagi mereka melakukan hal kecurangan yang serupa dan faktanya telah telah terbukti kita lihat dari kepemimpinan sebelum-sebelumnya dan pada kepemimpinan hari ini di dalam sistem demokrasi.

Bagaimana para pemimpin dengan mudahnya menjual aset-aset negara, mengubah uu untuk melegalkan para pemilik modal korporasi untuk masuk mengelolah SDA negeri ini seperti UU Omnibus law hak cipta kerja, uu pengolaan barang tambang dan yang serupa lainnya, mereka melakukan itu dengan dalih untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat.

Namun faktanya hanya demi kepentingan dan kesejahteraan kelompok mereka dan para pemilik modal asing, imbasnya rakyat menderita kemiskinan dan kemelaratan hidup di tengah kebijakan dzolim dari para penguasa negeri ini

KEPEMIMPINAN DALAM SISTEM ISLAM

Dalam Sistem Islam pemilihan seorang pemimpin kepala negara tidaklah serumit hari ini di dalam sistem demokrasi, tidak memakan biaya yang yang mahal dan tidak memanfaat suara rakyat atas kepetingan mereka para calon pemimpin. Pemilihan pemimpinnya dilakukan secara sederhana, praktis, efisien dan hemat biaya

Memilih seorang pemimpin sangan jelas aturan dan tugasnya ketika kelak terpilih sebagai pemimpin.

Berdasarkan dalil-dalil syara’, seorang khalifah harus memenuhi 7 syarat in’iqad, yaitu : laki-laki, muslim, merdeka, baligh, berakal, adil, artinya bukan orang fasik, dan mampu mengemban jabatan. 

Ketika telah memenuhi ke 7 syarat tersebut maka sudah layak untuk dipilih dan diangkat menjadi seorang pemimpin.

Di luar itu dimungkinkan menjadi syarat afdhaliyyah (syarat keutamaan) jika memang didukung nash-nash sahih atau merupakan turunan hukum yang ditetapkan berdasarkan nash sahih. Misalnya: keturunan Quraisy, Mujtahid, atau Ahli menggunakan senjata  (Taqiyyuddin An Nabhani, Nizhomul Hukmi fil Islam).

Beberapa diantara tugas atau amanah seorang pemimpin yakni, menjalankan segala hukum-hukum Allah di muka bumi ini, memerintah dengan adil, Mengurus segala kemaslahatan rakyatnya. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam nash-nash Al-Qur’an. 

"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nabi Muhammad) serta ululamri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman kepada Allah dan hari Akhir. Yang demikian itu lebih baik (bagimu) dan lebih bagus akibatnya (di dunia dan di akhirat)." (TQS. An-Nisa:59)

(Allah Berfirman)"Wahai Daud, sesungguhnya Kami menjadikanmu khalifah (penguasa) di bumi. Maka, berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan hak dan janganlah mengikuti hawa nafsu karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan." (TQS. Shad:26)

Di dalam Islam kepemimpinan merupakan sebuah amanah yang sangat besar dan kelak akan dimnta pertanggung jawaban di hadapan Allah. Hal inilah yang membuat Abu Bakar Ash Shiddiq ketika beliau dipilih untuk menggantikan posisi Rasulullah sebagai seorang kepala negara ketika Rasulullah saw telah wafat. 

Namun amanah ini ditolak oleh Abu Bakar setelah beberapa saat telah diyakinkan beliau baru menerimanya dengan linangan air mata sebab amanah besar di balik kepemimpinannya tersebut. Ssesuai dengan yang di sabdakan oleh Rasulullah saw,

"Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (HR Muslim)

Sangat jauh berbeda dengan kondisi hari ini dalam sistem demokrasi orang-orang justru berlomba dan melakukan segala cara untuk mendapatkan bangku kekuasaan tersebut. 

Sejati mereka ingin memimpin bukan untuk menajalankan  tugasnya sebagaimana yang telah dititipkan oleh Allah untuk para pemimpin untuk menjaga bumi ini namun, mereka memimpin semata-mata untuk mendapatkan kekuasaan yang dengan kekuasaannya ini mereka dapat melakukan segala hal untuk memenuhi hajat dan kepentingan mereka.

Dalam kitab muqoddimatud Dustuur, penerbit daarul Ummah, dijelaskan bahwa pemerintahan dalam Islam bersifat sentralisasi (terpusat), artinya yang memiliki otoritas menerapkan hukum hanya satu orang saja, tidak boleh lebih.  

Dengan kata lain, pelaksanaan kekuasaan atau penerapan hukum syara’ hanya berada di tangan orang yang dibaiat  rakyat, yaitu seorang khalifah (Pemimpin Negara) Karena terkait kepemimpinan,  maka syara’ mengharuskannya hanya satu, dan tidak boleh lebih dari satu.

Wallahu 'alam bishowab