-->

Cara Efektif Menekan Jumlah Perokok

Oleh: Erik Sri Widayati, S.Si

Ibarat menegakkan benang basah, menekan jumlah perokok seakan menjadi mustahil. Jangankan mengurangi jumlah perokok, fakta yang terjadi justru jumlah perokok makin meningkat. Berdasarkan hasil survey Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021 yang dirilis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Juni 2022, selama 10 tahun terakhir jumlah perokok naik 8,8 juta orang menjadi 69,1 juta jiwa. Padahal harga rokok terus naik dari waktu ke waktu. Diperkirakan biaya konsumsi rokok sekitar Rp64 triliun per tahun.

Sementara Presiden Jokowi telah menyepakati dan menetapkan kenaikan tarif cukai hasil tembakau sebesar 10% untuk 2023 dan 2024. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 191/2022 tentang Perubahan Kedua atas PMK 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT). Kenaikan cukai hasil tembakau akan secara langsung berdampak terhadap harga rokok dan produk tembakau alternatif turunannya.

Hal ini dinilai efektif untuk mengurangi konsumsi rokok di rumah tangga miskin, anak, dan remaja. Presiden Jokowi juga telah melarang penjualan rokok ketengan. Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023. (CNN Indonesia, 03/01/2024)

Merokok Sangat Beresiko

Atlas Tembakau Indonesia pada 2020 melaporkan bahwa semakin miskin masyarakat, maka konsumsi rokoknya semakin tinggi. Konsumsi rokok laki-laki tertinggi berada pada kuintil kalangan bawah dengan persentase 82 persen. Konsumsi rokok yang terbilang tinggi ini juga berkelindan dengan penyakit yang ditimbulkan. Riset dari Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) menunjukkan konsumsi rokok menyebabkan kerugian sistem kesehatan dan keluarga, senilai Rp27,7 triliun. BPJS Kesehatan pun menyatakan telah banyak mengeluarkan biaya untuk penyakit-penyakit mematikan namun sebenarnya dapat dicegah dengan menghentikan konsumsi rokok. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan lebih dari 40 persen perokok di dunia meninggal karena penyakit paru-paru, seperti kanker, penyakit pernapasan kronis, dan TBC. WHO mengatakan bahwa setiap tahun, penggunaan tembakau membunuh setidaknya delapan juta orang. Badan PBB itu melaporkan 3,3 juta pengguna akan meninggal karena penyakit yang terkait paru-paru. Jumlah ini termasuk orang yang terpapar asap rokok orang lain, di antaranya lebih dari 60.000 anak di bawah usia lima tahun yang meninggal akibat infeksi saluran bawah pernapasan karena merokok pasif.

Kenaikan Cukai Rokok Efektifkah Mengurangi Jumlah Perokok?

Beginilah jika rakyat diatur oleh sistem kapitalis. Rakyat akan gemar mengkonsumsi benda-benda yang berbahaya demi mendapatkan sensasi kenyamanan, rileks dan sekedar melupakan permasalahan yang sedang dihadapi. Yang penting happy. Rokok sudah menjadi gaya hidup. Bahkan perempuan, anak-anak dan remaja pun mengkonsumsinya. Berapa pun harganya akan mereka beli. Tidak peduli biaya konsumsi rokok berpengaruh kepada ekonomi keluarga dan menyebabkan kebutuhan penting keluarga tidak terpenuhi.

Di sisi lain fokus pemilik modal adalah keuntungan. Pengusaha yang memproduksi rokok pun semakin senang memproduksi karena pasti akan laku termasuk di kalangan masyarakat miskin. Selain itu negara juga mendapatkan keuntungan dari industri rokok ini berupa cukai rokok, biaya reklame rokok dan lainnya. Negara merasa terbantu menyelesaikan masalah pengangguran karena pabrik rokok menyerap banyak sekali tenaga kerja.

Negara telah mengabaikan keselamatan rakyat. Selama ini negara hanya melakukan himbauan kepada rakyat untuk menghindari rokok. Seperti peringatan yang dicantumkan disetiap bungkus rokok. Tetapi apalah artinya peringatan itu jika produksi rokok itu terus berlanjut. Iklan rokok pun tersebar dimana-mana termasuk dalam berbagai event seni dan olahraga, bahkan perusahaan rokok menjadi sponsor utamanya. 

Negara tidak kreatif mencari pemasukan negara dan membuka lapangan pekerjaan tanpa mengorbankan rakyatnya. Sehingga negara tidak terlihat upaya menutup pabriknya. Biasanya yang dilarang hanya peredaran rokok ilegal. Yang legal jalan terus.

Solusi di dalam Islam

Pada masyarakat Islam yang menerapkan syariat Islam kaffah, hal yang paling mendasar adalah akidah Islam. Akidah Islam mendorong setiap orang untuk melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya. Mendorong orang untuk meninggalkan kesia-siaan yang mendatangkan kemudharatan. Termasuk merokok yang menimbulkan banyak penyakit dan merugikan secara ekonomi. Menikmati hidup boleh tetapi tidak dengan merusak tubuh dan orang lain.

Pengusaha akan membuka bisnis yang menguntungkan dan tidak membahayakan masyarakat. Demikian juga negara mengeluarkan kebijakan yang memberikan kebaikan bagi masyarakat sesuai dengan panduan Al-Qur'an dan As-sunnah.

Negara akan senantiasa menjaga suasana keimanan masyarakat agar hidup hanya berlandaskan agama. Negara akan menjaga agar keluarga dan sistem pendidikan berbasis akidah, sehingga semua warga akan menjadikan islam sebagai pegangan hidupnya. 

Negara menciptakan lingkungan yang sehat yang membuat masyarakatnya bisa berpikir jernih dan bersemangat menghadapi kehidupan. Negara akan mengedukasi masyarakat agar mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan toyib (baik bagi kesehatan). 

Negara tidak tergiur dengan besarnya pajak industri rokok karena negara memiliki pendapatan yang stabil yang berasal dari pos-pos yang ditetapkan oleh syariat Islam.

Sehingga negara tidak segan-segan menutup industri yang membahayakan masyarakat dan memberikan sanksi yang tegas jika mereka tetap membuka bisnis tersebut.

Inilah cara tuntas untuk mengurangi bahkan menghentikan perokok. Maka selama sistem kapitalis ini tetap berlangsung, seberapa besar cukai rokok tidak akan pernah membuat masyarakat untuk berhenti merokok. Yang harus dibenahi adalah pemikiran masyarakat untuk memahami kemuliaan sistem Islam beserta syariahnya. Sehingga melahirkan kesadaran. Wallahu'alam.