-->

Kala Nyawa Tiada Berharga

Oleh: Beta Arin Setyo Utami. S.Pd (Owner Rumah Belajar Anugrah Ilmu)

Kemarin, hari ini, entah esok, lusa, pekan depan, bulan depan, tahun depan, entah sampai kapan dan di belahan bumi mana saja yang muncul manusia-manusia yang berpolemik dengan dunia yang penuh keletihan, kelelahan dan kepelikan hingga memilih bunuh diri dan menghabisi nyawa manusia terdekatnya dengan dalih solusi atas segala masalah dan bebas. Sudah tidak terhitung sekian banyaknya kasus bunuh diri dan pembunuhan yang terjadi di Indonesia kian hari kian mengerikan kian tak terkendali. Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan Komisaris Polisi Henrikus Yossi Hendrata membeberkan aktivitas pelaku pembunuhan 4 anak di Jagakarsa oleh Panca Darmansyah. Panca membunuh anak-anaknya dengan cara menyekap menggunakan tangan selama 15 menit per korban pukul 13.00 hingga 14.00. Anak-anaknya berinisial V (perempuan 6 tahun), S (perempuan 4 tahun), AS (laki-laki 3 tahun), dan AK (laki-laki 1 tahun). Kemudian Panca pun mencoba bunuh diri dengan cara menyayat tangan, kaki dan perutnya menggunakan pisau dapur. Eksekusi dilakukan mulai dari anak yang berusia paling muda hingga tertua. Bahkan, Panca juga merekam aksi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya, Devnisa Putri, pada Sabtu, 2 Desember 2023, (Metro.Tempo.com, 11/12/2023). Kasus bunuh diri dan pembunuhan terbaru datang dari kota Malang, sekeluarga yang tewas itu antara lain sang ayah berinisial WE (44) yang berprofesi sebagai guru sekolah dasar (SD), sang ibu berinisial SU (40), dan seorang putri berinisial RY (12) yang masih duduk di bangku kelas 7 SMP. Polisi menyebut motif para korban mengakhiri hidup karena persoalan beban utang, (detik.com, 14/12/2023). 

Tentu semua ini terjadi bukan tanpa sebab, bukan kebetulan, bukan pula dadakan, niscaya ini semua terjadi akibat serentetan pengaturan yang tidak memanusiakan manusia. Di mana manusia hidup, benar manusia tinggal di bumi yang telah tersedia bahkan terhampar segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup. Tapi bumi ini tidak diatur sebagaimana pengaturan yang benar sehingga manusia tidak bisa hidup layak dan sejahtera. Sehingga kekayaan bumi tak lagi dinikmati oleh kebanyakan manusia, kenyamanan lingkungan sosial tak lagi dimiliki kebanyakan manusia, bahkan ketenangan dengan Sang Pencipta menjadi hal yang begitu langka. Atmosfer kehidupan manusia kian panas dan tekanan hidup yang ditanggung manusia kian ganas. Lantas di manakah manusia mencari ketenangan dan solusi hakiki atas permasalahan kehidupan? Jika mereka tak lagi mengenal tempat bersandar yang benar, tak lagi tahu arah pulang yang benar, bahkan tak lagi mengenal jati dirinya sebagai hamba dan masih ada Tuhan. Tak ayal jalan pintas yang acap kali diambil di tengah kejumudan berpikir, yakni membunuh orang-orang yang disayang dan diakhiri bunuh diri. Sungguh tragis, bukannya kefatalan akan perbuatan bodohnya tengah menantang Tuhan, penghisaban yang begitu berat dan siksa-Nya yang begitu pedih siap menanti?. Telah jelas disampaikan oleh Imam Nawawi melalui Syarah Riyadhus Shalihin melampirkan riwayat dari Abu Zaid Tsabit bin Adh-Dhahhak Al-Anshari, di mana Nabi SAW bersabda, yang artinya: "Barang siapa membunuh dirinya sendiri dengan sesuatu, maka nanti pada hari kiamat ia akan disiksa dengan sesuatu itu." (Muttafaq Alaih). Hadits tersebut menekankan keharaman bunuh diri dan pelaku bunuh diri akan diadzab atau dihukum pada hari kiamat dengan cara ia membunuh dirinya sendiri. Demikian sebab balasan itu setimpal dengan perbuatannya. 

Bunuh diri yang menghilangkan nyawa dirinya sendiri begitu Allah laknat, apalagi yang menghilangkan nyawa atau membunuh orang lain baik satu nyawa maupun lebih, jelas akan Allah laknat dengan laknat yang tidak bisa kita bayangkan pedih dan dahsyatnya. Karena hilangnya nyawa seorang muslim lebih lebih besar perkaranya daripada hilangnya dunia, sebagaimana dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi SAW bersabda,  “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani). Sangat disayangkan jika nyawa seorang muslim harus hilang untuk sesuatu yang sifatnya duniawi terlebih dengan cara yang tidak manusiawi. Ini tentu tidak bisa dibiarkan, terlebih lagi jika suatu negara tidak peduli dan abai akan hilangnya nyawa rakyatnya, seakan nyawa manusia tidaklah berharga sama sekali. Mirisnya, wajah negara hari ini seakan menampakkan bahwa kehilangan satu investor lebih mengerikan daripada kehilangan nyawa rakyatnya sendiri. 

Islam memberikan perhatian sangat serius tentang persoalan nyawa manusia ini, bahkan perlindungan atas nyawa manusia merupakan salah satu dari maksud tujuan utama diturunkannya syariat, yaitu untuk menjaga dan melindungi jiwa. Hal ini menandakan bahwa penghargaan Islam yang sangat tinggi dan serius atas nilai seorang nyawa manusia. Nilai nyawa dalam Islam sangat tinggi dan begitu berharga di hadapan Allah swt dan Rasul-Nya. Terkait dengan masalah ini, Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Ma’idah ayat 32, “Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” Maka sangat jelas bahwa orang yang menghilangkan nyawa seseorang tanpa ada kesalahan yang jelas sesuai syariat, maka seolah-olah seperti membunuh semua manusia. Pesan ini pun tidak hanya dibebankan kepada individu semata, namun mempunyai makna yang lebih luas yaitu sebuah institusi negara. Karena negaralah benteng utama yang menjamin keselamatan setiap rakyatnya. Negara yang dipimpin seorang penguasa juga bertanggung jawab penuh di hadapan Allah atas apapun yang menimpa rakyatnya.

Jika suatu negara sudah tidak lagi peduli dengan nyawa rakyatnya maka penguasa negeri itu telah nyata berbuat dzalim pada rakyatnya, yang tentunya kelak akan berat pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT. Hal ini disebabkan karena sikap ketidakpedulian mereka atas aturan Allah SWT dan karena mereka telah menjadikan kepentingan diri dan kelompoknya sebagai standar penilaian dalam meletakkan dasar keadilan dan kepedulian. Mereka telah meninggalkan aturan Allah SWT dan memisahkannya dengan urusan kepentingan duniawinya, sekularisasi kehidupan. Sekulerisme telah menghancurkan nilai Islam dalam kehidupan dan mencabut fitrah manusia yang sejatinya memerlukan Rabb-nya untuk mengatur hidupnya. Dangkalnya pemahaman agama, memperparah keringnya kejiwaan. Materi lebih berharga dibandingkan iman, bahkan uang lebih berharga dari nyawa. Hilang rasa kasih sayang di antara saudara. Alhasil, menyakiti hingga membunuh sesama manusia berasa biasa. 

Demikianlah jika aturan Islam ditinggalkan maka yang akan terjadi adalah kekacauan dan tiada lagi berharga akan kehormatan dan jiwa manusia. Sementara sejatinya aturan Islam adalah untuk memuliakan manusia dan menjadikan kehidupannya tenang dan bahagia. Sehingga setiap jiwa dan nyawa manusia begitu berharga. Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan hadits dari jalur Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallama, bersabda:

“Sesungguhnya seorang imam itu laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Kekuatan ini bukan hanya pada pribadinya, tetapi pada institusi negaranya, yang dibangun karena pondasi pribadi dan negaranya sama, yaitu akidah Islam. Inilah perisai yang harus kita bangun kembali. Oleh karena itu umat Islam tidak boleh melupakan perisai ini. Jika umat melupakannya maka itu adalah musibah di atas musibah. Karena agama itu pondasi, sedangkan kekuasaan itu adalah penjaga. Sesuatu yang tanpa pondasi akan roboh dan sesuatu yang tanpa penjaga akan hilang. Untuk itu memperjuangkan tegaknya syari’at Islam dalam institusi negara Islam adalah sebuah kewajiban yang akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Wallahu’alam bishowab.