-->

Distribusi Pangan Murah Butuh Terapkan Sistem Sesuai Fitrah

Oleh: Agustin Pratiwi

Miris Bin ironis. Kian hari Negeri semakin dilanda masalah ekonomi yang serius baik terkait dengan isu kelaparan dan kemiskinan. Tragisnya, hal ini terjadi di negeri yang kaya akan sumber daya alam baik hasil laut maupun darat.

Panel harga badan pangan menunjukan indikator warna merah diberbagai wilayah untuk harga beras, cabai hingga gula konsumsi. Harga beras medium sudah meroket 20,35%, beras premium 15,27%, gula melonjak 11,89%, cabai keriting meroket 37,86%, bawang putih 34,18 %, begitupun harga tepung terigu dan minyak, semua serba naik (cnbcindonesia 3/11/2023). Itu berarti lebih dari 50% pengeluaran rumah tangga digunakan untuk membeli bahan pangan. Hal ini menjadikan ketidakstabilan dalam aspek keuangan di tengah keluarga dalam masyarakat.

Padahal negeri Indonesia telah dianugerahkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala dengan berbagai sumber daya alam termasuk dari hasil pangan yang melimpah dari laut dan tanahnya. Sangat ironis di tengah segala kekayaan yang ada masih banyak rakyat yang merasakan kelaparan sebab tak mampu menjangkau harga kebutuhan yang terus meningkat. 

Jika diteliti lebih dalam sebenarnya penerapan sistem kapitalisme sekuler yang kini mencengkram negeri adalah muara permasalahan ini. Setidaknya ada beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan harga pangan terus terjadi di Indonesia. Pertama, disebabkan kondisi iklim yang ekstrem mengakibatkan produktivitas yang buruk dan penurunan stok pangan kemudian diiringi kebijakan impor tanpa terkendali yang justru menjadi boomerang tergadainya kemandirian negeri sebab aspek penguasaan oleh para investor atau pengimpor pemilik modal. Kedua, penurunan luas lahan pertanian akibat kebijakan pembangunan infrastruktur yang kurang memperhatikan aspek lingkungan. Banyak dari sawah dan perkebunan milik masyarakat yang tergusur demi jalannya proses infrastruktur yang manfaatnya justru minim dibanding kerusakan yang ditimbulkan. Disamping itu, tatanan saatini meniscayakan hak kebebasan dalm kepemilikan hingga perusahaan swasta mendominasi dalam menyediakan pasokan benih sedangkan sulit bagi petani untuk mengakses kebutuhan benih tersebut. Wal hasil para kapitalis leluasa memprivatisasi  dan menjadi kontributor besar terkait naiknya harga pangan. Sistem kapitalisme sekuler juga menjadikan peran negara hanya sebagai regulator perpanjangan kepentingan para korporat pemilik modal tersebut. 

Tak bisa dipungkiri dalam tatanan ini keuntungan besar adalah cita utama, segala aturan dan kebijakan dicanangkan dengan klaim untuk menambah pemasukan negara, nahas hasilnya hanya dirasakan segelintir kalangan. Ironisnya kesejahteraan rakyat justru terabaikan. Kebijakan tersebut justru seolah menggadaikan kemandirian negara bahkan tak jarang merugikan hak masyarakat luas sebagaimana lahirnya undang-undang omnibus law. 

Islam sebagai agama yang memiliki aturan dalam berkehidupan yang merupakan petunjuk serta pedoman hidup yang datang dari Allah subhanahu wa ta'ala memiliki langkah langkah menyoal pengaturan ekonomi. Sistem pemerintahan Islam dapat mengembalikan tanggung jawab negara yakni sebagai pelindung rakyat dan menjalankan fungsi tegas dalam menindak segala praktek yang berpotensi mendzolimi masyarakat. Rasulullah saw. Menegaskan, “Imam (Khalifah) raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari).

Hadis tersebut menerangkan bahwa penguasa adalah pihak yang paling bertanggung jawab menjamin seluruh kebutuhan umat, terutama kebutuhan pangan, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Syariat telah mewajibkan negara memfungsikan diri sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Negara wajib memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok pada tiap warga begitu juga pemberian kesejahteraan serta pemenuhan kebutuhan dasar seperti kesehatan, keamanan dan pendidikan. Islam sebagai agama yang sempurna telah memiliki segala aturan yang melingkup seluruh aspek kehidupan manusia termasuk hal mewujudkan kedaulatan pangan. Adanya aturan tentang hukum kepemilikan dalam Islam, larangan praktek penimbunan untuk mencegah terhentinya distribusi, larangan monopoli, larangan distorsi harga, sanksi tegas atas tindak pelanggaran hingga aturan perdagangan luar negeri yang sangat ketat menunjukkan betapa Islam memperhatikan urusan kesejahteraan masyarakat. Dengan dorongan taqwa penguasa akan sepenuh hati memperhatikan rakyat karna ini perintah Rabbnya disamping kesadaran bahwa kursi kekuasaan yang tengah diamanatkan kelak dimintai pertanggungjawaban. 

Oleh karenanya, betapa yang dibutuhkan msyarakat saat ini adalah diterapkannya sistem Islam. Tak hanya demi meraih kesejahteraan di dunia namun juga keselamatan di akhirat oleh segenap struktur masyarakat terlebih parapemangku kursi kekuasaan. Wallahua’lambissawab.