-->

Adanya PKL: Benarkah Tata Kelola Kota Semrawut Dilakukan Paragdima Neoliberal?

Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak.

Para pedagang kaki lima (PKL) di trotoar Jalan Pangeran Diponegoro, Kecamatan Kutoarjo yang tergabung dalam Aliansi Pedagang Kecil Diponegoro (Alpek Dipo) menuntut solusi terkait dengan rencana relokasi para pedagang, pasalnya para pedagang ini sebelumnya telah mendapat surat peringatan ketiga dari dinas terkait soal aktivitas perdagangan mereka di trotoar. Akan tetapi, para pedagang mengaku belum mendapat sosialisasi sebelumnya terkait adanya penertiban PKL dan tempat untuk relokasi bagi para pedagang ini justru ambigu. (Purworejo.sorot.co)

Para PKL itu kemudian difasilitasi oleh DPRD Kabupaten Purworejo melalui Komisi III untuk dipertemukan dengan dinas-dinas terkait dalam sebuah audiensi yang diselenggarakan di gedung utama DPRD Purworejo, Jumat (01/12/2023) sore.

Apa itu PKL?

PKL atau pedagang kaki lima adalah istilah menyebut penjaja dagangan yang melakukan kegiatan komersial diatas daerah milik jalan (DMJ/trotoar) yang seharusnya diperuntukkan untuk pejalan kaki (wikipedia). Para PKL ini hanya ingin mencari sesuap nasi untuk keluarga nya karena lepas tangannya pemerintah dalam memenuhui kebutuhan pokok rakyat nya. 

Dalam situasi yang terhimpit, lowongan pekerjaan berbasis idealis bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa pekerjaan yang notabennya layak di ambil alih oleh pekerja asing dan aseng dilegalisasi melalui kebijakan omnibuslaw.  Ketika para PKL mengambil alih fungsi trotoar untuk kepentingan individualis harusnya ada edukasi terkait point tersebut.

Mengingat kita berada pada sistem demokrasi, dalam penyelesaian masalah sudah selayaknya menguraikan benang kusut ini harus sistematis, melewati mekanisme yang jelas. Fakta SP ke tiga sudah di berikan ternyata edukasi ditinggalkan menjadi polemik terkait kebijakan di negeri ini. Kenapa? Karena sistematis itu hanya ada di teori ketika praktek lapangan cari yang praktis mana jalan pintas tercepat.

Para pelaku dibalik demokrasi ini apakah berkompeten atau hanya mewarisi kekuasaan?

Ketika para pelaku kebijakan hanya mengobral janji terkait kemakmuran nyatanya tempat relokasi sampai detik ini belom ada kejelasan, mirisnya para PKL di tuntut untuk membuat NIB atau Nomor Induk berusaha adalah identitas pelaku usaha yang diterbitkan oleh lembaga OSS. Setelah memiliki NIB, maka pelaku usaha bisa mengajukan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional sesuai dengan bidang usahanya masing-masing. 

Sudah jatuh tertimpa tangga, nasib para PKL di Kutoarjo ketika diberikan janji manis tapi tak kunjung berbuah, sedangkan Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki berkata, "Jangan takut dipungut pajak, belum waktunya. UMKM masih kecil dipajakin, belum waktunya. Pajaknya tetap 0,5 persen. Presiden juga sudah setuju," ujar Teten dalam penyerahan NIB di Si Jalak Harupat, Bandung, Senin (13/2/2021). Menyoal statement ini, sekecil apapun angka dalam pungutan pajak, tetap lah ada nominal uang yang harus disetorkan. Rakyat jelata ketimpangan dipaksa hidup mandiri di waktu yang bersamaan harus ikut kontribusi untuk negara melalui pajak. Ketika kita jeli NIB ini kedepannya hanyalah jerat pajak seperti NPWP. 

Relokasi ditengah seretnya perekonomian?

Ditengah carut marutnya kestabilan ekonomi, negara malah sibuk merelokasi tempat yang sudah menghasilkan cuan dengan dalil kebersihan dan infrastruktur, seharusnya jika memang serius menanggapi kasus ini sudah dari awal fokus memberikan tempat untuk berjualan sesuai SNI dan terus diberikan edukasi serta arahan. Sangat jelas bahwa negara hanya menjadi regulator saja, lepas tangan dari tanggung jawab kepada rakyatnya. Tak luput dari pengamat politik islam bahwa sejauh ini solusi yang di suntikkan seputar himbauan untuk kesejahteraan dan perintah untuk penggusuran. Seperti halnya kasus ini, menyangkut pada hajat hidup orang banyak diiming-imingi akan dijamin lewat NIB yang sejatinya akan menjerumuskan pada jejaring pajak. Contoh lain kasus relokasi di Galang-Rempang dengan dalih penduduk tidak bersertifikat tanah dan dilakukan penggusuran secara paksa bahkan aparat pun mengeluarkan gas air mata yang membabi buta karena rakyat yang membelot. 

Dari kejadian ini kita bisa belajar bahwa solusi yang ditawarkan hanya tambal sulam, dengan bengis nya wajah oligarki membuat kebijakan tumpul keatas tajam kebawah. Memang hanya islam lah sebaik-baiknya solusi pada setiap tataran persoalan di muka bumi ini.

Bagaimana tata kelola kota di negeri ini?

Menyikapi kasus relokasi PKL kita sebagai rakyat biasa harus smart dalam memandang akar persoalan ini. Fakta ini menunjukkan buruknya tata kelola kota oleh negara, pada sistem ini negara menerapkan tata kelola paradigma neolibaral dimana pemerintah hanya sebagai regulator saja. Hak penguasaan untuk siap bangun diserahkan kepada pengembang swasta. 

Pembangunan yang dikerjakan oleh pengembang swasta dimana penggeraknya para korporat maka aktivitasnya dijadikan bisnis. Tidak lagi mempertimbangkan privatisasi kota, penggusuran rakyat miskin, rusaknya interaksi alami di masyarakat. Seperti contoh banyak sekali kasus agraria dengan solusi menindas rakyat sebagaimana rempang-eco city sangat jelas bahwa negara berada di pihak segelintir pemilik modal.

Negara mendorong pengusaha untuk melakukan pembangunan. Atas nama pertumbuhan ekonomi berbagai kemudahan diadakan seperti perizinan diberikan negara kepada pengembang swasta mengorbankan rakyat.

Tata kelola kota dalam sistem khilafah

Beda solusi dalam sistem islam(khilafah). Tata kelola kota dalam islam, alquran dan as-sunah adalah landasan berpijak dalam mengarungi, begitu pun standar perbuatan adalah keridhoan Allah. Sangat memperhatikan hubungan yang mengatur pribadi,lingkungan,berbangsa dan bernegara.

Dalam pembangunan pun, alquran menjadi acuan untuk perencanaan fasilitas, pendidikan, kesehatan, pembangunan, infrastuktur, dsb. Konsep tata kelola dalam islam terimplementasi dalam bernegara islam. Konsep islam mewajibkan khalifah bertanggung jawab mengurusi urusan rakyatnya termasuk memenuhi kebutuhan dasar, menghindari ancaman dari serangan, misalnya pada khalifah Al Mansur Kota Bagdad dibangun dari 4 benteng yang mengelilingi kota tersebut, masing-masing diberi nama Kuffah, Basroh, Khurosan, dan Damaskus sesuai dengan arah gerbang untuk menuju ke kota tersebut. Setiap gerbang memiliki pintu rangkap yang terbuat dari besi yang tebal.

Dalam melakukan pembangunan dan pengelolaan kawasan siap bangun, negara menggunakan prinsip siap layanan bukan menjadikan aset yang dibisniskan kepada rakyat atau diserahkan kepada pengembang swasta sebagai objek Perasan pajak negara, kemudian muncul lah kota damaskus dipersia, Kota Baghdad di Irak, Kota Isfahan di Iran, Kota Kordofa dan Granada di Andalusia. Begitu juga dengan Kota Mekkah dengan kabbah orientasi kiblat peribadatan khusus nya umroh serta haji dan Kota Madinah yang di bangun langsung oleh Rasulullah Muhammad SAW.

Khatimah

Saat ini, islam yang utuh memang tidak bisa kita indra, karena memang kenyataan islam tidak diterapkan secara menyeluruh untuk menyelesaikan problematika kehidupan dan polemik yang hadir ditengah-tengah masyarakat. Namun bukan berarti islam tidak layak untuk mengatur seluruh aspek kehidupan. Jika islam di kaji dan dipahami secara 'amikon (mendalam), tentu akan ditemukan hasil yang valid bahwa islam adalah  satu-satunya agama sekaligus mabda yang utuh dan paripurna serta layak diterapkan ditengah-tengah masyarakat.

Ketika kita sadar hidup dibawah naungan sistem demokrasi dengan asas sekulerisme dimana pemutus perkara adalah undang-undang buatan manusia, dimana akal nya terbatas menjadi wajar jika solusinya gali lobang tutup lobang. Benang yang kusut ini harus segera kita uraikan perlahan tapi pasti agar polemik ini dibasmi ke akarnya. Caranya bagaimana? Pahami islam secara kaffah!

Wallahu'alam bisowab.