-->

Menggali Realitas Hari Anak Nasional di Era Kapitalisme: Mengenali Tantangan dan Solusi bagi Kesejahteraan Generasi Muda

Oleh: Milawati (Aktivis Back to Muslim Community)

Indonesia merupakan negara dengan populasi anak terbanyak keempat di dunia, dengan jumlah sekitar 80 juta anak, yang merupakan sepertiga dari total populasi penduduk Indonesia. Oleh karena itu, Hari Anak Nasional menjadi momen penting dalam agenda nasional untuk memperingati hak-hak anak dan mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan kesejahteraan mereka. Namun, di balik perayaan yang meriah yang digelar setiap tahun, termasuk pemberian penghargaan Propinsi, Kabupaten dan Kota Layak Anak. Terdapat realitas kompleks yang perlu dipertimbangkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme yaitu:

Kesenjangan Sosial dan Ekonomi: 

Di bawah sistem kapitalisme, kesenjangan sosial dan ekonomi dapat menjadi faktor utama yang mempengaruhi kesejahteraan anak-anak. Ketimpangan pendapatan dan akses ke sumber daya dapat membatasi kesempatan anak-anak untuk mengakses layanan pendidikan, kesehatan, dan perawatan yang memadai. Anak-anak dari keluarga berpendapatan rendah cenderung menghadapi hambatan untuk mengakses fasilitas pendidikan yang memadai. Kurangnya akses pendidikan yang berkualitas dapat menghambat perkembangan intelektual dan potensi anak-anak, serta meningkatkan risiko putus sekolah.

Kesenjangan sosial dan ekonomi juga berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan anak-anak. Anak-anak dari keluarga miskin atau terpinggirkan rentan menghadapi masalah gizi buruk dan penyakit terkait. Kondisi kesehatan yang buruk dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kognitif anak, sehingga mempengaruhi potensi dan kualitas kehidupan mereka di masa depan.

Selain itu, kesenjangan sosial dan ekonomi dapat berdampak pada keterbatasan akses anak-anak terhadap kesehatan mental. Beban ekonomi dan sosial yang tinggi pada keluarga berpenghasilan rendah dapat menyebabkan stres dan ketidakstabilan emosional, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kesehatan mental anak-anak.

Eksploitasi Tenaga Kerja Anak: 

Eksploitasi tenaga kerja anak di bawah sistem kapitalisme merupakan isu serius yang mengancam kesejahteraan dan hak-hak anak-anak. Dalam sistem ekonomi yang mengutamakan profit dan persaingan bisnis, anak-anak seringkali menjadi kelompok yang rentan dieksploitasi oleh pengusaha yang mencari tenaga kerja murah dan tidak terlindungi. Kondisi ini sering terjadi di beberapa sektor industri yang memanfaatkan tenaga kerja anak, terutama dalam industri yang memerlukan pekerjaan fisik yang berat atau pekerjaan dengan risiko tinggi.

Dalam situasi eksploitasi tenaga kerja anak, anak-anak dipaksa untuk bekerja di bawah kondisi yang berbahaya dan seringkali tidak aman. Mereka mungkin terlibat dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan usia dan kemampuan mereka, mengorbankan hak-hak mereka untuk bermain, bersekolah, dan mengalami masa kanak-kanak dengan baik. Beban kerja yang berat dan kondisi kerja yang buruk dapat menyebabkan kerugian fisik dan emosional bagi anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan.

Selain itu, upah yang rendah atau bahkan ketiadaan upah untuk pekerjaan anak membuat mereka terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang sulit untuk dikeluarkan. Kurangnya pendapatan menyebabkan anak-anak kesulitan memenuhi kebutuhan dasar mereka dan dapat menyebabkan mereka menjadi terpinggirkan dalam masyarakat. Ini juga menghambat kesempatan anak-anak untuk belajar dan mengembangkan potensi mereka, karena mereka terpaksa bekerja demi kelangsungan hidup mereka dan keluarga.

Dampak Konsumerisme dan Iklan: 

Dalam budaya konsumerisme yang dipicu oleh kapitalisme, anak-anak menjadi target pasar yang potensial. Perusahaan dan industri berlomba-lomba untuk menarik perhatian anak-anak dengan iklan yang menggoda dan menggiurkan, seringkali menampilkan produk atau mainan yang menarik minat mereka. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan media, anak-anak kini lebih mudah terpapar iklan melalui berbagai platform seperti televisi, internet, media sosial, dan permainan digital.

Iklan yang agresif dan penuh iming-iming dapat mempengaruhi persepsi nilai dan kebahagiaan anak-anak. Pesan-pesan iklan yang menyajikan produk sebagai sesuatu yang sangat diinginkan membuat anak-anak merasa tertarik dan ingin memiliki barang tersebut. Seiring dengan perkembangan dunia pemasaran yang semakin kreatif, anak-anak seringkali menjadi sasaran empuk untuk menjadi konsumen yang potensial.

Akibatnya, anak-anak cenderung mengembangkan rasa keinginan yang berlebihan terhadap barang-barang tertentu, bahkan jika sebenarnya mereka tidak membutuhkannya. Pengaruh iklan dan tekanan konsumerisme dapat membuat anak-anak merasa bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup bergantung pada kepemilikan benda-benda material. Hal ini dapat menyebabkan mereka terjebak dalam siklus yang tak pernah puas, selalu mencari kepuasan dan kebahagiaan melalui barang-barang yang mereka miliki.

Dalam prosesnya, anak-anak bisa kehilangan fokus pada hal-hal yang lebih penting dalam hidup, seperti waktu bersama keluarga, kegiatan kreatif, dan pembelajaran. Iklan yang berlebihan juga dapat mempengaruhi dinamika keluarga, menyebabkan konflik dan stres ketika anak-anak terus-menerus meminta atau menginginkan barang-barang yang ditampilkan dalam iklan.

Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim: 

Kapitalisme yang tidak terkontrol juga berdampak negatif pada lingkungan hidup, meningkatkan risiko perubahan iklim dan krisis lingkungan. Model ekonomi yang fokus pada pertumbuhan tanpa batas dan keuntungan finansial sering mengabaikan dampaknya terhadap lingkungan alam. Dalam upaya untuk meningkatkan produksi dan konsumsi, sektor industri seringkali menggunakan sumber daya alam secara berlebihan, menghasilkan limbah dan polusi yang merusak ekosistem.

Anak-anak sebagai generasi masa depan harus menghadapi konsekuensi dari kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh ketidakberlanjutan ekonomi. Perubahan iklim yang semakin ekstrem, seperti kenaikan suhu global, banjir, kekeringan, dan cuaca yang tidak stabil, berdampak langsung pada kondisi kehidupan mereka. Anak-anak di seluruh dunia terancam oleh bencana alam yang semakin sering terjadi dan dapat menghancurkan komunitas serta mempengaruhi akses mereka terhadap pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Selain itu, degradasi lingkungan juga berdampak pada ketersediaan air bersih, keberlanjutan pangan, dan keanekaragaman hayati, yang secara langsung mempengaruhi kesejahteraan dan hak-hak anak-anak. Anak-anak di daerah pedesaan atau masyarakat miskin seringkali menjadi kelompok yang paling rentan terhadap krisis lingkungan ini, karena keterbatasan akses mereka terhadap sumber daya dan kesulitan untuk bertahan dalam kondisi yang semakin ekstrem.

Dalam menghadapi krisis lingkungan ini, anak-anak juga menjadi agen perubahan yang penting. Mereka memiliki peran dalam memahami pentingnya keberlanjutan dan melibatkan diri dalam upaya untuk melindungi lingkungan alam. Pendidikan lingkungan yang disertai dengan kesadaran tentang hak-hak anak dan kepedulian terhadap masa depan planet ini harus didorong sejak dini.

Kegagalan Sistem Kapitalisme dalam Memenuhi Hak-hak Anak 

Menyikapi hal di atas, peran sistem kapitalisme yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan profit memang telah menyisakan banyak masalah dalam upaya mencapai kesejahteraan anak-anak. Anak-anak yang hidup di bawah sistem ini seringkali menghadapi berbagai tantangan yang menghalangi hak-hak mereka untuk hidup bahagia dan berkembang secara optimal.

Bagaimana anak-anak bisa bersukacita jika berbagai bentuk kekerasan, baik verbal, fisik, maupun psikis masih mengancam kehidupan mereka? Ketidakamanan dan kekerasan yang melingkupi lingkungan anak-anak menghambat perkembangan mereka secara emosional dan fisik. Perasaan ketakutan dan traumatis dapat mengganggu hak-hak mereka untuk hidup bebas dari ancaman kekerasan dan hak untuk mendapatkan perlindungan yang layak.

Bagaimana anak-anak bisa bergembira, sedangkan hak pendidikan mereka terabaikan hanya karena keterbatasan ekonomi? Kesulitan dalam mengakses pendidikan berkualitas akibat kemiskinan menyebabkan anak-anak kehilangan peluang untuk belajar dan berkembang. Ketidakmampuan untuk memenuhi biaya pendidikan, termasuk buku, seragam, dan biaya sekolah, menyebabkan banyak anak terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang sulit mereka pecahkan.

Bagaimana anak-anak bisa terus ceria, sedangkan hak mendapatkan penghidupan yang layak tidak diurus negara dengan baik? Kemiskinan dan kurangnya keberpihakan negara terhadap rakyat telah mengakibatkan sulitnya mendapatkan pekerjaan yang layak dan akses ke layanan kesehatan yang terjangkau. Anak-anak yang hidup dalam kondisi seperti ini seringkali menghadapi tantangan kesehatan yang serius dan ketidakpastian tentang masa depan mereka.

Sungguh, penerapan kapitalisme telah menyebabkan masalah-masalah sosial yang serius. Angka stunting meningkat karena akses terbatas terhadap nutrisi dan gizi yang memadai. Angka putus sekolah juga mengalami peningkatan karena kesulitan ekonomi dan kurangnya akses ke pendidikan berkualitas. Lebih lagi, kebijakan yang cenderung pro-kapitalis terkadang mengesampingkan kepentingan dan perlindungan hak-hak anak.

Peran negara dalam menjaga generasi muda tampak kurang optimal. Kebijakan serba kapitalistik terkadang membuat perlindungan anak menjadi minim, dan kejahatan terhadap anak seringkali terjadi tanpa konsekuensi yang memadai bagi pelakunya. Undang-undang Perlindungan Anak yang ada belum selalu efektif dalam mencegah kriminalitas terhadap anak, sehingga banyak anak tetap menjadi korban kekerasan dan eksploitasi.

Islam Memenuhi Hak-hak Anak 

Anak bukanlah sekadar aset negara; mereka merupakan penjaga masa depan bagi generasi saat ini. Ketika hak-hak anak terabaikan, masa depan generasi menjadi rawan menghadapi kehancuran. Seperti sebuah investasi masa depan, negara harus memastikan pemenuhan kebutuhan dan jaminan hak-hak anak agar kehidupan generasi dapat berjalan dengan baik. Menyiapkan generasi saat ini berarti kita sedang mempersiapkan masa depan gemilang bagi peradaban yang cemerlang.

Islam memberikan perhatian besar terhadap perlindungan anak-anak yang mencakup aspek fisik, psikis, intelektual, moral, ekonomi, dan lainnya. Islam memandang pentingnya memenuhi semua hak-hak anak, seperti kebutuhan sandang, pangan, menjaga nama baik dan martabatnya, kesehatan, serta menghindarkan mereka dari kekerasan dan bahaya.

Dalam Islam, ada tiga pihak yang berkewajiban menjaga dan menjamin kebutuhan anak-anak. Pertama, keluarga memiliki peran utama sebagai madrasah bagi anak-anak. Orangtua, terutama ayah dan ibu, harus bekerja sama dalam mendidik, mengasuh, serta memastikan anak-anak mendapatkan gizi yang cukup. Asuhan keluarga harus didasari oleh keimanan dan ketakwaan kepada Allah Taala.

Kedua, lingkungan juga berperan penting dalam menciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Masyarakat memiliki tanggung jawab sebagai pengontrol perilaku anak dari kejahatan dan kemaksiatan. Dengan menerapkan sistem sosial Islam, masyarakat akan lebih cenderung melakukan amar makruf nahi mungkar kepada siapa pun.

Ketiga, negara memiliki peran sebagai pengurus utama. Negara wajib memastikan pemenuhan kebutuhan anak-anak, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Dengan menerapkan sistem pendidikan Islam berkualitas dan tanpa biaya, setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan hingga jenjang pendidikan tinggi. Sistem pendidikan Islam mampu membentuk generasi berkepribadian Islam dan berakhlak mulia.

Pada intinya, anak dapat terlindungi dan terjaga dengan baik hanya dalam asuhan sistem Islam yang kafah. Dengan memenuhi hak-hak mereka dan melaksanakan kewajiban negara sebagai pengurus, keberkahan syariat Allah Swt. akan mengalir bagi kita semua. Perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak adalah pondasi penting dalam membangun masyarakat yang adil dan sejahtera.