-->

Krisis Pengelolahan SDA: Negara Abai Rakyat Menderita

Oleh: Ukhty Linda Safitri (Aktivis Dakwah)

Sebanyak enam orang warga meninggal dunia akibat bencana kekeringan yang melanda Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah.Dari enam orang tersebut, satu orang di antaranya adalah anak-anak."Bencana kekeringan telah menyebabkan enam orang meninggal dan kelaparan bagi masyarakat di daerah terdampak," kata Bupati Puncak Willem Wandik dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/7/2023).Para korban meninggal usai mengalami lemas, diare, panas dalam, dan sakit kepala.Sementara itu menurut data Kementerian Sosial, ada 7.500 jiwa yang terdampak kekeringan, PAPUA TENGAH, KOMPAS.com.

Imbasnya mereka mengalami kelaparan lantaran gagal panen.

"Data sementara 7.500 jiwa warga di kedua distrik terdampak gagal panen akibat kekeringan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Perlindungan Korban Bencana Alam Kemensos Adrianus Alla.

Kelaparan kembali melanda masyarakat Papua. Bencana kelaparan telah berulang kali terjadi di Papua, terutama di dataran tinggi. Arsip Kompas mencatat, pada Agustus 1982 ribuan orang kelaparan dan 18 di antaranya meninggal di Desa Kuyuwage I dan Kuyawage II yang waktu itu masuk wilayah Kabupaten Jayawijaya. Total korban jiwa akibat kelaparan di Jayawijaya saat itu dilaporkan mencapai 112 orang, 367 orang mendapat perawatan, dan 3.000 orang lainnya kekurangan gizi. 

Bencana kelaparan juga terjadi di Paniai pada 1984, menewaskan 231 orang. Dua tahun kemudian, kelaparan menewaskan 169 orang di Distrik Kurima, Jayawijaya. Pada 1997, saat kekeringan panjang melanda, kembali terjadi bencana kelaparan yang menyebabkan 421 orang meninggal dunia di Jayawijaya. Kemudian menyusul Merauke 24 orang, Puncak Jaya (dahulu Paniai) 23 orang, dan Nabire 21 orang.Berikutnya, pada Desember 2005, bencana kelaparan juga melanda Kabupaten Yahukimo, Papua. Dilaporkan, 55 orang meninggal dan 112 kritis akibat kelaparan di tujuh distrik di Yahukimo. Tentu masih segar di ingatan, pada 2018 sebanyak 71 anak di Asmat meninggal dunia karena gizi buruk dan campak. Kelaparan di Papua telah terjadi dari tahun ke tahun, selan 78 tahun kemerdekaan RI kasus ini tidak juga berhasil terselesaikan dan mirisnya Papua merupakan negeri yang kaya akan SDA nya.Papua merupakan negeri yang kaya akan bahan tambang seperti tembaga, emas, batu bara, besi, batu kapur, pasir kaolin, minyak bumi dan gas alam.Perlu diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, Indonesia memiliki tambang emas seluas 1.181.071,52 hektare (ha). Tambang tersebut tersebar di 25 provinsi.Papua memiliki tambang emas terbesar di Indonesia dengan luas mencapai 229.893,75 ha. Tambang emas tersebut tersebar di enam kabupaten, yakni Pegunungan Bintang, Keerom, Nabire, Dogiyai, Mimika dan Paniai.Papua juga memiliki sebanyak 1.76 juta ton biji dan 1.875 juta ton biji untuk cadangan perak. Berdasarkan data Booklet Perak yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020,ini cadangan sumberdaya yang dimiliki Tanah Papua.

Papua diketahui kaya akan tembaga. Bahkan, berdasarkan data Freeport McMoran yang mengoperasikan tambang tembaga salah satu hasil tambang terbesarnya ada di Bumi Papua.Pada 2021, Tambang Grasberg yang ada di Papua, Indonesia, memproduksi 1,34 miliar pon tembaga pada 2021 lalu. Produksi ini kalah dari operasi Freeport-McMoRan di Amerika Utara yang memproduksi 1,46 miliar tembaga.Terakhir, produksi tembaga Freeport mencapai 1,05 miliar pon di Amerika Selatan. Ini berarti total produksi tembaga Freeport-McMoRan mencapai 3,84 miliar pon. Ini artinya Tanah Papua begitu kaya akan Tembaga.

Begitu kaya negeri Papua, apabila SDA dikelola dengan benar maka tidak akan ada lagi kelaparan yang melanda rakyat Papua, lantas mengapa kelaparan selalu menerpa masyarakat Papua? Kemana perginya hasil dari SDA Papua yang melimpah ruah? Hal ini menunjukkan bahwa sistem ekonomi kapitalisme membawa kesengsaraan bagi rakyat,  SDA yang ada di negeri Papua menjadi ladan investasi negara asing dan masyarakatnya tidak mendapatkan apapun dari hasil buminya,miris. 

Kondisi ini tidak akan pernah berubah, kelaparan yang melanda masyarakat Papua tidak akan pernah terselesaikan apabila masih menggunakan sistem ekonomi kapitalis dimana para pemilik modal lah yang berkuasa dan menghalalkan segala usaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Kemensos mengaku akan menyiapkan lumbung penyimpanan bahan makanan. Pihak pemberi bantuan sempat mengalami kendala dalam penyaluran bantuan. Penyebabnya karena faktor keamanan dan akses. Menurut Willem kasus penyanderaan pilot Susi Air oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) menjadi alasan maskapai takut menuju ke distrik tersebut. Belum lagi dengan kejadian penembakan pesawat yang belakangan ini terjadi.

"Nah sehingga daerah ini menjadi pilot maupun maskapai bahkan juga kami semua jadi trauma dengan hal itu," tandasnya. Pemimpin memiliki kewajiban menjamin kondisi rakyatnya, banyak alternatif yang dapat digunakan untuk menyalurkan bantuan dan pemimpin harus mampu memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sepert halnya pada masa khalifah Umar bin Khattab, beliau merupakan seorang pemimpin yang memikul sendiri kebutuhan rakyatnya yang kelaparan tanpa banyak alasan. Kapitalisasi SDA akan selesai serta kelaparan Papua musnah hanya ketika sistem ekonomi dijalankan sesuai dengan syariat islam, Islam rahmatan lil'alamin. 

Wallahua'lam bisshawaf