-->

Krisis Air Bersih Mencekam Rakyat di Musim Kemarau, Apakah El-Nino Pengaruh Utamanya?

Oleh: Rasmilah R (Tim Pena Ideologis Maros) 

Penurunan debit air menurun drastis sejak Mei lalu, menyebabkan sumur kering dan instalasi pamsimas (program penyediaan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat) benar-benar tidak terisi air. (republika.id).

Turunnya debit air karena wilayah setempat memasuki musim kemarau yang puncaknya bulan Agustus disertai fenomena El-Nino. Fenomena El-Nino adalah fenomena cuaca yang mempengaruhi curah hujan pada suatu wilayah. El-Nino juga menyebabkan perubahan iklim, tidak hanya di Indonesia tapi dibeberapa negara.  Perubahan iklim El-Nino dapat memicu kekeringan dan kemarau panjang di beberapa wilayah Indonesia.

Salah satu wilayah yang mengalami krisis air bersih yaitu di Semarang. Sekitar 800 jiwa dari 250 kepala keluarga (KK) warga lingkungan RT 03/RW 04, Dusun Kebontaman, Desa Kalikayen, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang mengalami krisis air bersih karena kekeringan. (republika.id)

Untuk bertahan dari krisis ini, warga setempat mengandalkan air Sungai Pengkol yang debit airnya juga sudah berkurang cukup signifikan. Meski masih berada di wilayah Desa Kalikayen, Sungai Pengkol untuk mencuci tersebut berjarak 1 kilometer dari lingkungan Dusun Kebontaman.

Sedangkan, untuk kebutuhan memasak dan air minum, desa tersebut benar-benar sudah mengalami krisis. Bagi warga yang mampu, mereka bisa membeli air galon dari warung/kios di lingkungan Dusun Kebontaman. Namun, sebagian besar adalah warga yang kurang mampu.

Menurut keterangan Pusat Jacobus Dwihartanto, selaku Bendahara Palang Merah Indonesia (PMI), mengatakan bahwa pihaknya telah menyalurkan bantuan sebanyak 1.500 liter atau tiga tangki air bersih kepada warga. Penyaluran ini merupakan bentuk antisipasi ancaman bencana kekeringan.

Tentu kekeringan seperti ini bukanlah perkara baru, tapi sudah sering melanda Indonesia hingga tak henti-hentinya mencekam rakyat. Mirisnya, kepemimpinan saat ini hanya mampu memberikan solusi jangka pendek tanpa menyentuh akar masalah. 

 Namun, apakah fenomena El-Nino penyebab utama permasalahan ini? 

Memasuki musim kemarau yang dipicu fenomena El-Nino rakyat dilanda krisis air bersih. Anehnya, di tengah bencana kekeringan, ternyata masih banyak air bersih dalam bentuk kemasan yang dijual dijalanan baik di toko-toko kecil maupun toko besar.

Air kemasan yang dijual adalah bentuk eksploitasi sumber mata air oleh pebisnis AMDK (Air Minum Dalam Kemasan). Eksploitasi ini sangat berpengaruh besar terhadap kekeringan yang sedang melanda rakyat. Berdasarkan penelitian pada tahun 2009 menunjukkan bahwa industrialisasi air minum dalam kemasan pada lahan seluas 5,5 ha oleh 5 perusahaan AMDK telah menghilangkan wilayah tangkapan air. (Dikutip dari: news.visimuslim.org)

Dari penelitian ini, El-Nino bukanlah satu-satunya faktor kekeringan di tengah gempuran kemarau ekstrem. Tapi adanya tangan-tangan manusia yang hanya mementingkan keuntungan pribadi semata.

Seperti inilah tata pengelolaan air bersih dalam pengurusan kapitalisme. Penguasa lebih mengedepankan materi dibanding kesejahteraan rakyatnya. Penguasa memberikan perhatian penuh kepada para pemilik modal.

Pengelolaan Air Bersih dalam Islam

Di dalam Islam, sumber-sumber air termasuk mata air, hutan, danau, air sungai, dan lautan adalah milik umum. Maka, penguasa tidak berkewajiban memberikan hak konsesi atau pemanfaatan istimewa kepada para pemilik modal terhadap air bersih. Karena Allah Ta’ala telah menurunkan bumi dan seisinya beserta kadarnya  untuk menunjang kehidupan manusia termasuk sumber-sumber mata air. 

 “Dan yang menurunkan air dari langit menurut ukuran (yang diperlukan) lalu dengan air itu Kami hidupkan negeri yang mati (tandus). Seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur).” (QS. Az-Zukhruf: 11). 

Pengelolaan liberalis sangat berbeda dengan pengelolaan Sistem Islam. Sumber air yang jumlahnya melimpah ruah, seperti mata air, sungai, laut, selat, teluk, danau merupakan wilayah ammah (kepemilikan umum).

 “Muslim berserikat dalam 3 hal: dalam padang gembala, air, dan api.” (HR. Abu Dawud). 

Jadi, secara alami peringatan hadis tersebut mencegah individu untkuk menguasai sumber-sumber air. Sehingga sumber air dalam sistem Islam tidak bisa dikomersialkan oleh pihak swasta.

Penguasa dalam Islam akan menindak tegas kepada para perusak lingkungan seperti kapitalisasi sumber air oleh AMDK dan sejenisnya.

Negara dalam Islam benar-benar mengelola sumber air untuk kebutuhan rakyat seperti untuk minum, keperluan rumah tangga, pakan ternak hingga irigasi pertanian.

Selain itu, negara melakukan penjagaan kelestarian sumber-sumber air dengan melakukan pemeliharaan. Seperti menata tepian sungai dan membersihkan sungai. Pendanaan pengelolaan ini datangnya dari Baitulmal karena ujung-ujungnya demi kepentingan masyarakat luas maka diambil dari dana publik.

Pengelolaan dari kacamata Islam, sangat menguntungkan rakyat. Kebutuhan air bersih rakyat terjamin tanpa meminta bantuan dari pihak lain dan tidak perlu mengeluarkan biaya yang banyak untuk mendapatkan air bersih.

Di sisi lain, negara juga tidak mengabaikan kekeringan ekstrem yang melanda. Negara akan mengerahkan semua ahli khusus dan hebat seperti ahli hidrologi, geologi, BMKG dan ahli lainnya yang berhubungan dengan kondisi iklim dan curah hujan untuk menyusun strategi jangka pendek dan jangka panjang. Hasil dari strategi itu, masyarakat akan terhindar dari kekeringan air bersih sekalipun tinggal di daerah yang curah hujannya sedikit.

Dari strategis pengelolaan Negara dalam Islam, jika sumber air dikelola sesuai syariat, maka potensi curah hujan di Indonesia yang mencapai 2, 89 ml per tahun menurut data tahun 2022, indonesiabaik.id , mampu memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat.

 Wallahu a'lamu bish-shawab.