-->

Kekerasan Remaja Kian Marak, Buah Kegagalan Sistem Pendidikan?

Oleh: Waryati (Pegiat Literasi) 

Pembunuhan yang menimpa MNZ (19) mahasiswa Universitas Depok (UI) meninggalkan duka mendalam terutama bagi ibundanya. Mengingat kematian putranya begitu tragis dan tentu siapapun tak terima ketika anak kesayangannya meregang nyawa, terlebih meninggal akibat menjadi korban pembunuhan. 

MNZ (19) ditemukan tewas di kamar kostnya terbungkus plastik hitam di Kawasan Kukusan, Beji, Kota Depok Jum'at (4/8/2023). Pelaku pembunuhan merupakan kenalan korban di kampus berinisial AAB (23). Menurut hasil penyelidikan kepolisian AKP Nirwan Pohan, motif pelaku membunuh karena iri dengan kesuksesan korban dan terlilit bayar kostan serta pinjol (pinjaman online). Setelah membunuh, pelaku mengambil laptop dan HP korban, Republika Sabtu (05/08/2023). 

Selain kasus pembunuhan mahasiswa UI,  marak pula perundungan di institusi pendidikan. Tercatat ada 16 kasus perundungan selama Januari-Juli 2023, dan empat diantaranya terjadi di bulan Juli lalu. Menurut FSGI 16 kasus perundungan terjadi di beberapa satuan pendidikan. Di jenjang pendidikan SD terdapat jumlah paling besar, yakni 25%, SMA 18,75%, SMK 18,75%, MTS 6,25% dan pesantren 6,25%. Tempo.co, Jakarta Jum'at (04/08/2023). 

Adanya kasus pembunuhan di kalangan mahasiswa juga terjadinya perundungan di lingkungan sekolah mencerminkan rusaknya sistem pendidikan saat ini. Lebih mirisnya, perundungan tak hanya terjadi di kalangan siswa, namun juga semakin melibatkan banyak pihak, termasuk guru dan orang tua siswa didik. 

Adapun pelaku perundungan di sekolah didominasi oleh peserta didik yang berada diurutan paling atas, dengan 92,5% sejumlah 87 pelaku, Disusul dilakukan oleh pendidik 5,3% oleh 5 pendidik. 1% oleh orang tua peserta didik dan 1% lagi oleh Kepala Madrasah, Tempo.co, Jakarta, Jumat (04/08/2023). 

Melihat begitu banyaknya kasus perundungan sampai pembunuhan berulang terjadi di institusi pendidikan, menandakan telah terjadi krisis akhlak dalam sistem pendidikan sekarang. Berbagai kasus yang terjadi memberikan sinyal betapa begitu banyak PR dunia pendidikan. Dan harusnya memberikan alarm keras bagi seluruh elemen masyarakat, terlebih untuk institusi pendidikan itu sendiri untuk berbenah dan menelaah penyebab berbagai krisis di dunia pendidikan. 

Memang benar, telah ada upaya dari pemerintah dalam melakukan pengkajian terkait rusaknya akhlak siswa yang menjadi penyebab kriminalitas makin sadis terjadi di dunia pendidikan. Termasuk juga dengan terus merevisi kurikulum sebagai upaya pembentukan karakter siswa. Akan tetapi, secara bersamaan pemerintah pun menggulirkan kebijakan Undang-undang perlindungan anak. Dan itu dirasa banyak pihak kurang efektif untuk mewujudkan pembentukan karakter anak karena terjadi tumpang tindih kebijakan serta tidak sesuai dengan spirit pendidikan. 

Di satu sisi pendidikan ingin mewujudkan karakter anak berkepribadian baik, berbudi pekerti luhur, paham terhadap norma-norma yang diterapkan di institusi pendidikan. Serta menginginkan para peserta didik memahami tujuan pendidikan. Namun di sisi  lain, adanya Undang-undang perlindungan anak menjadikan proses pendidikan tidak sesuai dengan spirit pendidikan. Betapa tidak, tak sedikit siswa didik justru menjadi pelaku perundungan dengan alasan tak terima ditegur gurunya meski pada faktanya jelas bersalah. Atau orang tua siswa didik tak terima anaknya mendapat teguran dengan alasan mereka masih di bawah umur. Padahal teguran tersebut sejatinya mengingatkan siswa agar pelanggaran tidak berulang. Lebih jauh, teguran itu tak lain sebuah pembelajaran demi tercapainya tujuan pendidikan di sekolah. 

Tak hanya itu, banyak faktor yang berperan dalam pembentukan karakter siswa dan mahasiswa. Selain pengaruh pola didik keluarga, lingkungan, pergaulan, termasuk media sosial juga berperan besar dalam memengaruhi pola sikap dan pola pikir anak. Tontonan yang setiap hari mereka tonton bisa berubah menjadi tuntunan. Tak dimungkiri pula banyak konten kekerasan berseliweran sehingga berpotensi ditiru oleh anak. Alih-alih dapat berpikir solutif, faktanya, justru anak yang mentalnya belum matang malah mudah terbakar emosi ketika terjadi percekcokan dengan sesama temannya akibat sering menonton media sosial. Maka dari itu, setiap tayangan media sosial harus benar-benar diperhatikan. Seperti kita ketahui, konten tidak bermanfaat termasuk di dalamnya pinjol hingga kini menjadi sebab terjadinya kasus kekerasan. 

Oleh sebab itu, untuk mewujudkan tujuan pendidikan sesuai visi misi yang diinginkan, jelas dunia pendidikan harus direvisi secara menyeluruh. Sehingga tujuan pembentukan karakter siswa/mahasiswa tidak kehilangan arah. Pun sistem pendidikan harus mampu menyolusi setiap permasalahan hingga tuntas sampai ke akarnya. 

Jika kita telisik kompleksnya kenakalan yang berujung pada kekerasan remaja/mahasiwa, sejatinya bukan hanya pendidikan yang perlu dievaluasi, namun juga sistem sekuler yang menjadi asas hidup. Sistem ini telah terbukti menjadi penyebab utama kebobrokan terjadi di setiap lini kehidupan. Sistem sekuler juga memisahkan agama dari negara. Sehingga dalam tata kelola negara lebih mementingkan standar maslahat manusia, bukan merujuk pada aturan syariat. Oleh karenanya, dalam sistem ini, penguasa lebih merumuskan kebijakan hanya berdasar kepentingan penguasa serta kepentingan orang-orang yang mendukung kekuasaan. 

Melihat rusaknya akhlak remaja/mahasiswa sekarang akibat diterapkannya sistem sekuler berikut penerapan sistem pendidikan sekuler. Hal ini harus menjadikan kita segera mengevaluasi dan kembali pada sistem Islam beserta sistem pendidikan Islam. 

Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi semua umat. Tak terkecuali kewajiban negara dalam menyelenggarakan pendidikan yang baik demi terbentuknya karakter baik. Karakter ini harus mewujud pada sosok yang mampu menyelami makna ilmu melalui proses pendidikan. Pemikiran serta pemahaman yang terbentuk dari pendidikan harus menghasilkan sesuatu yang berdampak bukan saja bagi dirinya, namun juga bagi lingkungan dan masa depannya. Sistem pendidikan tersebut tak lain adalah pendidikan berbasis akidah Islam. 

Pendidikan Islam akan berfokus pada pembentukan kepribadian pelajar. Dengan menanamkan pondasi akidah Islam melalui kurikulum pendidikannya. Setelah tertanam akidah yang kuat, mereka akan mengerti baik dan buruk, atau pun yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. 

Dengan demikian, ketika sistem pendidikan dan sistem kehidupan mengacu pada syariat Islam, niscaya setiap kenakalan remaja mudah teratasi. Dengan penerapan pendidikan berbasis akidah Islam, menghasilkan remaja tangguh penuh daya juang. Remaja yang tak hanya cerdas secara akal namun juga cerdas menyolusi setiap persoalan yang menimpanya. 

Wallahu a'lam bishawwab.