-->

Mirisnya usia seks remaja semakin muda, kenapa bisa?

Oleh: Ratih Rahmawati

Miris, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 (dilakukan per 5 tahun) mengungkapkan, sekitar 2% remaja wanita usia 15-24 tahun dan 8% remaja pria di usia yang sama mengaku telah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, dan 11% diantaranya mengalami kehamilan yang tidak diinginkan. Di antara wanita dan pria yang telah melakukan hubungan seksual pra nikah 59% wanita dan 74% pria melaporkan mulai berhubungan seksual pertama kali pada umur 15-19 tahun. (Kemenkopmk.go.id)

Ketua BKKBN Hasto Wardoyo juga menjelaskan bahwa usia hubungan seks yang terjadi di masyarakat sekarang semakin maju sementara itu usia pernikahan semakin mundur, dengan kata lain data tersebut menunjukkan bahwa semakin banyaknya aktivitas seks yang dilakukan di luar pernikahan.

Melihat fakta tersebut jelas sungguh memprihatinkan bagi masa depan pemuda yang sejatinya sebagai penerus generasi bangsa. Banyak pakar menjelaskan bahwa data tingginya kasus seks bebas di luar pernikahan ini  dilihat dari tingginya angka kasus pencabulan, aborsi,  pernikahan dini, kasus penjualan hingga kasus pembuangan bayi.

Sementara ketua BKKBN Hasto Wardoyo juga berpendapat, maraknya kasus seks di luar nikah ini disebabkan oleh perubahan pada tubuh wanita yang mengalami kemajuan masa pubertas sekaligus masa-masa menstruasi. Selain itu ada faktor media sosial yang menampilkan berbagai gaya berpacaran dan komunikasi yang memicu rangsangan emosi seksual. Namun rasanya tidak cukup hanya sebatas itu. Rusak nya masalah pergaulan dikalangan  para remaja ini, sejatinya adalah bukti nyata dari dampak buruknya liberalisme  yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat. Paham ini salah satunya memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk bertingkah laku. Dengan atas nama HAM masyarakat bebas melakukan hal apapun yg mereka sukai selama tidak melanggar hukum undang- undang dan  hak asasi. 

Selain itu, kita tahu bahwa manusia akan mengatur perbuatannya sesuai dengan pemahaman atau mindsetnya. Jadi selama menurutnya seks bebas itu tidak masalah dan dilakukan berdasarkan suka sama suka, maka mereka akan melakukan nya. Dan jelas sebuah pemahaman itu akan dibentuk oleh pemikiran dan pemikiran itu dipengaruhi oleh ideologi atau cara pandang kehidupan tertentu.

Jika dicermati pemikiran masyarakat saat ini dipengaruhi oleh ideologi kapitalisme. Kapitalisme memandang bahwa kehidupan ini bertujuan untuk meraih sebanyak-banyaknya kepuasan dan materi. Sehingga standar kebahagiaannya adalah dengan meraih materi dan kepuasan tanpa batas dan tanpa memperhatikan aspek agama yaitu halal dan haram.

Cara pandang kehidupan seperti ini lahir dari akidah sekularisme yang memisahkan urusan agama dari kehidupan. Dengan cara berpikir seperti ini maka timbullah pemahaman rusak di dalam diri masyarakat. Mereka akan menilai bahwa berhubungan seksual adalah salah satu cara untuk memperoleh kepuasan dan kebahagiaan dalam sebuah hubungan, tak peduli bahwa hubungan itu adalah sebuah aktivitas keharaman dimata agama.

Sehingga wajar jika banyak dari generasi muda saat ini terjerat pergaulan bebas yang ditandai dengan seks di luar nikah alias perzinahan. Lebih parahnya lagi masyarakat sekuler-kapitalis ini menganggap perzinahan ini bukan hal yang tabu dan melanggar hukum, asalkan dilakukan dengan dasar  suka sama suka, maka itu tidak mengapa.

Padahal perzinahan sejati nya adalah perbuatan dosa besar yang jelas hanya akan mendatangkan keburukan. Perzinahan ini jelas dapat menimbulkan berbagai masalah baru seperti aborsi, HIV, penyakit kelamin, pembunuhan dan lain sebagainya. Karenanya masalah ini harus diberantas sampai tuntas dan solusi tuntas hanya akan terwujud jika cara pandangan kehidupan yang diadopsi oleh masyarakat adalah cara pandang kehidupan dari Islam.

Allah SWT telah menurunkan Islam sebagai ideologi, yakni sebagai landasan kehidupan yang memancarkan peraturan kehidupan. Salah satunya mengatur tentang sistem pergaulan.  Sistem pergaulan Islam menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia dan memberikan kepada mereka potensi kehidupan salah satu dari potensi tersebut adalah naluri melestarikan jenis.  Tujuan dari penciptaan naluri ini adalah manusia bisa melestarikan keturunan mereka.  sehingga pada dasarnya wajar jika akan ada aktivitas seksual diantara hubungan pria dan wanita. Hanya saja Allah SWT memberikan aturan agar naluri ini tersalurkan dengan benar, yaitu melalui sebuah ikatan pernikahan yang sah. 

Islam memberikan solusi pernikahan bagi pria dan wanita yang telah mampu menjalankan amanah besar ini. Jika tidak mampu maka Islam memerintahkan untuk berpuasa dan menjaga farjinya. Tidak hanya itu sekalipun Islam memahami  adanya pandangan seksual antara pria dan wanita namun Islam memiliki aturan agar interaksi publik antara keduanya terjaga dari aktivitas seksualitas.

Pertama, Islam memerintahkan untuk menundukkan pandangan. Kedua, Islam memerintahkan wanita untuk menutup auratnya secara syar'i dan tidak tabarruj. Ketiga, Islam memerintahkan agar wanita ditemani oleh mahramnya ketika bepergian jauh lebih dari 24 jam. Keempat, Islam melarang pria dan wanita berkhalwat atau berdua-duaan kecuali disertai mahramnya wanita dan melarang bercampur baur (berikhtilat) tanpa tujuan syar'i. Kelima,  Islam melarang wanita keluar rumah tanpa seizin suaminya.  Keenam,  Islam memerintahkan agar kehidupan khusus komunitas wanita dan pria terpisah.  ketujuh, Islam memperbolehkan hubungan kerjasama antara pria dan wanita dalam hal yang bersifat umum seperti muamalah.

Dengan menerapkan aturan islam seperti ini, kehidupan publik antara pria dan wanita akan berfokus pada aktivitas saling tolong-menolong dan Amar ma'ruf nahi mungkar, dan tentunya akan menjauhkan pandangan seksualitas diantara keduanya yang menjadi gerbang perzinahan.  

Inilah aturan pergaulan Islam yang seharusnya menjadi pemahaman generasi saat ini sehingga mereka akan mampu melakukan penjagaan diri dan terjauh dari aktivitas perzinahan. Hanya saja aturan ini tidak akan mampu berjalan secara sempurna kecuali dengan hadirnya sebuah institusi negara. Yaitu negara yang menerapkan Syariat Islam.