Invitasi Investor Asing, Demi Air Bersih. Tepatkah?
Oleh: Honesta Jocelyn (Anggota Lingkar Studi Muslimah Bali)
Apakah hari ini Anda mandi, mencuci pakaian, piring serta kegiatan mencuci kakus lainnya?
Darimana Anda mendapatkan air? Masihkah air mengalir dengan deras dari kran-kran di rumah Anda? Jika iya, maka Anda harus bersyukur. Coba bayangkan ketika kita akan mandi dan mencuci, kita harus menjemput air terlebih dahulu sejauh 2 sampai 15 Km ke sumber mata air. Di samping itu karena fasilitas yang terbatas, air yang terangkut pun terbatas.
Inilah yang terjadi pada saudara-saudara kita di banyak daerah di Indonesia. Seperti warga desa Nanghale, kecamatan Talibura, kabupaten Sikka di pulau Babi yang harus bersusah payah menyeberang laut Flores demi mendapatkan air bersih. Itupun mereka hanya mampu membawa 10 hingga 15 liter sekali jalan. (airkami.id 08/08/2023)
Beda lagi cerita namun senada pedihnya dengan yang dialami masyarakat desa Binangun, kota up Banjar, Jawa Tengah yang musti merogoh saku lebih dalam untuk memperoleh air layak pakai. Ini dikarenakan air di sumur-sumur mereka telah berubah menjadi kotor dan terasa asin. Padahal sumur-sumur tersebut telah digali hingga kedalaman 100 meter. Parahnya kelangkaan air bersih di daerah itu telah berlangsung selama 20 tahun. (tvonenews.com 07/08/2023)
Masalah serupa juga menimpa 58 daerah di Grobogan, Jawa Tengah. Pada saat ini pemerintah terus memberikan bantuan, air bersih sebanyak 924.000 liter sudah disalurkan ke 48 desa. Pembagian dilakukan secara bertahap. Dalam sehari sekitar 4 dusun menerima bantuan air bersih.(kompas.com 16/08/2023)
Menurut data World Water Forum (WWF), kesiapan air bersih di Indonesia hanya 36% dari keseluruhan air yang ada, kendati Indonesia adalah negeri bahari. Menurut data Bappenas ketersediaan air di kebanyakan wilayah Jawa dan Bali telah dikategorikan langka, mengarah pada kekrisisan. Sedangkan daerah Sumatra Selatan, NTB dan Sulawesi Selatan diramalkan mengalami hal yang sama pada 2024. Bahkan akses untuk memenuhi kebutuhan air minum hanya didapat oleh 6,87% rumah tangga. Sungguh miris.(muslimahnews.net 24/03/2023)
Indonesia masuk 5 besar dalam jajaran negara-negara dengan deposit air terbesar. Namun sayang, Indonesia berada di urutan paling rendah dalam pengadaan perpipaan air se-Asia Tenggara. Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, Herry Trisaputra Zura mengatakan bahwa kapasitas APBN hanya dapat menangani 37% kebutuhan dana infrastruktur air. Dengan begitu, solusi terbaik versi pemerintah adalah dengan mengundang investor asing. Lalu apakah dengan ini krisis air dapat terselesaikan ?(Kompas, 7-2-2023)
Invitasi pemodal asing untuk mengelola sumber kebutuhan primer adalah kebijakan busuk pemerintah Indonesia. Hajat pokok masyarakat yang seharusnya dikelola sendiri oleh pemerintah lalu dikembalikan pada masyarakat dengan harga semurah-murahnya bahkan Cuma-Cuma justru dilepas pada perusahaan swasta yang hanya memperhitungkan untung rugi perusahaan. Dengan mekanisme bisnis, harga air pun akan memberatkan rakyat. Di Jakarta biaya air Rp. 7.800 per meter kubik.
Jika dikarenakan dana yang tidak mencukupi untuk mengoperasikan pengadaan air bersih dan air minum, lalu kemana hasil kekayaan Indonesia lainnya, tambang dan uranium di Papua, minyak di Riau atau gas di Aceh dan masih banyak lagi. Kemanakah semua kekayaan itu? Lagi-lagi jawabannya adalah swastanisasi, sehingga Indonesia hanya mendapat sedikit tetesan keuntungan aset negeri, itupun rakyat hanya dapat menatap nanar, ketika para koruptor telah meraup habis tetesan keuntungan tersebut.
Kelangkaan air bersih juga diakibatkan bebasnya proyek-proyek penambangan, perluasan lahan industri dan masifnya pembangunan oleh investor asing tanpa memikirkan dampak negatif bagi sumber daya alam. Lagi, investasi asing adalah biang keroknya.
Dalam Islam, air termasuk kepemilikan umum yang diharamkan untuk dimiliki pribadi atau diswastanisasi.
عَنْرَجُلٍ مِنَ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ قَالَ: غَزَوْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعْتُهُ يَقُوْلُ: «النَّاسُ شُرَكَاءُ فِيْ ثَلاَثَةٍ: فِي اْلكَلَإِ وَاْلمَاءِ وَالنَّارِ»رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُوْ دَاوُدَ رِجَالُهُ ثِقَاتٌ.
Dari salah seorang Sahabat radhiyallâhu‘anhu, ia berkata: Saya berperang bersama Nabi shallallâhu ‘alaihiwasallam, lalu aku mendengar beliau bersabda: “Manusia adalah serikat dalam tiga hal: dalam padang rumput, air, dan api” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abû Dâwud. Tokoh-tokohnya terpercaya) Hadits ini dirilis oleh Imam Ahmad (38/174) dan Imam Abû Dâwud.
Rasulullah melarang memperjualbelikan air milik umum, seperti mata air, telaga, sungai, danau dll. Beliau memerintahkan untuk memanfaatkan air sesuai kebutuhan dan memberikan kesempatan kepada lainnya secara gratis. Bahkan masyarakat pada zaman itu berkewajiban untuk menyediakan air bagi para musafir. Jika penduduk tidak menyediakan secara langsung, Rasulullah memberikan aturan bahwa masyarakat tidak boleh melarang para musafir untuk mengambil air sumur mereka walaupun itu adalah musafir asing sekalipun.
Pengelolaan air oleh pemerintah Islam terus berlanjut. Pada masa Umar bin Khattab didirikan dewan untuk mengelola sumber daya air. Umar juga memperkenalkan istilah Siqayah yang dapat didefinisikan 2 arti, yang pertama; sistem pengadaan air untuk para musafir, kedua; pipa saluran air yang berfungsi mengalirkan dari sumber mata air ke perkampungan masyarakat dan lahan-lahan penduduk.
Pemimpin Islam, Shalahuddin Al Ayyubi membangun saluran air berbentuk pipa di kota Suriah pada tahun 1157 M. Begitu juga An Nashe Muhammad pada tahun 1313 M di Kairo, Mesir untuk mengairi lahan pertanian dan pasar-pasar.
Para Khalifah Islam ini bergerak berdasarkan keimanan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Dalam Islam pemimpin bukanlah seorang jumawa atas rakyatnya. Namun pemimpin adalah pelayan masyarakat. Mereka tidak digaji tapi disantuni. Mereka memaksimalkan kekayaan alam yang sejatinya milik Allah, untuk sebesar-besarnya dimanfaatkan untuk umat dengan akses semudah-mudahnya.
Hanya dengan kepemimpinan Islam dan sistem Islam segala permasalahan negara termasuk air dapat diselesaikan dengan benar. Bukan dengan sistem kapitalisme yang hanya menggerus SDA untuk kepentingan pribadi.
Wallahua’lam bishawwab
Posting Komentar