-->

Kekeringan, Minim Persiapan, Masyarakat Kebingungan

Oleh: Ledy Ummu Zaid

Demi menunjang keberlangsungan hidup manusia agar tetap terjaga, maka Sumber Daya Alam (SDA) harus terpenuhi dengan baik. Adapun air merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Maka dari itu, kebutuhan air bersih harus tercukupi untuk seluruh masyarakat. Sayangnya, permasalahan krisis air bersih sedang melanda sebagian wilayah di tanah air. Kemarau panjang yang diperkirakan terjadi hingga Oktober 2023 mendatang, ditambah lagi dengan fenomena El Nino yang menyebabkan musim kemarau lebih panjang daripada biasanya, membuat kekeringan terjadi dimana-mana. Tanpa persiapan yang matang dalam menanggulangi bencana kekeringan, masyarakat sudah pasti akan kebingungan menghadapinya.

Dilansir dari laman Liputan 6 (12/08/2023), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau yang dipicu fenomena El Nino di Indonesia akan terjadi pada minggu terakhir Agustus 2023. BMKG juga memprediksi kondisi kemarau tahun ini akan berdampak pada kekeringan seperti tahun 2019, tetapi tidak separah tahun 2015 lalu. Adapun kondisi kekeringan saat itu diperburuk dengan luasnya area kebakaran hutan dan lahan atau yang biasa kita kenal dengan Karhutla. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menyebut musim kemarau dan kekeringan di negeri ini tidak akan separah kondisi di Korea Selatan. "Memang kalau kita lihat di lapangan sungai-sungai sudah mulai mengering ya. Tetapi kalau dilihat secara global intensitas atau level El Nino di Indonesia ini relatif rendah. Kita diuntungkan karena masih punya laut," ucapnya.

Di sisi lain, ternyata ada wilayah yang memang sudah sejak lama mengalami kekeringan berkepanjangan. Dilansir dari laman Tvonenews (07/08/2023), warga di Pangasinan RT 1 RW 13, Dusun Girimulya, Desa Binangun, Kota Banjar, Jawa Barat sudah puluhan tahun kesulitan memperoleh air bersih. Adapun air sumur milik warga tidak bisa digunakan untuk minum karena terasa asin, sementara tidak ada pasokan air bersih dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Anom. Memasuki musim kemarau, warga semakin sulit memperoleh air bersih karena hanya mengandalkan air bersih bantuan dari BPBD (Badan Penanggulan Bencana Daerah) Kota Banjar, jika tidak maka warga harus merogoh kantongnya lebih dalam untuk membeli air bersih.

Bencana kekeringan yang terjadi di sebagian wilayah tanah air ini akhirnya berdampak pada kesehatan masyarakat. Dilansir dari laman Republika (13/08/2023), krisis air bersih akibat musim kemarau mulai berdampak pada kesehatan warga, yaitu munculnya penyakit diare. Kondisi itu dialami sebagian warga di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Adapun pemerintah setempat, khususnya Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor mencatat tren penyakit diare mulai meningkat. Akhirnya, permasalahan krisis air bersih dan bencana kekeringan yang sedang terjadi saat ini wajib segera menemukan solusi yang tepat dan terbaik sebelum memakan korban jiwa.

Sungguh ironi, di negeri kaya SDA yang membentang dari Sabang sampai Merauke ternyata masih banyak  wilayah yang mengalami kekurangan air bersih untuk konsumsi rumah tangga sehari-hari. Apa yang terjadi pada alam memang di luar kuasa kita sebagaimana fenomena El Nino yang menyebabkan kemarau berkepanjangan, tetapi ikhtiar manusia untuk menanganinya dengan tepat adalah sesuatu yang sebenarnya bisa diupayakan. Dilansir dari laman resmi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), (08/08/2023),  Plt Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Jarot Widyoko mengatakan Kementerian PUPR telah membangun 37 sumur bor baru yang tersebar di 19 provinsi. Selain itu, pihaknya juga telah melakukan rehabilitasi 25 sumur bor eksisting di 11 provinsi. Meski di beberapa daerah telah mendapatkan bantuan air bersih, tetapi upaya tersebut sejatinya belum maksimal, apalagi mengingat sudah banyak lahan yang mengalami kekeringan parah.

Jika kita melihat lebih dalam permasalahan krisis air bersih dan kekeringan ini, sebenarnya ada beberapa kondisi kontradiksi yang ditemukan, seperti melimpahnya air kemasan yang dijual bebas, komersialisasi sumber daya air, banyaknya air laut yang bisa diolah menjadi  air bersih, penguasaan teknologi pengolahan air dan lain-lain. Hal ini menunjukkan kepada kita adanya pengelolaan SDA yang tidak tepat oleh negara. Sistem kapitalisme yang menjadi landasan dari pengelolaan tersebut memang hanya akan memperhatikan kepentingan kaum elite yang memiliki modal di pusaran kekayaan SDA negeri ini. Sebagai contoh, pabrik-pabrik air kemasan akan terus memproduksi dan pemilik sahamnya tentu tetap akan mengkomersialisasi sumber daya air yang sebenarnya bisa dimiliki oleh umum atau masyarakat luas. Namun, apakah mereka akan menghentikan langkah sejenak dan berbalik arah menolong masyarakat yang terdampak bencana kekeringan dan krisis air bersih? Tentu hal tersebut menjadi suatu hal yang mustahil di sistem kapitalisme yang dzalim hari ini.

Di sisi lain, sistem Islam mewajibkan negara menjadi pengurus rakyat dengan cara yang terbaik, termasuk mitigasi menyeluruh terhadap ancaman bencana kekeringan. Kemudian, negara juga membersamai rakyat dengan baik agar rakyat tidak terancam berbagai bahaya yang ditimbulkan dari permasalahan kekeringan tersebut, seperti munculnya penyakit diare dan lain sebagainya.  Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan dalam sebuah hadist, “Imam/Khalifah itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya” (HR. Bukhari dan Muslim).  Berdasarkan hadist tersebut, jelas bahwasanya negara harus bertanggungjawab penuh dan mengurus keberlangsungan hidup umat dengan baik, sehingga kesejahteraan hidup dapat tercapai. 

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda dalam sebuah hadist, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Dalam hal ini, SDA sudah semestinya dimiliki oleh umat atau masyarakat umum, maka komersialisasi oleh pihak swasta tentu menjadi hal yang sangat dilarang. Adapun bantuan kiriman air bersih seperti yang sedang diupayakan oleh pemerintah saat ini belum menjadi solusi terbaik yang bisa menyelesaikan permasalahan kekeringan dalam jangka panjang. Karena sejatinya umat membutuhkan solusi hakiki yang terbaik yang mana bisa mengentaskan mereka dari bencana kekeringan yang berkepanjangan sekaligus membawa mereka keluar dari lingkaran kemiskinan, maka sistem pengelolaan dari Islamlah yang dibutuhkan.  

Islam yang hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam tentu memiliki mekanisme yang terbaik dalam memenuhi kebutuhan umat. Dalam hal ini, negara sebagai penanggungjawab nomor satu atas setiap individu rakyatnya akan  menyediakan air bersih melalui berbagai teknologi yang ada. Dengan mengandalkan keahlian para ilmuwan Islam yang jujur dan amanah, maka inovasi-inovasi teknologi dalam pengadaan sumber daya air bukanlah suatu hal yang niscaya. Adapun riset-riset terkait juga tentu tidak kalah didukung dan difasilitasi menyeluruh oleh negara. Oleh karena itu, rakyat tidak akan risau memikirkan keberlangsungan hidup mereka hanya gara-gara tidak memiliki air bersih di rumah. Sayangnya, hal tersebut belum kita temui hari ini. Minimnya mitigasi kekeringan dan kurangnya persiapan membuat masyarakat kebingungan. Alhasil, masyarakat hanya bisa bersabar menuntut dan menyuarakan haknya sembari menunggu datangnya bantuan air bersih. Wallahu a’lam bishshowab.