-->

Pinjol Meningkat, Rakyat Makin Terjerat, Hidup Kian Berat

Oleh: Erna Ummu Azizah

"Gali lobang, tutup lobang", menjadi tren masyarakat sekarang. Berutang, melunasi, lalu berutang kembali. Dan, mirisnya utang riba menjadi andalan, hingga pinjol alias pinjaman online pun marak dilakukan.

Seperti yang ramai diberitakan saat ini. Utang masyarakat RI ke pinjol terus meningkat, per Mei 2023 tembus Rp 51,46 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 38,39 persen disalurkan kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Dengan penyaluran pelaku usaha perseorangan sebesar Rp 15,63 triliun dan badan usaha senilai Rp 4,13 triliun. (JawaPos, 12/7/2023)

Meningkatnya tren pinjol, baik pada individu maupun UMKM, tak lepas dari berbagai sebab. Diantara sebab pada individu adalah jebakan gaya hidup konsumtif, hedonis dan materialistis. Generasi hari ini terus digempur dengan budaya rusak dan mengumbar syahwat. Maka tak heran segala upaya dilakukan yang penting nafsu terpuaskan.

Kebutuhan gaya hidup yang marak saat ini, diantaranya pembelian gawai baru karena mengikuti tren, belanja pakaian terkini, rekreasi ke tempat-tempat terpopuler hingga membeli tiket konser musik. Semua ini tak lepas dari sistem Kapitalis-Sekuler, yang berpandangan bahwa kebahagiaan hidup adalah mendapatkan kesenangan duniawi sebanyak-banyaknya.

Selain untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup, masyarakat cenderung menggunakan pinjol adalah untuk kebutuhan mendesak atau darurat, seperti biaya pendidikan dan kesehatan.

Seperti kita ketahui saat ini, biaya pendidikan dan kesehatan adalah pos pengeluaran yang cukup membuat kantong rakyat jebol. Untuk kebutuhan sehari-hari saja rakyat harus banting tulang, peras keringat dalam mencukupinya. Ditambah lagi biaya anak sekolah dan berobat saat sakit. Tentu ini menjadikan masyarakat semakin sulit dan terjepit. Hingga akhirnya nekat berutang pinjol.

Adapun penyebab meningkatnya tren pinjol pada pelaku UMKM adalah karena kurangnya modal dan salah perhitungan bisnis. Di sistem saat ini kesejahteraan masyarakat begitu sulit diwujudkan. Angka kemiskinan dan pengangguran kian hari kian meningkat. Hingga warga pun mencoba peruntungan di UMKM. Namun keterbatasan modal, membuat mereka terpaksa menggunakan pinjol, tanpa lagi berpikir halal haram maupun bagaimana resiko ke depan.

Beginilah hidup di bawah aturan selain Islam. Negara yang seharusnya menjadi tameng, pelindung rakyatnya dari himpitan juga dari kerusakan akibat kemaksiatan, justru abai, bahkan melegalkan kemaksiatan tersebut. Seperti halnya dalam masalah pinjol yang jelas-jelas haram dan merusak tatanan masyarakat. Sehingga wajar jika pinjol meningkat, rakyat makin terjerat, hidup pun kian berat.

Butuh Islam sebagai Sistem Kehidupan

Dalam mewujudkan masyarakat yang bersih dari riba sangat dibutuhkan adanya peran sentral negara. Dan Islam sebagai agama sekaligus the way of life (jalan hidup) mempunyai seperangkat aturan yang sempurna dan paripurna dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Itulah sistem Islam yang wajib diterapkan oleh negara. 

Islam mengharamkan riba, dengan cara apapun, meski oleh lembaga yang dilegalkan pemerintah. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya, "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." (Al-Baqarah: 275)

Penerapan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) sejatinya akan menghapuskan praktik riba. Sedangkan untuk mencegah fenomena pinjam meminjam, negara dalam Islam wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan asasi setiap individu rakyat, seperti sandang, pangan, papan, juga pendidikan dan kesehatan.

Caranya yaitu dengan dipermudah dan difasilitasi bagi para laki-laki untuk bekerja, baik akses terhadap modal tanpa riba, pelatihan, hingga penyediaan lapangan kerja seluas-luasnya. Karena di tangan merekalah kewajiban nafkah berada.

Namun jika para laki-laki, baik itu suami, ayah maupun kerabat sudah tidak mampu lagi menafkahi, maka kewajiban memberi nafkah jatuh kepada kas negara (baitul maal) yang diambil dari pos zakat. Dan Islam sebagai sebuah sistem kehidupan ketika diterapkan begitu banyak menorehkan tinta emas dalam sejarah peradaban manusia.

Seperti halnya pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ia berhasil mengentaskan rakyatnya dari kemiskinan. Semua rakyatnya hidup berkecukupan. Bahkan, pada saat itu sulit menemukan rakyat yang mau menerima zakat. Uang kas negara begitu berlimpah, hingga negara sanggup melunasi utang orang yang berutang, membayarkan mahar para laki-laki yang akan menikah, juga memberi modal usaha kepada rakyatnya dengan cuma-cuma. Masya Allah..

Begitu pun dalam hal pendidikan dan kesehatan. Negara dalam sistem Islam akan memfasilitasi semua rakyatnya tanpa adanya diskriminasi. Semua rakyatnya berhak mendapatkan pelayanan maupun fasilitas pendidikan dan kesehatan secara gratis. Sehingga rakyat tidak lagi dipusingkan dengan biaya sekolah dan berobat.

Dan hebatnya lagi, Islam memiliki sistem pendidikan yang mampu mencetak generasi bersyakhsiyah (berkepribadian) Islam. Dimana akan terbentuk masyarakat yang beriman dan bertakwa, yang senantiasa taat dan jauh dari maksiat. Hidupnya fokus untuk ibadah meraih ridha Allah dan melakukan amal-amal shalih. Sehingga tidak disibukkan dengan mengejar kesenangan duniawi hingga nekat berbuat maksiat. Na'udzubillah..

Ditambah lagi suasana Islami yang diliputi aktivitas amar makruf nahi mungkar, maka masyarakat pun akan terhindar dari keburukan dan kemaksiatan, termasuk terhindar dari jebakan riba. Demikianlah sistem Islam mewujudkan masyarakat yang aman, sejahtera, dan bebas dari riba. Wallahu a'lam bish-shawab.[]