-->

Iuran BPJS Akan Naik, Bukti Nyata Kapitalisasi Layanan Kesehatan

Oleh: Ummu Salman (Pegiat Literasi) 

Saat ini pemerintah tengah mengkaji rencana kenaikan iuran BPJS kesehatan yang akan dilaksanakan mulai Juli tahun 2025 mendatang. Rencana kenaikan tersebut disebabkan adanya peluang defisit Rp11 triliun pada bulan Agustus-september 2025 yang disampaikan oleh Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqien. 

Merespon rencana kenaikan iuran BPJS kesehatan tersebut, Pengamat yang merupakan Anggota BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan bahwa iuran BPJS justru harusnya naik mulai tahun 2024. Kenaikan tersebut merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, besaran iuran ditinjau paling lama dua tahun sekali. Ia menyebut bahwa kenaikan terakhir terjadi di tahun 2020, dan harusnya kenaikan kembali terjadi di tahun 2022 namun sampai saat ini kenaikan belum terjadi. 

Hal ini didukung juga dengan lahirnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan di mana terjadi kenaikan tarif kapitasi dan tarif Non INA CBG. Kondisi ini akan meningkatkan pembiayaan JKN ke RS atau Fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).

Timboel juga memberi usulan agar BPJS Kesehatan dan pemerintah mendukung peningkatan pendapatan iuran dengan memastikan seluruh rakyat Indonesia terdaftar dan membayar iuran JKN. Bagi masyarakat tidak mampu, pemerintah pusat dan daerah harusnya menambah alokasi APBN dan APBN untuk membayar iuran mereka. Sementara bagi peserta mandiri yang menunggak, seharusnya pemerintah memberikan diskresi seperti diskon dan cicilan iuran sehingga mereka mampu membayar tunggakan iurannya. Lalu, untuk peserta pekerja penerima upah swasta, ia menyarankan agar pemerintah meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum bagi pengusaha yang belum mendaftarkan pekerjanya ke BPJS kesehatan atau yang masih menunggak iuran.

Senada dengan Timboel, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan iuran BPJS lumrah dinaikkan jika memang ada potensi defisit. Hanya saja, ia menilai harus ada evaluasi kinerja BPJS Kesehatan terutama sistem yang mereka gunakan di RS. Selain itu, menurutnya  pemerintah perlu memikirkan agar kenaikan iuran tidak membebani peserta dengan pendapatan menengah ke bawah. Menurutnya, kenaikan iuran tidak boleh lebih tinggi dibandingkan rata-rata kenaikan upah di setiap provinsi. (cnnindonesia.com, 22/7/2023) 

Kapitalisasi Layanan Kesehatan

Wacana kenaikan iuran BPJS kesehatan muncul karena adanya ancaman defisit terkait dengan adanya penyesuaian tarif. Hal ini jelas makin mengokohkan adanya kapitalisasi layanan kesehatan dan abainya negara atas rakyatnya sendiri. Kapitalisasi kesehatan adalah sesuatu yang niscaya dalam sistem kapitalisme. Sebab sistem ekonomi kapitalisme telah menjadikan kesehatan sebagai salah satu objek komersialisasi. Alhasil pihak swasta pun terlibat didalamnya, dalam hal ini keberadaan BPJS itu sendiri. 

Sementara itu, keberadaan swasta itu sendiri adalah merupakan keniscayaan dalam good governance. Good Governance adalah syarat utama jika negara ingin mendapatkan program bantuan dari world bank, IMF, dan Amerika Serikat sebagai lembaga pembiayaan internasional. 

Keterlibatan swasta dalam pengelolaan negara inilah, yang mengantarkan keterlibatan mereka dalam pembuatan kebijakan publik secara legal, termasuk dalam bidang kesehatan. Terlebih lagi dalam sistem Demokrasi, peran swasta yaitu para pengusaha, sangat penting dalam mengantarkan para penguasa duduk di kursi kekuasaannya. 

Oleh karena itu, wajar jika kepentingan penguasa dan pengusaha berkelindan dalam kebijakan publik. Sementara sangat dipahami, tujuan pihak swasta hanyalah mengejar keuntungan semata. Inilah bukti, negara dalam sistem kapitalisme hanya bertindak sebagai fasilitator, bukan sebagai penanggung jawab penuh setiap urusan rakyat. Rakyat berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk biaya kesehatan, meski mereka harus membayar mahal untuk mengaksesnya. 

Layanan Kesehatan Dalam Islam

Berbeda dengan sistem Islam yang diterapkan dalam negara Khilafah. Dalam Khilafah, kesehatan adalah kebutuhan pokok masyarakat, yang wajib dipenuhi dan dijamin oleh negara. Khilafah memberikan pelayanan kesehatan tanpa diskriminasi, tidak membeda-bedakan antara muslim-non muslim, kaya-miskin, pendukung desa atau kota, semua warga negara berhak mendapatkan layanan kesehatan dengan kualitas yang sama. 

Negara tidak menjual layanan Kesehatan pada rakyat. Negara hanya diberi kewenangan dan tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan layanan Kesehatan bagi semua warga negara. Rasulullah SAW bersabda: "Imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya" (HR Bukhari) 

Negara tidak akan menyerahkan pengelolaan kesehatan pada swasta, sebab dalam Islam kesehatan bukanlah sektor bisnis. Kesehatan adalah kebutuhan masyarakat dan jaminan negara pada rakyatnya. Oleh karena itu negara Khilafah akan membangun sistem yang terintegrasi dan kukuh sebagai ketahanan negara dalam bidang kesehatan. 

Sistem kesehatan akan optimal dan maksimal karena didukung sistem keuangan Islam yang luar biasa. Khilafah memiliki sumber keuangan yang beragam yang mampu menjamin layanan kesehatan gratis untuk seluruh rakyatnya. Pembiayaan seluruh pelayanan kesehatan dalam khilafah tidak akan membebani rakyat, rumah sakit dan insan kesehatan sepeserpun. 

Pembiayaan layanan kesehatan tersebut diambil dari Baitul Maal Khilafah yang jumlahnya sangat besar sebab diatur oleh sistem Ekonomi Islam yakni dari harta fa'i dan kharaj seperti ghanimah, jizyah, kharaj, fa'i dan dharibah. Juga harta kepemilikan umum seperti gas alam, minyak bumi, pertambangan, listrik, padang rumput gembalaan, perairan, sungai, laut dan hutan. Dengan pembiayaan kesehatan seperti ini, maka tidak ada alasan bagi negara untuk tidak menjamin kesehatan rakyatnya. Dan semuanya hanya akan bisa terwujud jika negara menerapkan sistem Islam secara kaaffah. 

Wallahu 'alam bishowwab