-->

Kemiskinan Terus Terjadi Di Sistem Kapitalisme

Oleh: wafiq auliya (aktivis mamahasiswi malang raya)

Indonesia merupakan negeri dengan kekayaan yang sangat berlimpah. Negri katulistiwa ini menyimpan begitu banyak kekayaan alam, mulai dari hutan, laut, minyak bumi, gas, batu bara, emas dan masih banyak lagi kekayaan sumber daya alam yang terdapat di indonesia yang tersebar di berbagai provinsi di indonesia.

Namun, kemiskinan terjadi di negeri yang makmur nan kaya raya ini. Kemiskinan menjadi isu yang hingga kini belum terselesaikan. Kemiskinan dan juga kesenjangan sosial terjadi di berbagai daerah di indonesia, tidak hanya di daerah terpencil yang memang minim akses untuk menuju kesana, bahkan daerah ataupun kota besar memiliki tingkat kemiskinan yang cukup tinggi. 

Di kota malang sendiri angka kemiskinan sebesar 4,37 persen pada tahun 2022. Hal ini disampaikan oleh kepala BPS kota malang, Erny Fatma Setyoharini melalui berita resmi statistik (BRS) kota malang, kamis (1/12/2022). 

“Pada Maret tahun 2022, tingkat kemiskinan di Kota Malang sebesar 4,37 persen atau mengalami penurunan 0,25 persen poin dibandingkan tahun 2021. Meski mengalami penurunan, kondisi kemiskinan saat ini belum kembali pada tingkat kemiskinan pada masa sebelum pandemi yang mencapai 4,07 persen pada tahun 2019,” ujarnya.

Pada BRS ini juga Erny menyampaikan bahwa selain jumlah dan presentase penduduk miskin indikator kemiskinan lain yang perlu diperhatikan adalah indeks kedalaman (P1) dan juga keparahan kemiskinan (P2). Indeks kedalaman kemiskinan pada maret 2022 sebesar 1 atau mengalami peningkatan dibandingkan pada tahun 2021 yang nilainya sebesar 0,87. Peningkatan indeks kedalaman kemiskinan ini mengindikasikan bahwa pengeluaran penduduk miskin semakin dalam atau semakin jauh dari garis kemiskinan. Sementara itu, untuk indeks keparahan kemiskinan (P2) pada maret 2022 sendiri tercatat sebesar 0,34 mengalami peningkatan dibanding 2021 yang nilainya sebesar 0,22. Peningkatan indeks keparahan kemiskinan ini mengindikasikan bahwa semakin lebarnya kesenjangan pengeluaran diantara penduduk miskin.

Tidak berkualitasnya pertumbuhan ekonomi

Di indonesia sendiri terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan tetapi penurunan angka kemiskinannya rendah, hal ini terjadi dikarenakan adanya disrupsi dalam perekonomian. Tidak bisa dipungkiri, disrupsi ekonomi berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Akan tetapi, persoalan yang saat ini indonesia hadapi bukan hanya persoalan disrupsi ekonomi yang bersifat teknis, melainkan persoalan yang lebih mendasar yakni berkaitan dengan kualitas pertumbuhan ekonomi di indonesia. Terjadi paradoks, yakni ketika pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak bisa menyerap banyak tenaga kerja. Dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut tidak berkualitas alias “zonk”.

Pertumbuhan ekonomi di indonesia diliputi dengan ketimpangan-ketimpangan sehingga tidak berhasil mencapai target indikator sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, dan juga ketimpangan pendapatan. Berdasarkan RPJMN 2019-2024, target angka kemiskinan sebesar 6,5%-7%. Namun ternyata angka kemiskinan di tahun 2022 mencapai 9,57%, sangat jauh diatas target.

Begitu juga dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang pada Agustus 2022 mencapai 5,86%, padahal target RPJMN 2019-2024 sebesar 4%—4,6%. Demikian pula ketimpangan pendapatan pada Agustus 2022 sebesar 0,381, lebih tinggi dari target RPJMN 2019-2024 sebesar 0,37—0,374.

Dengan demikian, tampak bahwa pertumbuhan ekonomi yang tidak efisien dalam mengurangi pengangguran, kemiskinan, dan juga ketimpangan pendapatan. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi yang terjadi di indonesia tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat. Hal ini juga dikarenakan sistem ekonomi kapitalisme dimana para pemilik modal atau orang-orang kaya dapat bertambah kaya dan orang miskin tidak  bisa mendapatkan hak nya. Tidak hanya itu, dalam sistem ekonomi demokrasi ada hak dalam kepemilikan, dimana SDA boleh-boleh saja untuk dikelola swasta. Sehingga orang-orang yang yang memiliki modal bebas memilikinya.

Islam solusi ideal

Terkait masalah kemiskinan ini, islam mengatasi kemiskinan melalui berbagai mekanisme. Konsep ekonomi islam akan dituangkan dalam politik ekonomi islam. Politik ekonomi islam dalam khilafah diterapkan untuk menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar rakyat, individu per individu, secara menyeluruh. Selain itu, khilafah membuka kesempatan bagi rakyat untuk memenuhi kebutuhan sekundernnya sesuai dengan kadar yang mampu diraih sebagai manusia yang hidup dalam suatu masyarakat yang khas, dengan corak dan gaya hidup yang unik.

Pertama, orang-orang wajib mengusahakan nafkahnya sendiri. Apabila tidak mampu, kerabat dekatnya yang memiliki kelebihan harta wajib membantu. Apabila kerabat dekatnya juga tidak mampu ataupun tidak mempunyai kerabat dekat, kewajiban tersebut beralih ke BaitulMal dari kas zakat. Apabila dari kas zakat tidak ada, wajib diambil dari kas lainnya. Apabila tidak ada juga, kewajiban beralih ke seluruh kaum muslim. Secara teknis, hal ini dapat dilakukan dengan cara kaum muslim secara individu membantu orang miskin; dan negara memungut dharibah (pajak) dari orang-orang kaya hingga mencukupi.

Kedua, syari’at islam mendefinisikan kepemilikan sebagai izin dari asy-syari’ (pembuat hukum) untuk memanfaatkan suatu zat atau benda. Dalam islam terdapat tiga macam kepemilikan, yakni individu, umum dan negara.

Kepemilikan umum adalah izin dari Allah Swt. kepada jemaah (masyarakat) untuk secara bersama-sama memanfaatkan sesuatu. Aset yang tergolong kepemilikan umum tidak boleh sama sekali dimiliki individu atau dimonopoli oleh sekelompok orang. Aset yang termasuk jenis ini adalah pertama, segala sesuatu yang menjadi kebutuhan vital masyarakat dan akan menyebabkan persengketaan jika ia lenyap. Misalnya, padang rumput, air, pembangkit listrik, dan lain-lain. Kedua, segala sesuatu yang secara alami tidak bisa dimanfaatkan hanya oleh individu, misalnya sungai, danau, laut, jalan umum, dan lain-lain. Ketiga, barang tambang yang depositnya sangat besar, misalnya emas, perak, minyak, batu bara, dan lain-lain.

Dalam praktiknya, kepemilikan umum ini dikelola oleh negara yang hasilnya (keuntungannya) dikembalikan lagi kepada masyarakat. Bisa dalam bentuk harga yang murah, bahkan gratis. Adanya pengaturan kepemilikan umum semacam ini, jelas menjadikan aset-aset strategis masyarakat dapat dinikmati bersama-sama. Tidak dimonopoli oleh seseorang atau sekelompok orang sehingga yang lain tidak memperoleh apa-apa sebagaimana terjadi dalam sistem kapitalisme. (Nizhamul Iqtishadi fil Islam). Dengan demikian, masalah kemiskinan dapat dikurangi, bahkan diatasi dengan adanya pengaturan sistem yang ideal seperti ini.

Wallahualam