Migrasi TV Analog, Modus Baru Raih Cuan
Oleh: Fitri Al Hasyim (Aktivis Dakwah)
Menko Polhukam Mahfud MD menyebutkan masih ada beberapa stasiun TV yang belum mematikan siaran analognya. Mahfud mengatakan analog switch off (ASO) merupakan perintah undang-undang dan telah lama dilakukan serta dikoordinasikan dengan beberapa pemilik stasiun TV. Ia menegaskan jika masih ada stasiun TV yang menyiarkan saluran secara analog maka akan dianggap ilegal dan bertentangan dengan hukum (www.republika.co.id).
Pernyataan ini menjadi sinyal upaya keras dari pemerintah agar mutasi TV analog ke digital berjalan mulus. Namun alih-alih berpindah, masih banyak di kalangan masyarakat sendiri belum menanggapi wacana ini. Ada banyak pertimbangan bagi mereka untuk beralih ke TV digital. Kurangnya sosialisasi penggunaan serta kesulitan untuk memperoleh Set Top Box (STB), karena ketersediaan yang kurang memadai. Menjadi alasan utama, mereka juga menilai penghentian seluruh saluran televisi analog dianggap menyusahkan rakyat (okezone.com).
Pemerintah beralasan, mutasi ke TV digital demi menciptakan efisiensi pemakaian spektrum frekuensi, menghemat bandwidth, kebal akan gangguan (noise) dan dilengkapi sistem yang mampu memperbaiki kesalahan pengiriman data akibat gangguan noise yang disebut forward error correction (FEC) sehingga informasi yang diterima utuh kembali.
Namun apakah demikian?? Tentu tidak karena sebenarnya ini hanya dalih demi program menguntungkan yang lainnya yaitu ketersediaan frekuensi untuk internet 5G. Banyaknya jumlah frekuensi siaran televisi sendiri akan mengganggu jaringan telekomunikasi termasuk internet.
Mengenai ketersediaan STB sendiri, ada beberapa wilayah di Indonesia yang mengalami peningkatan terkait pemesanan STB ke para produsen. Seperti PT Industri Telekomunikasi Indonesia atau PT INTI, salah satu produsen STB. Hingga akhir tahun ini menargetkan jumlah produksi STB sebanyak 50 ribu unit. Jumlah ini akan terus bertambah seiring berjalannya waktu dan tentu akan menghasilkan cuan yang semakin besar.
Belum lagi dalam proses pemasaran STB nantinya, akan ada banyak pihak-pihak yang terlibat. Mulai dari para agen, distributor bahkan hingga para marketplace. Lagi-lagi cuan pun semakin bertambah. Bisa di simpulkan bahwa yang paling banyak menikmati keuntungan adalah para kapital sendiri. Karena untuk akses TV digital sendiri, justru jenis TV tabung tidak cocok. Masyarakat harus menggantinya dengan model yang sesuai. Masyarakat diminta suka rela untuk mengeluarkan uang lagi demi mendapatkan layanan TV digital.
Inilah wajah sistem kapitalis, penguasa seharusnya menjamin sistem penyiaran dan telekomunikasi aman demi generasi dan peradaban. Memastikan siaran yang sehat untuk di tonton, namun hanya fokus demi kepentingan kantong masing-masing.
Dalam Islam, penguasa adalah pelayan (ra'in) bagi rakyatnya. Ia melayani dengan tulus dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Demi mewujudkan ketaqwaan menyeluruh kepada Allah swt. Wallahu a'lam bish shawab.
Posting Komentar