-->

Merelevansi Hari Santri dan Momentum Kelahirannya

Oleh: Ida Nurchayati (Komunitas Literasi).

Penetapan 22 Oktober sebagai hari santri merupakan janji kampanye Jokowi saat kampanye pilpres, memang tidak lepas dari kiprah santri dan para kyai dalam melawan penjajah.    Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia,  KH Arif Fahrudin  mengatakan, peringatan Hari Santri Nasional setiap 22 Oktober  mengambil momentum lahirnya Resolusi Jihad yang difatwakan oleh Hadratusy Syaikh KH Hasyim Asy'ari. Spirit Resolusi Jihad  untuk menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan RI yang masih seumur jagung pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.  Perlawanan rakyat Indonesia terhadap upaya penjajahan kembali oleh kolonial Belanda terus membara berkat Resolusi Jihad NU pada 22 Oktober 1945. 

Perayaan Hari Santri Nasional 2022 dipusatkan di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Bantul, Sabtu (22/10/2022) dengan mengusung tema 'SAKINAH' (Santri Cakap Literasi Keuangan Syariah).

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi menilai, pemahaman keuangan syariah ini sangat penting bagi santri. Santri pun perlu didorong untuk memiliki literasi dan inklusi keuangan yang baik. Menguasai ilmu  pengelolaan keuangan merupakan essential life skill atau keterampilan hidup yang sangat penting.

Santri memiliki peran penting, diharapkan bisa memberikan multiplier effect kepada lingkungan sekitar (Republika.co.id, 22/10/2022). 

Puncak peringatan Hari Santri 2022 bertajuk Shalawat Kebangsaan di Jakarta, Sabtu  (22/10). Pada kesempatan tersebut, Menteri Agama

Yaqut mengatakan peringatan Hari Santri 2022 mengangkat tema Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan. Yakult Qoumas  menegaskan, santri saat ini wajib di garda terdepan untuk melawan segala bentuk ancaman dan gangguan keberlangsungan NKRI (Liputan6.com, 23/10/2022).


 Potensi Santri Dikebiri 

Santri merupakan julukan bagi seorang pelajar yang menuntut ilmu agama di ranah pesantren dan tinggal disana. Santri memiliki peran strategis, yakni pemuda yang memiliki otoritas ilmu agama sebagai agen perubahan masyarakat demi kebangkitan Islam. Sejarah mencatat pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan sejenis banyak melahirkan tokoh pembaharu maupun pejuang. Dari imam mahdzab seperti Imam Syafi'i, hingga  para perawi hadits seperti Imam Bukhari, ada Ibnu Taimiyah juga para pejuang seperti KH Hasyim Asy'ari, KH Ahmad Dahlan, KH Wahid Hasyim,  Bung Tomo, Jendral Sudirman maupun Ki Bagus Hadi kusumo.

Namun sayang, potensi santri yang luar biasa tersebut kini dibatasi hanya sekedar roda penggerak perekonomian dan agen moderasi beragama. Jauh dari spirit momentum kelahiran santri, yakni membebaskan bangsa dari segala bentuk penjajahan. Resolusi jihad yang bisa memukul mundur sekutu yang dibonceng oleh Belanda, hari ini justru dimonsterisasi. Jihad ajaran Islam yang agung dituduh sebagai pencetus radikalisme dan terorisme.

Sementara  Kepala BNPT Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Boy Rafli Amar menilai Hari Santri Nasional 2022 menjadi momentum untuk mewaspadai dan melawan intoleransi, radikalisme dan terorisme yang merupakan musuh bersama bangsa dengan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Pertanyaannya, benarkah musuh bersama bangsa ini adalah radikalisme. 

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI),  Siti Zuhro menilai, permasalahan utama di Indonesia saat ini bukan radikalisme. Menurut Zuhro, pokok persoalan gejolak yang terjadi belakangan ini adalah ketimpangan sosial akibat stagnasi perekonomian global yang serius (Nawacitapost.com, 30/13/2019). Semua tak lepas dari hegemoni sistem kapitalisme  global.

Menjadikan santri sebagai agen moderasi justru akan memperburuk nasib bangsa, semakin kuat dalam cengkraman kapitalisme global. Moderasi beragama sejatinya proyek Barat untuk membendung laju kebangkitan Islam. Maka diciptakan Islam  moderat, yakni Islam yang sejalan dengan nilai-nilai Barat yang menjunjung tinggi kebebasan, pluralisme, feminisme, maupun demokrasi. Padahal sejatinya nilai- nilai dari barat justru menjauhkan umat Islam dari ajaran agamanya.

Tidak jauh dari tema yang diangkat tahun sebelumnya, Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) setiap 22 Oktober dijadikan momentum bagi santri untuk mengambil peran dalam memberikan kontribusi bagi bangsa. Santri dinilai punya potensi besar dalam menggerakkan roda perekonomian, khususnya di desa. Maka wajar para santri dibekali dengan litetasi dan inklusi keuangan. Padahal sejatinya, ketimpangan perekonomian disebabkan penerapan sistem kapitalisme . Delapan puluh persen aset bangsa dikuasai  oleh segelintir pemilik modal baik asing, aseng maupun swasta. Melibatkan santri sebagai roda penggerak perekonomian bukan solusi masalah kemiskinan, justru semakin memperkuat hegemoni sistem kapitalisme.


Mereposisi Santri sebagai Agen Perubahan

Kemerdekaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran santri maupun ulama dan kyai. Semangat jihad sebagai dorongan keimanan berhasil mengusir penjajah yang ingin kembali bercokol dibumi nusantara. Semangat inilah yang seharusnya ditanamkan pada diri santri.

Tak bisa dipungkiri, meski negara kita sudah merdeka diatas kertas, namun faktanya masih terjajah. Betapa sumber daya alam kita masih dikuasai asing maupun aseng. Bahkan gaya hidup dan budaya juga membebek pada barat.

Oleh karena itu sudah seharusnya para santri direposisikan kembali fungsinya sebagaimana tema yang diangkat, "Berdaya menjaga martabat kemanusiaan". Santri memang dibentuk dan dicetak sabagai penjaga agama, agar agama bisa diterapkan secara kafah dan menjadi rahmat bagi manusia bahkan alam semesta. Menjadikan santri sebagai agen moderasi justru menodai fungsi santri sebagai penjaga agama. Bagaimana bisa, santri justru dikerahkan untuk memusuhi agamanya sendiri?

Agar santri tetap berfungsi sebagai penjaga agama, sekaligus agen perubahan masyarakat, maka santri senantiasa diingatkan tugas utamanya sebagai penjaga agama yang terpercaya. Keilmuan yang diperoleh selama nyantri merupakan modal utama untuk  terjun ditengah masyarakat, memahamkan masyarakat dengan pemahaman Islam yang benar.

Santri juga dikawal untuk mempelajari dan memahami tsaqafah Islam dengan pengajaran Islam  secara kafah. Allah tidak pernah menyuruh hamba- Nya menjadi Islam yang moderat ataupun radikal. Allah mewajibkan setiap hamba-Nya yang beriman untuk bertakwa yang sebenar-benarnya dan masuk Islam secara keseluruhan.

Para santri juga dibekali dengan pemahaman Islam idiologis, sehingga santri bisa memahami posisi umat Islam ditengah percaturan politik global, yang hari ini tengah didominasi oleh kapitalisme global. Kepekaan politik ini membuat santri bisa memahami agamanya dengan benar, sehingga menghindarkan santri sebagai corong dan agen propaganda anti Islam. 

Pemahaman Islam idiologis juga membuat santri bisa membedakan hadharah dan madaniyah yang sesuai Islam dan yang bertentangan dengan Islam. Hadharah adalah sekumpulan persepsi tentang kehidupan. Hari ini umat terpuruk karena tidak mampu membedakan hadharah maupun madaniyah yang boleh diambil maupun tidak. Hadharah maupun madaniyah yang tidak sesuai dengan Islam seharusnya haram diambil, seperti sekulerisme, pluralisme, liberalisme, juga demokrasi dan sistem kapitalisme. Ketika pemikiran ini diambil umat Islam, umat bukannya bangkit justru semakin terperosok dalam lembah kehinaan dan jadi rebutan musuh-musuhnya.

Selain itu, peran strategis santri adalah sebagai pendobrak dan agen perubahan. Permasalahan umat begitu banyak dan multidimensi. Dari kemiskinan, kesenjangan, dekadensi moral, kejahatan marak hingga tingginya angka korupsi menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan secara sistemis. Penerapan siatem sekuler demokrasi kapitalisme akar masalahnya. Untuk itu santri harus terlibat dalam dakwah berjamaah. Terjun ditengah-tengah umat untuk memahamkan umat dengan pemahaman Islam yang benar. Pemahaman Islam yang mengkristal akan menaikkan level pemikiran umat sehingga umat bisa memandang setiap persoalan dari sudut pandang akidah Islam,  dan menerapkan Islam dalam kancah kehidupan sebagai pemecah problematika kehidupan.


Khatimah

Peringatan hari santri sudah seharusnya dikembalikan sesuai momentum lahirnya, yakni membebaskan dan memerdekakan negeri ini dari segala bentuk penjajahan. Kemerdekaan hakiki adalah ketika umat bisa melaksanakan tugasnya sebagai hamba Allah, dengan terikat segala perintah dan larangannya secara kafah. Dan umat juga terbebas dari segala bentuk belenggu penjajahan, yakni penjajahan manusia atau bangsa lain. 

Untuk mewujudkan hal tersebut, para santri perlu diberdayakan agar perannya sebagai pendobrak dan agen perubahan terwujud nyata.

Wallahu a'lam bishawab.