-->

Lagi-lagi PHK Massal? Sistem Ekonomi Islam Solusinya!


Oleh: Dhiyaul Haq (Aktivis Muslimah Malang Raya)

Belakangan Pemutusan hubungan kerja (PHK) banyak terjadi di pabrik sepatu dan tekstil dalam negeri. Hal ini terjadi akibat perlambatan ekonomi dan lonjakan inflasi di negara tujuan ekspor. (cnbcindonesia.com)

Ada lagi PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) dikabarkan akan melakukan PHK kepada karyawannya. Tujuan dari PHK ini untuk menyehatkan keuangan perusahaan. Hal ini tidak dibantah oleh Komisaris Independen IFG Fauzi Ichsan (CNN Indonesia).

Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jabar (PPTPJB) Yan Mei mengatakan, per Oktober 2022 ada laporan dari 14 kabupaten dan kota di Jawa Barat bahwa sudah ada pemutusan hubungan kerja atau PHK sebanyak 64 ribu pekerja dari 124 perusahaan. Keputusan ini terpaksa dilakukan karena terjadi penurunan daya beli masyarakat, khususnya daya beli di negara-negara tujuan ekspor. (investor.id)

Kenapa Terjadi PHK Massal?

Ekonomi kapitalis mempunyai pandangan bahwa produksi dipengaruhi oleh permintaan sehingga jika permintaan tinggi maka produksi juga akan ditingkatkan. kondisi ini berimbas kepada pertambahan jam kerja para pekerja. Sementara mereka tidak ingin menambah biaya gaji pekerja. jadi satu-satunya yang mereka lakukan adalah menambah jam kerja dan mengurangi pekerja sesuai dengan keinginan industri.

Kondisi di atas mengindikasikan bahwa kedudukan buruh di mata kapitalisme sebagai bagian biaya produksi. Sedangkan, prinsip produksi adalah mengambil pijakan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya. Artinya, industri harus mengecilkan biaya produksi agar mendapatkan laba yang besar. Jadi, kalau produksi menurun, jalan satu-satunya adalah memberhentikan pekerja untuk meminimalisir biaya.

Rakyat jelata selalu jadi incaran dan hidup dibawah bayang-bayang PHK massal. sementara Bagi Tenaga Kerja Asing (TKA), masih bebas melenggang di Indonesia. Kondisi ini dilegalkan dengan ketuk palunya UU Omnibus Law. Dalam aturan itu, perusahaan diberikan kemudahan untuk memakai TKA. Mereka tidak perlu mengurus surat izin terbatas dan surat izin memakai TKA. Hal ini tentu menjadi angin segar bagi TKA.

ironis sekali, nasib rakyat tidak terjamin sementara nasib TKA begitu diperhatikan detail oleh pemerintah. kenapa terjadi seperti ini? wajar terjadi karena ini adalah efek jika penguasa yang ada mendukung oligarki. Setiap kebijakan diambil untuk memuluskan kepentingan mereka. Pemegang kebijakan tidak lagi memperhatikan kebutuhan rakyat. Mereka juga tidak mampu melindungi pekerja dari PHK karena ketentuan sistem kapitalisme.

Jadi, tidak heran jika banyak pihak menganggap pemegang kebijakan terlihat tunduk pada oligarki. Dari kebijakan yang diambil saja, terlihat bahwa mereka hanya sebagai fasilitator (penghubung antara pekerja dan pemberi kerja).

Islam Mensejahterakan Pekerja

Dalam Islam masalah pekerjaan diatur secara rinci. Pekerja dan pemberi kerja diikat dalam akad ijarah. Perjanjian keduanya harus saling menguntungkan. Tidak boleh ada yang melakukan kezaliman. Pengusaha akan mendapatkan keuntungan dari kerja yang dilakukan pekerja dan sebaliknya, buruh akan mendapatkan imbalan dari hasil kerjanya.

Dalam penentuan imbalan, Islam memiliki ketentuan khusus. Dalam kitab Nidham Al Iqtishadi tulisan Syekh Taqiyudin an-Nabani, dijelaskan bahwa upah pekerja adalah kompensasi dari jasa pekerjaan yang sesuai dengan nilai gunanya. Penentuan upah ini tidak boleh diserahkan pada pengusaha, penguasa, pekerja atau keumuman masyarakat, tetapi kepada ahlinya, yaitu orang yang punya keahlian menentukan upah.

Besarnya upah ini tidak boleh dibuat berdasarkan kemampuan produksi seorang pekerja, memperkirakan sesuai batas taraf kehidupan yang paling rendah atau dikaitkan dengan harga barang. Semua hal itu tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan pekerja diberhentikan ketika berkurangnya produksi barang.

Jadi, pekerja dengan akad ijarah bukanlah bagian dari biaya produksi. Banyak atau sedikit barang produksi tidak akan mempengaruhi gaji pekerja. Dengan demikian pekerja tidak akan terkena PHK massal hanya karena terjadi penurunan permintaan barang atau ekonomi lemah.

Selain masalah akad ijarah, Islam membagi kekayaan menjadi tiga bagian, kekayaan negara, kekayaan pribadi dan kekayaan umum. Negara akan memberi kebebasan rakyat mengelola hartanya asalkan dengan cara yang halal. Untuk kekayaan negara berasal dari jizyah, fa’i, kharaj, ghanimah, harta tidak bertuan, dan lainnya yang akan dipakai untuk memenuhi kebutuhan negara. Sedangkan, kekayaan umum yang bersumber dari pengelolaan sumber daya alam (SDA) akan digunakan untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat (kesehatan, pendidikan, dan sarana umum lainnya).

Dengan pemenuhan di atas, maka rakyat tidak lagi perlu memikirkan bagaimana membiayai pendidikan dan kesehatan. Mereka bisa berkonsentrasi pada pemenuhan sandang, pangan, dan papan. Walau demikian, jika masih ada yang hidup kekurangan, Islam menetapkan zakat bagi yang mampu. Zakat itu dikelola negara untuk diberikan kepada delapan orang yang membutuhkan. Dengan begitu masyarakat akan terpenuhi kebutuhannya, di samping itu mereka juga mendapat jaminan kerja dari negara.

Apabila hal di atas dapat dilaksanakan secara sempurna, maka kemiskinan secara berangsur akan hilang. Masyarakat pun akan aman dari PHK massal. Bahkan bisa jadi, mereka yang awalnya menerima zakat, lama kelamaan tidak akan menerima karena sudah merasa cukup. Kondisi ini pernah terjadi di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Sayangnya, konsep seperti di atas tidak bisa dijalankan dalam sistem kapitalisme. Konsep pekerja dan pengusaha ini hanya akan berjalan jika ada sistem Islam. Pemerintah dengan sistem pemerintahan Islam (Khilafah) akan menerapkan konsep ijarah. Selain itu, ia pun tidak akan mengeluarkan UU yang merugikan pekerja seperti UU Omnibus Law. (mnews.id)

Sudah saatnya rakyat kembali kepada sitem ekonomi islam yang mampu mensejahterakan rakyat. sistem ekonomi Islam hanya bisa diterapkan oleh institusi Khilafah Islamiyah. 

wallahu a’lam bi ash-showab