-->

SDA Dikelola Asing, Negeri Jadi Untung?


Freeport menjanjikan keuntungan yang semakin besar untuk Indonesia melalui penambahan investasi. Dikutip dari kumparan.com (06/10/2022) PT Freeport Indonesia akan menambah investasinya di Indonesia mencapai USD 18,6 miliar atau setara Rp 282,32 triliun hingga tahun 2041 yang akan datang. Hal ini disampaikan oleh Chairman of the board and CEO Freeport McMoran, Richard C. Adkerson ketika memberikan orasi ilmiah di institut pada tanggal 04 Oktober 2022.

Richard menjelaskan, PT Freeport Indonesia dalam periode 1973 hingga 2021 telah menggelontorkan dana investasi sebesar USD 18 miliar. Angka tersebut akan bertambah menjadi USD 18,6 miliar hingga 2041 mendatang. Nilai investasi tersebut terbagi menjadi USD 15,6 miliar untuk penanaman modal dan sebesar USD 3 miliar akan digunakan untuk membangun smelter di Gresik, Jawa Timur. Adapun pembangunan smelter di Gresik memiliki kapasitas produksi 1,7 juta ton konsentrat. Smelter ini dibangun di atas lahan dengan luas area yang mencapai 100 hektar. Saat ini progres pembangunan smelter mencapai 39,9% dan sudah menyerap anggaran mencapai USD 1,3 miliar.

Ditargetkan tahun 2022 pembangunan smelter di Gresik rampung 50% dengan anggaran mencapai USD 1,5 miliar. Selanjutnya pada akhir tahun 2023 ditargetkan mechanical construction selesai dan pada pertengahan tahun 2024 produksi bisa berjalan. Richard menegaskan, bahwa proyek Freeport di Indonesia ini tak hanya menguntungkan pihak perusahaan saja. Richard mencatat ada banyak manfaat dan keuntungan yang bisa diambil untuk kas negara.

Freeport Merugikan Negara

Padahal sejatinya sebesar apapun keuntungan yang dijanjikan Freeport, Indonesia tetap saja akan mengalami kerugian besar. Sebab, kekayaan alam miliknya dikelola dan dikuasai asing. Baru-baru ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah temuan terkait PT Freeport. Laporan hasil dari BPK menunjukkan adanya potensi kerugian negara yang dilakukan oleh Freeport Indonesia. Termasuk kerusakan alam akibat perusahaan itu melanggar banyak ketentuan dalam pengelolaan tambang.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan minimal ada 14 poin pelanggaran yang dilakukan Freeport dan nilai kerugiannya bisa mencapai Rp 185 triliun. Temuan tersebut diantaranya yaitu, kelebihan pembebanan biaya concentrate handling, kemudian ada dampak pembuangan limbah operasional penambangan (tailing) di sungai, hutan estuary dan ada yang telah mencapai kawasan laut, kemudian nilainya yang mencapai Rp 185 triliun, kemudian ada areal tambang PT Freeport yang masuk dalam kawasan hutan, kemudian ada aktivitas pertambangan bawah tanah yang belum memiliki izin Analisa Mengenai Dampak Lingkungan dan tidak masuk dalam dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup.

Dari sisi penerimaan negara atas pajak dan dividen, faktanya sejak kontrak karya "generasi pertama", Freeport sudah mendapat keistimewaan dari pemerintah. Pemerintah memperbolehkan Freeport menikmati masa bebas pajak selama tiga tahun, konsesi pajak sebesar 35% selama tujuh tahun berikutnya. Serta pembebasan segala macam pajak ataupun royalti selain 5% pajak penjualan. Kondisi ini tidak ada perubahan signifikan sampai saat ini, bahkan Freeport seolah-olah perusahaan yang kebal hukum.

Investor Asing, Masyarakat Terasing

Investasi asing di Indonesia juga hampir 100 proyek yang dijalankan dari berbagai sektor. Menurut Asia business outlook survey 2015 bahwa Indonesia berada pada peringkat kedua negara tujuan investasi utama setelah Cina yang menduduki peringkat pertama. Dilihat dari kacamata ekonomi, hal tersebut sangatlah membantu negeri ini untuk menjalankan roda perekonomian di Indonesia sehingga banyak investor asing yang masuk dan menanamkan modalnya. Namun, perlu disadari bahwa hal tersebut juga berdampak buruk bagi masyarakat biasa. 

Mereka mengganggap bahwa apabila proyek dijalankan maka masyarakat bisa ikut andil sebagai pekerja. Akan tetapi realita berkata lain, selama ini pekerja yang diusulkan bukanlah dari kalangan pribumi itu sendiri melainkan tenaga kerja asing (TKA) yang diperkerjakan pada proyek-proyek tertentu. Dengan adanya kawasan yang memiliki sumber daya mineral hal ini menjadi rujukan bagi investor asing. Terlebih lagi para investor Bekerja sama dengan pembuat kebijakan, sehingga tidak akan menyulitkan mereka untuk mengambil alih kawasan tersebut guna menggarap sumber dayanya.

Padahal disekitar pengolahan tersebut banyak masyarakat menggantungkan kehidupannya seperti bertani, berkebun, dll. Tetapi para penggarap tidak melihat kekacauan yang dialami masyarakat itu sendiri. Kehidupan rakyat terancam akibat proyek besar yang dibangun diatas wilayah yang menjadi penghidupannya.

Masyarakat mengalami keterasingan di wilayahnya sendiri hingga tidak mampu berbuat apa-apa, terlebih pendidikan yang rendah membuat mereka pasrah terhadap keadaan yang menimpa mereka. Pengelolaan SDA tidak akan pernah terwujud dengan baik, apabila masih mengikuti hawa nafsu dari kebijakan-kebijakan di sistem yang rusak saat ini. Bukan hanya itu, terjadi kepemilikan secara pribadi baik dikalangan pemodal asing ataupun pemodal lokal. Kekayaan alam digarap dan dimanfaatkan atas nama kepentingan individu. Ironisnya, masyarakat biasa hanya mendapatkan sisa dari proses pengolahan. Para pemodal mengelola SDA tanpa mempertimbangkan dampak buruk yang dihasilkan seperti gangguan pada kesehatan, lingkungan maupun keberlangsungan hidup manusia.

Perbaiki Dengan Institusi Khilafah

Berbeda dengan pengelolaan SDA dalam Institusi Khilafah Islamiyah, Khalifah atau kepala negara akan mengelola SDA berlandaskan hukum syariat Islam. Khalifah tidak akan memberikan kebebasan kepada individu untuk menguasai segala macam potensi SDA. Dalam Institusi Khilafah Islamiyah, sistem keuangan negara disebut sebagai Baitul Mal. Baitul Mal merupakan wadah yang mampu menangani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya bagi kaum muslim yang berhak menerimanya.

Baitul Mal atau Sistem Keuangan Negara dalam Institusi Khilafah Islamiyah telah terbukti berhasil mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat muslim maupun non-muslim selama beberapa abad. Pos-pos pendapatan dalam Baitul Mal terdiri dari tiga pos pemasukan yang utama diantaranya : pertama, Fay dan Kharaj. Fay adalah salah satu bentuk rampasan perang, dan Kharaj adalah retribusi atas tanah atau hasil produksi tanah dimana para pemilik tanah taklukkan tersebut membayar Kharaj. Kedua, kepemilikan umum. Kepemilikan umum adalah izin dari al-shari' kepada jamaah atau masyarakat untuk secara bersama-sama memanfaatkan sesuatu. Kepemilikan umum meliputi segala sesuatu yang menjadi kebutuhan urgent bagi masyarakat. Ketiga, bagian sedekah. Bagian sedekah terdiri dari zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat ternak, dll.

Kebijakan Baitul Mal akan membelanjakan anggarannya untuk investasi infrastruktur publik dan menciptakan kondisi yang kondusif agar masyarakat mau berinvestasi untuk hal-hal yang produktif. Hanya dalam sistem ekonomi Islam dalam bingkai Institusi Khilafah Islamiyah, pengelolaan SDA akan optimal, maksimal dan membawa keuntungan bagi masyarakat.

Wallahu'alam Bisshawab..

Oleh: Sartika

(Tim Pena Ideologis Maros)