-->

Ironi Seruan Pemenuhan Gizi, ditengah Himpitan Krisis Ekonomi

Oleh: Arifah Azkia N.H.,S.E (Pemerhati Generasi) 

Memperhatikan terkait kesehatan dan pemenuhan gizi seimbang memang sangat menjadi langkah utama dalam menunjang kesehatan. Terlebih di saat kondisi cuaca yang tidak menentu sehingga menjaga daya tahan tubuh tetap optimal sangat diperlukan. Tak sedikit pula anak-anak yang sakit dan tak terkecuali pada dewasa. Maka dilansir dari republika.co.id, pada Minggu 16 Oktober 2022 lalu, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Agus Suprapto menekankan pentingnya pemenuhan gizi keluarga guna mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Pemenuhan gizi seimbang yakni memperhatikan kandungan makronutrien, seperti karbohidrat, protein dan lemak, juga mikronutrien, seperti vitamin, mineral, dan air.

Sayangnya, penekanan ini terjadi di tengah himpitan ekonomi masyarakat yang semakin sulit. Terlebih lagi pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Tak heran jika rakyat akhirnya lebih mengutamakan pemenuhan bahan makanan seadanya, bias harga-harga yang notabene mahal dari segala aspek.

Ironi ini menjadi fakta dilapangan dengan bertambahnya jumlah kemiskinan di tengah-tengah masyarakat. Salah satunya adalah masyarakat di wilayah Surabaya, Jawa Timur. Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya mencatat lebih dari 23 ribu warga di wilayah tersebut masuk ke dalam kemiskinan ekstrem. Hal ini berdasarkan dari kecocokan data Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) yang ditemukan Dinsos di lapangan (antaranews.com, 16/10/2022). Tidak jauh berbeda, DIY, tercatat data kemiskinan dan ketimpangan masih cukup tinggi. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana. (repjogja.republika.co.id)

Seperti yang umum diketahui bahwa data belum bisa membuktikan angka yang sebenarnya. Data ini kemungkinan jauh lebih kecil ketimbang fakta yang sebenarnya terjadi. Kemiskinan memang masih menjadi permasalahan utama di Indonesia, di samping masalah yang lainnya. Hal ini dikarenakan abainya pemerintah terhadap upaya pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat.

Jika kita telaah, kondisi kehidupan masyarakat saat ini sangat jauh dari kata sejahtera. Pemenuhan kebutuhan dasar pun sangat sulit, apalagi memikirkan gizi yang terkandung dalam makanan. Terlebih ditengah himpitan krisis ekonomi akibat pandemi dan kenaikan harga bahan bakar minyak yang selalu diikuti oleh kenaikan harga kebutuhan pokok semakin memperumit masalah kehidupan. Apalagi bantuan yang diberikan pemerintah hanya berkutat pada orang-orang sebagian saja, tidak menyeluruh. Padahal yang terkena dampaknya tentu banyak kalangan yang merasakannya. 

Ditambah pula dengan sulitnya mendapatkan pekerjaan layak yang dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Ditambah lagi dengan berbagai kebijakan yang mencekik rakyat seperti kenaikan bahan pangan, pajak yang diterapkan, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, serta hal-hal yang lainnya.

Sehingga, seruan untuk memenuhi kebutuhan gizi, tetapi tidak adanya aksi nyata untuk mengentaskan kemiskinan merupakan sebuah narasi tanpa empati. Hal ini juga merupakan bukti bahwa pemerintah tidak benar-benar mengetahui kondisi rakyatnya. pihak pemerintah justru seolah berlepas tangan. Hanya membekali dengan teori pelatihan tanpa pendampingan menyeluruh dan memberikan pemecahan hingga akar masalahnya. Masyarakat jelas tidak mampu dan tidak mungkin bisa memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri di tengah impitan ekonomi. Apalagi diharapkan menjamin kebutuhan gizi seimbang untuk seluruh anggota keluarga. Termasuk tingginya kasus stunting yang merupakan dampak dari minimnya gizi seimbang bagi anak-anak. Efek domino dari penerapan ekonomi kapitalistik.

Adapun solusi tuntas dalam problematika ini adalah dengan penerapan sistem ekonomi islam. Sistem Islam akan mengatur pemasukan kas negara dalam sistem Baitul Mal, yang salah satu sumbernya berasal dari kekayaan alam. Pengolahannya akan diatur oleh negara sementara pendistribusiannya, seluruhnya untuk kepentingan masyarakat tanpa terkecuali demi mewujudkan dan menjamin kesejahteraan hidup, termasuk pemenuhan gizi seimbang pada setiap individu masyarakat.

Kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar per individunya juga dijamin oleh negara secara penuh. Kalaupun terjadi kasus kekurangan gizi akan segera teratasi karena negara benar-benar bertanggung jawab memberikan pelayanan. Negara memiliki posisi sebagai periayah urusan ummat, tanpa ada asas manfaat di dalamnya. Tentu penerapan sistem ekonomi islam ini tidak bisa hanya diterapkan dalam satu aspek saja, perlu adanya institusi islam yang menaunginya, sehingga aturan islam dapat diterapkan secara inqilabiyah. Maka, sudah saatnya kembali pada sistem Islam agar keberkahan dan kebaikan hidup dapat terwujud. Tidak lagi terdzalimi oleh cengkraman sistem kufur yang menyengsarakan hidup berkepanjangan.

Allah SWT. berfirman:

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 96)

Maka hanya dengan kembali pada aturan Allah akan menjadikan terciptanya baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur.

Wallahu a'lam bissowab