-->

Mencari Akar Masalah Terjadinya PHK Besar-Besaran di Tubuh Perusahaan Startup

Oleh : Eki Efrilia Adijanti

Beberapa Perusahaan Startup seperti LinkAja, Zenius, SiCepat hingga JD.ID kompak melakukan  pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawannya dalam jangka yang berdekatan.

Startup sendiri adalah bisnis model baru dalam mendirikan usaha dengan memaksimalkan fasilitas teknologi dengan didukung perencanaan matang, idealisme individu, dan juga tema usaha yang unik. (Yudho Yudhanto, "Information Technology Business Start-up")

Dikutip dari detikcom, 29 Mei 2022 Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi menyatakan bahwa pencitraan pemberian gaji tinggi dan fasilitas mewah di startup sudah saatnya dikurangi. Karena, Startup harus tetap 'bakar uang' jika mau bertahan dan mendulang konsumen.

Pendapat seperti di atas, yang "mengkambinghitamkan" pemberian gaji dan fasilitas besar kepada karyawan sebagai hal yang keliru dalam bisnis stratup, sah-sah saja apabila dipandang dari kacamata sistem ekonomi kapitalis. Karena dalam sistem ini, keuntungan besar dengan modal sekecil-kecilnya merupakan tujuan berdirinya sebuah perusahaan. Perusahaan akan dianggap gagal apabila pendapatannya sangat kecil alias merugi. Kemudian dicari-cari kambing hitam, apa yang menyebabkan perusahaan itu tidak bisa menghasilkan keuntungan yang diharapkan, seperti permasalahan pemberian gaji tinggi kepada karyawan dll.

Padahal, jelas-jelas disampaikan oleh ekonom Salamzadeh dan Kawamorita bahwa ada 4 tantangan yang harus dihadapi oleh perusahaan startup yaitu keuangan, sumber daya manusia, mekanisme dukungan seperti investor dll, dan yang terakhir adalah unsur lingkungan seperti tren, keterbatasan pasar, masalah hukum, politik dll.

Jadi, keempat tantangan tersebut memang harus dihadapi dengan mulus oleh sebuah perusahaan startup apabila ingin usahanya berkembang.

Persiapan modal yang cukup, mencari pekerja yang handal dan teruji yang memahami iklim usaha, akan sangat berpengaruh untuk kelanggengan berdirinya sebuah perusahaan startup.

Jadi pemberian gaji dan fasilitas lumayan yang disesuaikan dengan kemampuan perusahaan, bukanlah sebuah permasalahan, karena karyawan juga dituntut untuk mencurahkan skill yang ia miliki agar karyanya bisa menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.

Permasalahan utamanya adalah perusahaan-perusahaan startup ini tumbuh dalam Sistem Kapitalis dengan mempercayakan sistem ribawi dalam perolehan modal utama bagi perusahaan. Itulah akar masalah yang sebenarnya!

Sistem ribawi adalah sistem berbasis riba, dimana Islam memandang bahwa riba adalah investasi kotor yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yaitu sebuah kompensasi (imbalan) yang diberikan tanpa ada usaha dan jerih payah. Karena kebutuhan manusia beraneka ragam maka riba menjadi penopangnya seperti dalam urusan perdagangan, pertanian dan industri. Hal inilah yang  memunculkan bank untuk melakukan semua aktifitas yang dilandasi riba ini. (Muhammad Husain Abdullah, MuslimahNews, 25 April 2022)

Dalam Al Qur'an dan Al Hadits jelas-jelas manusia diseru untuk menjauhi riba.

Seperti Firman Allah SWT:

ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ ٱلرِّبَوٰاْ لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ ٱلَّذِي يَتَخَبَّطُهُ ٱلشَّيۡطَٰنُ مِنَ ٱلۡمَسِّۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ قَالُوٓاْ إِنَّمَا ٱلۡبَيۡعُ مِثۡلُ ٱلرِّبَوٰاْۗ وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian adalah karena mereka berpendapat bahwa jual-beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba 
(QS al-Baqarah [2]: 275).

Allah SWT juga berfirman sbb:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰوٓا

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba.” 
(QS Al-Baqarah[2]: 278)

Juga seperti yang disampaikan oleh Jabir bin Abdullah Ra berkata:
"Rasulullah SAW melaknat pemakan riba dan yang memberi makan riba, juga saksi dan penulisnya. Semua sama saja." 
(HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud dan At Tirmidzi).

Dari hadits di atas menunjukkan bahwa orang-orang yang berkaitan dengan proses riba, mereka semuanya melakukan keharaman.

Riba bukan muncul saat ini saja, tapi sudah ada di masa jahiliyah juga yaitu Riba Nasi'ah dan Riba Fadhl.
Riba Nasi'ah adalah riba yang terjadi dimana seseorang menjual barang secara tempo dan apabila sudah jatuh tempo dan pembeli tidak bisa membayar maka penjual menaikkan harga barang dengan mengundurkan waktu pembayaran. 
Riba Fadhl adalah seseorang membarter barang dengan barang yang sejenis tetapi ada selisih, seperti barter emas dengan emas.

Dalam riwayat Abu Sa‘id al-Khudri, Rasulullah Saw. bersabda:
 “Emas dengan emas, perak dengan perak, jewawut dengan jewawut, kurma kering dengan kurma kering, garam dengan garam, secara sepadan dan kontan. Barangsiapa yang melebihkan atau meminta dilebihkan, maka ia telah berlaku riba. Yang menerima dan yang memberi adalah sama".

Semua Nash di atas menunjukkan bahwa Islam datang untuk menganulir pemahaman masyarakat jahiliyah yang pada saat itu melakukan praktik ribawi.

Sistem Islam yang memang jelas-jelas berasal dari Sang Pembuat Hukum yaitu Allah SWT akan memberikan solusi bagi manusia, khususnya bagi para pelaku usaha dalam mendapatkan permodalan yang halal dan bukan dari hasil riba. Yaitu dengan berhutang (tanpa riba sedikitpun) atau dengan melakukan syirkah.

Dalam Islam, meminjamkan harta kepada yang membutuhkan hukumnya Sunnah yaitu apabila tidak dikerjakan tidak mengandung dosa tapi apabila dikerjakan akan mendatangkan pahala baginya. Jadi, sah hukumnya dalam Islam apabila ada orang yang berhutang kepada orang lain dan Islam tidak membencinya, asalkan tidak ada riba di dalam transaksi utang piutang tersebut.

Rasulullah Saw bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلاَّ كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً

Tidak ada seorang Muslim yang memberikan pinjaman kepada seorang Muslim sebanyak dua kali maka ia seperti bersedekah sekali 
(HR Ibnu Hibban dan Ibnu Majah).

Hadits di atas menunjukkan keutamaan bagi orang-orang yang ikhlas memberi hutang, yaitu tindakannya tersebut akan dihitung pahala sedekah apabila ia melakukannya sebanyak dua kali.

Sedangkan syirkah adalah perjanjian kerja sama antara dua pihak atau lebih, untuk mengelola sebuah usaha yang mereka sepakati. Dalam Islam ada bermacam-macam syirkah seperti syirkah inan, syirkah abdan, syirkah wujuh, syirkah mudharabah dan syirkah mufawadhoh. Yang kesemuanya itu halal untuk dilakukan.

Sebagai seorang mukmin, para pelaku syirkah ini diwajibkan untuk amanah terhadap tindakannya dan apabila ia berkhianat, Allah akan membenci dan mengazab perbuatannya tersebut. Sebagaimana Sabda Rasulullah Saw yang dituturkan Abu Hurairah r.a. sbb:
"Allah SWT berfirman: Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya". 
(HR Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni)
 
Islam adalah agama yang sempurna, sehingga setiap permasalahan termasuk bagaimana seorang manusia berbisnis, sudah ada aturan lengkapnya. Sayangnya, kaum muslimin sendiri masih awam dengan Aturan-AturanNya, bahkan menganggap ide-ide di luar Islam sebagai suatu hal yang hebat. Naudzubillahi min dzalik

Semoga Islam tegak kembali di muka bumi dengan Pertolongan Allah SWT dan upaya kita seluruh kaum muslimin dengan upaya yang sungguh-sungguh untuk menerapkan Islam secara keseluruhan sebagai metode kehidupan. Aamiin Ya Rabbal'alamiin

Wallahu'alam bish-showwab