-->

Kaum Muslim Digoncang Klenik dan Islamophobia

Oleh : Rut Sri Wahyuningsih
(Institut Literasi dan Peradaban) 

Beberapa Minggu ini masyarakat Indonesia diguncang dengan film box office Indonesia tahun 2022 yaitu KKN di Desa Penari. Film ini diklaim film horor Indonesia terbaik. Diambil dari kisah nyata KKN sejumlah mahasiswa tahun 2008. Pihak produser film mengklaim film ini sudah tembus 7 juta penonton. Dan sudah tayang di Singapura dan Malaysia. 

Film yang diviralkan uncute, sehingga banyak adegan-adegan yang tak dibatasi. Mengoyak alam bawah sadar dan meningkatkan adrenalin sebab rasa ngeri yang muncul tersebab kemistisannya yang terurai. Mengapa sedemikian viral, bahkan semua media sosial turut menyiarkannya meski tak lebih dari 1 menit setiap tayang. Yah, dengan kata lain, meski hanya berupa cuplikan, potongan film yang kabur dan tulisan kopi paste di media online tetap membuat penasaran nitizen. Ada permintaan ada penawaran, berlakulah hukum itu secara otomatis. 

Dari tua muda, pria wanita, manusia biasa maupun pejabat, termasuk menteri BUMN kita bapak Erik Thohir, ikut larut dalam euforia cerita mistis karya simple man. Meskipun banyak sanggahan dimana letak sesungguhnya Desa Penari itu. Semua ikut bicara, hingga situs-situs yang biasa mengunggah konten mistis karena mesin algoritma muncul tanpa diminta, begitu sekali kita membuka konten KKN di Desa Penari. 

Tak bisa dipungkiri, dunia lain yang dikabarkan Allah sebagai dunia ghaib itu ada dan terus memancing rasa penasaran manusia. Semakin menakutkan semakin di cari, konten berita tentang sesuatu yang di luar nalar diberi judul bombastis langsung viral. Namun Allah mengingatkan kita agar tidak lalai karenanya. Bukankah ironi, di negeri dengan penduduk Muslim terbesar di Asia Tenggara, justru kental dengan cerita klenik dan penyuka film horor?

Ini jelas bukan kemajuan, sebaliknya ini kemunduran. Sebab viralnya film telah sukses menggeser akidah dan mendatangkan pundi-pundi kekayaan bagi pengusung kapitalis. Sebagaimana film bergenre percintaan yang tak pernah lekang oleh waktu, tak peduli aklak rusak, nasab hancur karena hamil di luar nikah, zina marak dan penyakit menular yang terus menerus meminta korban, ketika mendatangkan manfaat materi maka akan terus diproduksi. 

Dengan dalih kebebasan berperilaku, berpendapat, memiliki bahkan beragama para pemuja kapitalis terus mengkampanyekan gaya hidup bebas, ala barat yang sangat bertentangan dengan Islam. Tak ada istilah kelak setelah mati akan dimintai pertanggungjawaban Sang Pemilik Hidup, Allah aza wa jalla.

Mengeluh tanpa mengupayakan perubahan sama seperti menepuk udara kosong. Islam adalah agama mulia, Islam tak hanya mengatur akidah dan ibadah seseorang. Namun juga mengatur segala aspek kehidupan yang berhubungan dengan semua pemenuhan kebutuhan manusia hidup di dunia. Melalui Rasulullah Saw, Allah memberikan tugas menjadikan dunia sebagai tempat sebaik-baiknya mengumpulkan bekal akhirat. 

Kemunduran berpikir Kaum Muslim hari ini salah satunya akibat tidak ada penerapan syariat, Kaum Muslim terlena dengan sistem kapitalis yang sekilas terlihat masuk akal, namun sejatinya tak sesuai fitrah. Sebab menjadikan sumber kerusakan akidah sebagai konsumsi harian dan menghasilkan materi. Tentulah hidup tidak akan menjadi berkah, sebab yang terjadi adalah menduakan Allah. Menjadikan sesembahan lain selain Allah, bahkan mengandalkan klenik sebagai solusi kehidupan. 

Padahal jelas Allah SWT berfirman dalam QS An-Nur 55 yang artinya,"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apa pun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik."

Sungguh! Kelemahan berpikir hari ini karena ketiadaan syariat, maka sistem kapitalisme harus dicabut hingga ke akarnya. Demikian pula sistem demokrasi yang melahirkan pemimpin pragmatis. Kekuasaan dianggap final, bahkan memelihara sifat tamak dan hubbud dunia ( cinta dunia) . Padahal dalam Islam, kekuasaan hanyalah wasilah untuk meriayah (memelihara) urusan umat. Di antaranya memastikan tauhid umat tak terbelokkan. 

Demokrasi bukan sekadar cara memilih pemimpin, namun juga menuhankan manusia dengan membolehkan manusia membuat peraturan sekaligus mencampakkan syariat. Sebagai bentuk nyata syahadat kita, tentulah hanya hukum Allah saja yang kita taati. Persoalan umat hari ini sudah terlalu berat, jika terus menerus terbelokkan dengan urusan klenik yang kemudian menjalar menjadi Islamophobia adalah kerugian yang nyata. 

Wallahu a'lam bish showab.