-->

Polemik Investasi IKN

Oleh : Tri Setiawati, S.Si

Ibu kota adalah kota tempat kedudukan pusat pemerintahan suatu negara. Tempat dihimpun seluruh unsur administratif, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Menilik definisinya, maka kita dapat menyimpulkan bahwa tempat tersebut sangat penting. Bahkan ibu kota bisa dianggap sebagai wajah suatu negara. Karenanya, adalah suatu hal yang wajar, bila pemerintah ingin menampilkan yang terbaik di sana.

Jakarta saat ini dinilai tidak lagi representatif sebagai ibu kota. Banjir, kepadatan penduduk, kesenjangan sosial, adalah beberapa alasannya. Belum lagi masalah klise yaitu pemerataan pembangunan, supaya tidak hanya terpusat di Pulau Jawa. Dengan berbagai pertimbangan tersebut, pemerintah memutuskan untuk memindahkan ibu kota Indonesia, dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Pemindahan ibu kota negara bukanlah hal yang terlarang dalam konstitusi. Indonesia bahkan sudah pernah melakukan pemindahan ibu kota negara dari DIY ke Jakarta sebelumnya. Namun demikian, pemindahan ibu kota negara harus melalui pertimbangan yang matang. Tidak serta merta dilakukan hanya karena sudah diputuskan pemerintah semata. Namun usulan dari berbagai pihak juga harus diperhatikan.  

Anehnya, pemerintah seakan memaksa harus pindah ibu kota. Apapun yang terjadi. Suara-suara sumbang di masyarakat, tidak lagi menjadi pertimbangan. Bahkan pembahasan RUU ini terbilang cepat karena hanya memakan waktu 43 hari, terhitung sejak diajukan pada tanggal 7 Desember 2021. RUU IKN telah disahkan melalui rapat paripurna DPR pada 18 Januari 2022 lalu. UU yang disahkan terdiri dari 11 bab dan 44 pasal yang memuat segala urusan terkait pemindahan ibu kota.

Fakta yang menarik adalah, sejumlah pembangunan infrastruktur pendukung di IKN telah dimulai sejak Juli 2020 oleh Kementerian PUPR, yaitu pembangunan bendungan yang diperlukan untuk menunjang pasokan air bersih bagi masyarakat di IKN Nusantara dan mereduksi banjir 55%. Bendungan Sepaku Semoi ini berada di Desa Tengin Baru, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara dan akan rampung pada 2023.

Kementerian PUPR juga membangun infrastruktur pendukung penunjang pasokan air bersih, berupa intake dan jaringan pipa transmisi sungai. Selain itu juga tengah mengerjakan proyek Jalan Lingkar Sepaku sepanjang 5,77 km demi memperlancar akses dari Balikpapan ke Pusat IKN. Nantinya akan disusul pembangunan jalan tol dari Bandara Sepinggan di Balikpapan menuju IKN. (bisnis.com)

Jadi, beberapa proyek pendahuluan sudah dijalankan selama 1,5 tahun sebelum UU IKN terbit. Padahal pada saat itu Indonesia sudah dilanda pandemi covid-19. Nampak jelas bahwa proyek ini telah direncanakan dan akan terus digulirkan bagaimana pun keadaannya. 

Sekarang pun, pemerintah masih kesulitan dana. Proyek pembangunan ibu kota negara Nusantara ini membutuhkan dana tidak sedikit. Presiden Joko Widodo telah mengungkapkan bahwa pemindahan ibu kota akan membutuhkan dana sebesar 35 miliar dollar AS atau sekitar Rp 501 triliun. 

Pada awal 2022, Menkeu Sri Mulyani menyatakan bahwa sebagian pendanaan IKN bakal memakai PEN 2022 dari program pemulihan ekonomi. Yaitu diambilkan dari kluster penguatan ekonomi, yang sudah dianggarkan sebesar Rp178,3 triliun. Namun, belum jelas berapa besar dana yang dipakai untuk IKN dari sana. 

Rencana Ani menggunakan PEN ditentang berbagai pihak karena menyalahi aturan, termasuk kalangan DPR. Pasalnya, dalam Pasal 11 beleid itu dijelaskan bahwa Program PEN bertujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dan sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya. Sedangkan pembangunan IKN tidak masuk dalam kriteria tersebut.

Akan tetapi, Menkeu tidak kurang akal. Bila dana PEN tidak boleh digunakan, maka pihaknya masih bisa menggeser anggaran Kementerian PUPR yang sekitar Rp110 triliun untuk direalokasi guna memenuhi kebutuhan dana ibu kota baru.

Pemerintah juga membuat skema yang memungkinkan keterlibatan swasta dalam pembangunan perumahan dan perkantoran untuk mengurangi beban APBN. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan pihaknya sudah melakukan perhitungan agar pembangunan IKN di Kalimantan Timur tidak menggunakan dana dari APBN, yakni dengan skema perjanjian Build Lease and Transfer kepada swasta, untuk pembangunan sarana perumahan dan perkantoran.

Build Lease and Transfer merupakan bentuk perjanjian kerjasama pemerintah swasta dimana Badan Usaha Swasta membangun proyek infrastruktur termasuk menanggung pembiayaannya. Setelah pembangunan proyek selesai, fasilitas tersebut disewakan kepada pemerintah dalam bentuk sewa sesuai jangka waktu yang disepakati. Pada akhir Perjanjian Kerjasama, fasilitas infrastruktur tersebut diserahkan kepada Pemerintah. Skema ini dianggap bisa memberikan kesempatan satu bisnis opportunity yang baik dan akan menggerakkan ekonomi (CNN Indonesia.com, 09/02/2022)

Tampak di sini, bahwa pemerintah terlalu berambisi membangun proyek-proyek prestisius, yang bisa menjadi mercusuar keberhasilan pembangunan, namun tidak menyentuh hajat hidup rakyat. Dengan kata lain, pemerintah lebih mementingkan agenda elite daripada memenuhi hajat hidup rakyat. Tentu saja, elite yang dimaksud adalah kalangan oligarki dan investor asing.

Masalah yang dihadapi rakyat saat ini demikian banyak. Dari mulai tingginya angka penderita Covid-19, layanan kesehatan yang tidak memadai, problem sekolah daring, mahalnya kebutuhan pokok seperti minyak goreng, kedelai, daging, dan lain-lain. Hati rakyat pasti akan terluka, ketika mendapati kepala negaranya lebih mementingkan pembangunan ibu kota baru daripada menyelesaikan masalah warga. Bisa diibaratkan, pemerintah lebih memilih membangun rumah baru namun membiarkan penghuni rumah itu kelaparan.

Belum lagi resiko mangkraknya pembangunan bila kekurangan dana seperti yang terjadi pada beberapa proyek. Atau terjadi gagal bayar akibat jebakan utang luar negeri. Tentu, ada harga yang harus dibayar. Bisa jadi berupa pengambilalihan SDA, maupun pembebanan pajak tinggi bagi rakyat.

Pemimpin negara dalam Islam diangkat untuk melaksanakan seluruh hukum syara' sekaligus sebagai penanggung jawab utama urusan kesejahteraan rakyat. Apabila ada satu saja warga negara yang tidak dapat memenuhi hajat hidupnya, maka negara telah dianggap gagal dan harus mempertanggungjawabkan segala keputusan yang telah diambil selama ini. Termasuk di dalamnya adalah keputusan pemindahan ibu kota negara.

Pemindahan ibu kota faktanya memang bukan suatu masalah yang ringan. Keputusan ini harus mempertimbangkan berbagai aspek, dari kota baru yang dibangun maupun kota lama yang ditinggalkan. Selama masa transisi, pelayanan rakyat tidak boleh terganggu sedikit pun.

Dalam negara Islam, seluruh pembangunan yang dilakukan harus berorientasi pada visi pelayanan umat. Negara akan memprioritaskan pembangunan pada sarana dan prasarana yang lebih urgen memenuhi kebutuhan serta mempermudah hajat hidup rakyat, seperti sistem layanan kesehatan, infrastruktur pendidikan yang merata, perbaikan sarana publik, dan lain-lain.

Pembiayaan pembangunan infrastruktur tidak boleh diambil dari investasi asing atau utang luar negeri. Apalagi utang ribawi. Negara akan membiayai penuh infrastruktur dengan dana yang bersumber dari Baitul Mal, yaitu hasil harta ganimah, fai, kharaj, jizyah, usyr, hasil pengelolaan kepemilikan umum, keuntungan dari pengelolaan kepemilikan negara, dan sebagainya.

Selama negara Islam berdiri lebih dari 13 abad (622 M -1942 M) dengan luas wilayah kekuasaannya mencapai 2/3 dunia, telah terjadi pemindahan ibu kota sebanyak 12 kali. Semua dengan pertimbangan kemaslahatan rakyat dan perencanaan yang matang.

Sebagai contoh pada masa Khilafah Abbasiyah, ibu kota negara dipindahkan ke Baghdad. Namun sebelumnya, kota Baghdad telah dibangun dengan perencanaan yang matang. Empat tahun sebelum dibangun, Khalifah Al-Mansur telah mendatangkan ribuan arsitek, insinyur, surveyor, tukang kayu, pandai besi dan buruh yang berjumlah lebih dari 100.000. Buruh-buruh tersebut sengaja didatangkan dari seluruh penjuru negeri.

Khalifah juga memperhatikan aspek pertahanan terhadap ancaman serangan dari luar. Ada 4 benteng yang dibangun dengan pintu rangkap dari besi tebal dengan nama Kufah, Basrah, Khurasan, dan Damaskus. Nama-nama ini diambil sesuai dengan arah gerbang untuk perjalanan menuju kota-kota tersebut.

Semua itu, hanya bisa terwujud bila kita menggunakan Islam sebagai sistem yang mengatur seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi, tunggu apalagi? Saatnya kita beralih ke sistem Islam yang menyejahterakan, agar hidup selamat dunia akhirat. Dijamin, semua kebijakan penguasanya tak akan melukai hati rakyat.

Sudah selayaknya kita campakkan aturan manusia yang terbukti tidak bisa mengantarkan umat pada kehidupan yang lebih baik. Hanya Islam solusi satu-satunya yang membawa keberkahan bagi seluruh umat manusia dan alam semesta.