-->

Carut Marut Kebijakan, Rakyat Jadi Korban

Oleh : Ummu Neysariela
(Muslimah Bangka Belitung) 

Tata kelola yang salah pada sistem hari ini membuat setiap kebijakan yang diambil penguasa berdampak buruk bagi rakyatnya. Sistem hari ini yang menghamba pada kekuasaan dan materi berdasarkan ideologi kapitalisme sekuler, membuat rakyat semakin terpuruk dalam kubangan kemiskinan dan syahwat duniawi yang tak terkendali. Banyak sekali kebijakan penguasa yang ditemui hari ini, tidak membuat rakyat semakin nyaman dan tersejahterahkan. Hari ini si miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya dan berkuasa. 

Misalnya kebijakan jaminan kesehatan. Rakyat harus membiayai kesehatannya sendiri dengan membayar iuran setiap bulan. Katanya apabila tidak menjadi anggota BPJS kesehatan, semua administrasi tidak akan dilayani. Seperti kelengkapan perpanjangan SIM, umroh, haji, membuat sertfikat atau jual beli tanah, SKCK, administrasi di catatan sipil dan lain sebagainya.

Tata kelola dan pengaturan harga kebutuhan rakyat juga kacau balau. Tarik ulur kebijakan seperti hilang timbulnya minyak goreng, naiknya harga minyak goreng yang tak terkendali, semakin membuat rakyat kecil terjepit. Bahkan korban pun berjatuhan, baik ibu-ibu yang pingsan karena kelelahan antri berjam-jam menunggu jatah 1 liter minyak atau meninggal seperti kejadian di Kalimantan Timur 

Beginikah tata kelola penguasa hari ini dalam melayani rakyatnya? Dengan tarik ulur kebijakan dan pertimbangan untung rugi dalam pelayanan? Sungguh miris di negeri kaya berlimpah ruah Sumber Daya Alam termasuk sawit tumbuh jutaan hektar rakyat harus antri bahkan memakan korban jiwa. 

Belum lagi kebutuhan rakyat lainnya, seperti gula harganya semakin melabung dan katanya sulit didapat dalam beberapa pekan ini. Harga cabe pun semakin pedas. Di pasaran cabe rawit mencapai Rp 100 sampai Rp 130 ribu / kg, cabe keriting Rp 70 ribu sampai Rp 100 ribu / kg nya. Tak hanya itu kebijakan import Indonesia dari hari ke hari semakin menggila, baik berupa perangkat keras, lunak sayur mayur, buah buahan, daging maupun makanan. 

Ini menandakan sistem hari ini tidak layak untuk dipertahankan karena semakin beratnya penderitaan rakyat. Sistem yang tidak mendasarkan pengaturan kehidupan masyarakat pada ideologi Islam. Tapi ideologi kapitalis sekuler yang bertumpu pada liberalisme dan demokrasi. 

Kebijakan Pemimpin Dalam Islam 

Dalam Islam ada tanggung jawab besar di pundak kepemimpinan untuk mengatur kehidupan masyarakat dengan syari’at.  Penerapan syari’at dipastikan akan mendatangkan mashlahat karena aturannya datang dari Allah Zat Yang Maha Mengatahui yang terbaik bagi manusia. Kebijakan yang dikeluarkan penguasa tentu saja tidak dengan pertimbangan untung rugi materi tapi pelayanan terbaik. Karena setiap kebijakan akan diminta pertanggungjawabannya oleh Allah di yaumul qiyamah. 

Rasulullah SAW bersabda : 

أَوَّلُ الإِمَارَةِ مَلامَةٌ، وَثَانِيهَا نَدَامَةٌ، وَثَالِثُهَا عَذَابٌ مِنَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، إِلا مَنْ رَحِمَ وَعَدَلَ

Artinya : Kepemimpinan itu awalnya cacian, kedua penyesalan, dan ketiga azab dari Allah pada hari kiamat nanti; kecuali orang yang memimpin dengan kasih sayang dan adil (HR ath-Thabarani).

Dalam hadis mulia di atas, Rasulullah SAW menyampaikan bahwa hanya para pemimpin yang punya sifat kasih sayang kepada rakyat dan adil yang akan selamat di pengadilan Allah. Adil dan kasih sayang ini dimanifestasikan dalam bentuk penegakan syari’at Islam secara kaffah. Sehingga pemimpin dalam mengeluarkan kebijakan akan memudahkan urusan rakyat, menghilangkan kesusahan mereka, dan menyenangkan mereka. 

Dalam hadits mulia yang lain, Rasulullah SAW menjelaskan keadaan para pemimpin yang menipu dan menyengsarakan rakyat yaitu : 

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللهُ رَعِيَّةً، يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ، إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ

Artinya : Tidaklah seorang hamba—yang Allah beri wewenang untuk mengatur rakyat—mati pada hari dia mati, sementara dia dalam kondisi menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan bagi dirinya surge (HR al-Bukhari).

Bagi pemimpin yang beriman dan bertaqwa, ada rasa takut yang menghujam dalam jiwanya jika terkategori pemimpin yang menipu rakyat. Sehingga akan memandang penerapan syari’at Allah adalah kewajiban dan amanah. Tak ada cara lain untuk menjamin keselamatan dunia akhiratnya kecuali menunaikan kewajiban dan amanat tersebut dengan sebaik-baiknya. Tak hanya itu ada keyakinan bahwa pelaksanaan syari’at tak hanya mendatangkan kesejahteraan rakyat, tapi kehidupan rakyat yang berkah. 

Wallahu a’lam bish-shawabi.