-->

LIST PENCERAMAH RADIKAL MENUAI KONTROVERSI

Oleh : Waryati
(Ibu Rumah Tangga)

Baru-baru ini beredar list daftar nama-nama penceramah yang dituding radikal di berbagai media sosial. Sontak berita ini mengejutkan masyarakat dan para tokoh ulama. Pasalnya, penceramah yang ada dalam list adalah penceramah yang teguh pada keyakinan agamanya dan konsisten melakukan amar makruf nahi mungkar. Termasuk berani mengritisi pemerintah, saat kebijakan pemerintah diduga tidak berpihak kepada rakyat.

Adapun setelah terjadi kontra di masyarakat terkait list para penceramah terindikasi radikal, mendadak media dan para politisi kebingungan saat mendapat pertanyaan siapa rilis nama-nama tersebut. Tak satu pun mengaku, termasuk BNPT membantahnya. Lalu persoalannya, kenapa nama-nama tersebut bisa dirilis dan beredar di masyarakat. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan peringatan kepada TNI dan POLRI agar jangan disusupi penceramah radikal dalam kegiatan beragama. Termasuk para isteri TNI dan POLRI dilarang memanggil penceramah semaunya atas nama demokrasi, Suara.com (6/3/2022).

Menindak lanjuti pernyataan Presiden Joko Widodo, BNPT pun membuat rilis lima ciri-ciri penceramah radikal. Lima ciri yang disebutkan adalah, penceramah yang menanamkan anti Pancasila dan pro Khilafah, menanamkan sikap anti pemimpin yang sah, mengajarkan sikap takfiri, anti budaya, dan memiliki sikap ekslusif terhadap lingkungan.

Banyak kalangan menyoroti poin yang menjadi ciri penceramah radikal hanya menambah gaduh di masyarakat. Pasalnya, penceramah radikal versi BNPT yakni mereka yang berani menyampaikan kritikan terhadap pemerintah. Lain soal ketika penceramah itu menyampaikan materi biasa-biasa saja dan tidak berani mengritisi penguasa, maka tidak dikatakan radikal.

Ahli hukum Tata Negara, Refly Harun salah satu yang menyoroti list dan ciri-ciri penceramah radikal. "Pastilah ini yang suka mengritik pemerintah. Kalau ustadz yang tidak mengritik pemerintah tidak radikal ya", tuturnya di kanal Youtube, (7/2/2022).

Rilis daftar nama-nama penceramah terindikasi radikal diduga kuat berbau muatan politik. Betapa tidak, para penceramah yang ada dalam list adalah penceramah yang rata-rata memiliki jama'ah atau pengikut terbanyak dibanding ustadz yang tidak terlabeli indikator radikal. Dalam ceramah-ceramah para ustadz radikal versi list tersebut, sebagian dari mereka tak segan menyampaikan kritik terhadap penguasa di setiap ceramahnya.

Sampai di sini bisa dipahami, keberanian para penceramah tersebut dalam mengamar ma'rufi penguasa dianggap sebagai ancaman eksistensi bagi kekuasaan. Pemikiran mereka dituding sebagai cikal bakal terorisme yang akan mengancam stabilitas keamanan dan menumbuhkan sikap perlawanan rakyat kepada penguasa. Dengan demikian, stigma negatif dan tudingan radikal sesungguhnya cara untuk membungkam sikap kritis para penceramah itu sendiri.

Amar makruf nahi munkar merupakan bagian dari ajaran Islam. Kewajiban mengingatkan baik pada penguasa maupun kepada sesama manusia sejatinya menjadi kewajiban bersama. Apa yang disampaikan para ustadz adalah bentuk tanggung jawab sebagai rakyat untuk senantiasa menyampaikan kebenaran dan mengingatkan penguasa maupun masyarakat ketika mereka dalam kelalaian. Itu pun bukan berdasar hawa nafsu, melainkan menyampaikan tuntunan dalam Kitabullah terkait pada seluruh aspek kehidupan.

Oleh karenanya, klaim radikal dan stigma negatif terhadap para ustadz yang konsisten berdakwah hanya menampakkan sikap otoriterisme penguasa. Di tengah keterpurukan bangsa yang sedang mengalami krisis multidimensi, seharusnya pemerintah dan segenap elemen masyarakat bersyukur masih memiliki para ustadz dan ulama lurus yang teguh mengajarkan kebaikan, mengingatkan, dan membela kebenaran. 

Krisis yang dialami bangsa ini sudah sedemikian parah dan tak mungkin bisa ditutupi dengan apa pun. Mulai dari keterpurukan sektor pendidikan, utang luar negeri kian menggunung, bertambahnya rakyat miskin, korupsi menggila, anjloknya layanan kesehatan, krisis sosial, dan masih banyak lagi. Hingga kini, baik penanganan, pelayanan, juga solusi dari seluruh permasalahan tersebut tak kunjung menjadi konsen pemerintah. Masyarakat hanya disuguhkan dengan berita dan kebijakan yang tidak ada hubungan sama sekali dengan masalah yang dihadapi rakyat.

Melihat hal ini, selaku petinggi negeri dan pejabat pemerintahan hendaknya bijak menilai kondisi yang sebenarnya dalam memperhatikan dan mengurus apa yang seharusnya diurus. Permasalahan bangsa ini bukan terletak pada isu radikalisme dan terorisme semata, melainkan ketepurukan di berbagai sektorlah yang harus dihadapi dan dicarikan solusinya. Bukan malah sibuk merilis nama dan ciri-ciri penceramah terindikasi radikal. Padahal para penceramah itu sesungguhnya hadir untuk ikut berkontribusi dalam perbaikan di negara dan masyarakat.

Wallahua'lam.