-->

Ketika Kesyirikan Menjadi Tontonan

Oleh : Tri Setiawati, S.Si

Sungguh ironi, kesyirikan dipertontonkan di jagad raya terjadi di negri yang mayoritas penduduknya adalah Islam. Bahkan peristiwa ini begitu banyak di hujat oleh netizen di dunia maya. Bagaimana tidak? Karena di era pendidikan yang sudah mengenal sains dan pengetahuan yang luas, masih saja percaya dengan hal primitif yang berbau syirik. Banyak komen-komen hujatan yang bermunculan karena terkesan lucu dan di buat-buat sehingga menjadikan rasa malu seluruh negri akibat ulah pawang hujan yang sengaja di datangkan oleh pemerintah.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto buka suara bahwa BMKG sudah memperkirakan akan terjadi hujan selama rangkaian balapan MotoGP, termasuk hujan lebat pada saat balapan pada Minggu kemarin. (Kompas.com, 22/03/2022)

Gaji pawang hujan Rara atau Roro Istiati yang ditugaskan di MotoGP Mandalika 2022 di Sirkuit Mandalika, Minggu (20/3), disebut mencapai ratusan juta rupiah. Rara menjadi sorotan pada hari balapan MotoGP Mandalika, akhir pekan lalu. Saat hujan deras turun di Sirkuit Mandalika, Rara beraksi di tengah puluhan ribu pasang mata. Rara yang kelahiran Papua itu berjalan di depan paddock tim MotoGP. Busananya terbilang santai. Dia juga mengenakan 'helm proyek'.

Dikutip dari Detik.com, Rara mendapat bayaran mencapai ratusan juta rupiah untuk 21 hari kerja. Tugas Rara bukan saja saat hari balapan. Sebelumnya Rara juga sudah menyiapkan perlengkapan upacara yang diletakkan di sirkuit, bagian dari usaha agar MotoGP Mandalika berjalan lancar. Rara adalah pawang hujan yang diusulkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. Penganut kejawen berdarah jawa itu juga beberapa kali berkesempatan bertugas pada event besar lain, seperti vaksinasi masal dan kampanye Presiden Jokowi. Demi memantapkan profesinya itu, Rara mengaku tidak menikah dan makan daging hewan berkaki empat. (Cnn.indonesia.com, 21/03/2022)

Sungguh kesyirikan yang nyata sehingga lebih mempercayai seorang pawang dari pada kebesaran Tuhan. Perlu di pertegas lagi bahwa dasar negara kita adalah pancasila. Yakni sila pertama adalah 'Ketuhanan Yang Maha Esa' bukan kesyirikan yang maha bisa. Lantas masihkah pancasila dianggap sebagai dasar negara bila kesyirikan dilakukan dengan terang-terangan oleh pemerintahan.

Adapun Rasulullah mencontohkan ketika berdoa memohon pada Allah untuk memberhentikan hujan, atau menurunkan hujan,

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, jangan yang menimpa kami. Ya Allah turunkan ia di bukit-bukit, pegunungan, dataran tinggi, perut lembah, dan tempat tumbuhnya pepohonan.”   (Mutafaqqun 'alaih).

Do'a ini mengajari kita banyak hal, diantaranya :
Bolehnya berdo'a menolak hujan sebagaimana dibolehkannya meminta hujan, jika bisa mendatangkan mudharat seperti banjir dan longsor.

Do'a diatas mengajari kita untuk melestarikan pegunungan, bukit, lembah dan pepohonan, yang merupakan tempat "penampungan" air. Lihatlah ketika gunung digusur, lembah ditimbun, dan pepohonan di tebang, kita akan tertimpa sunnatullah kehidupan. Banjir dan longsor pun melanda.

Umat Islam diajari untuk seimbang dalam kehidupan. Antara kepasrahan do'a dengan kesungguhan dalam usaha. Kita boleh berdo'a meminta surutnya banjir. Tapi ingatlah, Allah tidak akan merubah nasib seorang hamba jika ia sendiri tidak mau merubah perilaku salahnya.

Meminta kepada Allah itu dengan berdoa, bukan lewat jasa dukun atau bangsa jin. Sudahlah caranya salah sudah pasti tidak akan bisa. Hujan itu rezeki, jika benar ada orang yang bisa mengatur hujan berarti, dia bisa mengatur rezeki. Kalau begitu, dari pada cuma disuruh ngurus hujan, lebih bermanfaat diminta untuk  jadi pawang melunasi hutang-hutang negara.