-->

PERILAKU IBU SADIS, PERTANDA FITRAH KASIH SAYANG TERKIKIS KARENA KAPITALIS

Oleh : Ratih Rahmawati
(Aktivis Muslimah)

Kanti Utami, seorang ibu dari Brebes, Jawa Tengah, tengah menjadi perbincangan hangat di masyarakat karena tega membunuh anaknya sendiri. Ibu 3 anak ini tega menganiaya ke tiga anaknya, dua di antaranya dilarikan ke rumah sakit karena mengalami luka serius, sedangkan satunya tewas di tempat akibat luka sayatan di leher, (Tirto.id, 23/3/2022).

Berdasarkan video yang beredar di media sosial, Kanti sempat mengungkapkan alasannya membunuh anak-anaknya yaitu untuk menyelamatkan mereka agar tidak merasakan sedih dan tidak merasakan hidup susah sepertinya. Dia juga mengungkapkan bahwa dirinya hanya ingin mendapat kasih sayang dari suaminya dan dia sudah tidak kuat dengan kondisi ekonomi yang menimpa dirinya. Dari pengakuannya, pelaku terlihat mengalami depresi akibat tekanan ekonomi dan masalah rumah tangga yang menimpanya.

Kejadian tersebut menambah panjang daftar kasus Filiside atau orang tua yang membunuh anaknya. Adapun kasus yang pernah terjadi dalam beberapa tahun ini di Indonesia di antaranya adalah, di Nias, seorang ibu menggorok tiga buah hatinya dengan sebilah parang, kemudian ia juga bunuh diri. Di Yogyakarta, seorang ibu membakar diri bersama dua balitanya. Di Bandung, seorang ibu gantung diri setelah membunuh dengan membekap 2 orang anaknya dengan kain. Di Palembang, ibu gantung diri setelah membunuh 2 orang anaknya dengan racun. Di NTT, ibu bunuh bayi usia 3 bulan dengan menggunakan pisau dapur. Dan masih banyak kasus lain nya.

Dari berbagai berita terkait kasus tersebut, kebanyakan yang menjadi latar belakang masalahnya disebabkan karena masalah rumah tangga dan himpitan ekonomi. Hingga menyebabkan depresi, stres dan gangguan jiwa. Berulangnya kasus seperti ini jelas menunjukkan bahwa ada masalah sistemik yang mentrigger masalah kejiwaan kaum ibu. 

Seorang ibu yang fitrahnya memiliki naluri kasih sayang tulus terhadap anak-anaknya menjadi terkikis bahkan hilang ketika masalah hidup datang dan tak kunjung teratasi.

Meskipun banyak hal lain yang bisa menjadi pemicu seperti memiliki luka pengasuhan, trauma dari sebuah kejadian, hingga gangguan kejiwaan. Namun data menunjukkan masalah kemiskinan menyebabkan kondisi pernikahan tidak harmonis kerap kali menjadi alasan utama kasus kekerasan ibu terhadap anaknya.

Karut marut persoalan di negeri ini telah membuat setiap masyarakat mengalami kehidupan demikian sulit. Banyak keluarga yang kondisinya pas-pasan dan kian sengsara. Mau usaha tetapi tak memiliki banyak modal, sehingga kemiskinan struktural terjadi di tengah masyarakat. Hal ini tak lain karena diterapkannya sistem kapitalis di negeri ini dan berdampak pada segala lini kehidupan.

Kemiskinan seolah menjadi risiko yang harus ditanggung sebagian masyarakat lemah yang tak memiliki modal besar. Tak aneh slogan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin menjadi lumrah didengar. Banyak seorang istri atau pun seorang ibu yang sejatinya memiliki tanggung jawab mengatur keuangan dan segala kebutuhan rumah tangga sampai merasa kesulitan sehingga menjadi beban pikiran. Masalah ekonomi, tanggung jawab pengasuhan dan pendidikan anak, ditambah lagi urusan domestik yang tak kunjung usai. Serta support sistem keluarga khususnya dari suami dan negara yang kurang, menjadi pemicu stress dan depresi yang berkelanjutan.

Maka, dalam mencegah terulangnya kasus seperti ini, banyak pihak yang harus berbenah, terutama negara. Tidak cukup hanya memerbaiki kejiwaan individu. Akan tetapi, diperlukan perbaikan secara sistemik baik perbaikan perekonomian maupun sistem sosial kemasyarakatan untuk segera dituntaskan.

Sayangnya, sistem kapitalisme tak memiliki solusi atas berbagai permasalahan yang terjadi. Sistem ini justru melahirkan kesenjangan dalam perekonomian dan melahirkan masyarakat yang jauh dari ruh keislaman. Prinsip pemisahan agama dari kehidupan membuat masyarakat abai dengan nilai-nilai kebenaran dan malah dekat dengan aktivitas haram. Kerakusan terhadap materi hingga perbuatan yang merenggut nyawa orang menjadi biasa dalam rangka pemuasan nafsu dan pemenuhan kepentingan.

Maka, perbaikan pun harus menyeluruh dari semua pilar kehidupan. Dari pilar individu agar senantiasa memperkuat keimanan, selalu ridha dengan segala ketetapan, sabar di setiap ujian dan terus berikhtiar dalam urusan kebaikan. Hal ini menjadi modal untuk tetap menjaga kewarasan. Selain itu, pilar masyarakat pun sangat penting untuk menjaga kestabilan individu, dengan saling mengingatkan, ber amar makruf nahi mungkar dan saling membantu. Inilah aspek penguat di antara masyarakat tuk mengatasi setiap masalah kehidupan. 

Tentunya peran negara paling utama. Negara punya wewenang tuk merubah kondisi masyarakat ke arah yang lebih baik dan menyelesaikan setiap permasalahan hidup yang dialami rakyat. Karena negara sebagai penguasa yang bertanggungjawab terhadap kehidupan seluruh rakyat.

Wallahua'lam.