-->

Kebebasan Berpendapat Yang Kebablasan Dalam Demokrasi

Oleh : Thaqqiyuna Dewi S.I.Kom

Menjadi kaum mayoritas di negeri ini, tidak menjadi jaminan bahwa kaum muslimin dapat beriman dan beribadah dalam ketenangan. Akibat ada seorang non muslim yang berkoar-koar suara adzan mengganggunya, membuat seluruh umat Islam di Indonesia harus menerima kepedihan. 

Pada 18 Februari 2022, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, atau biasa disebut Gus Yaqut, mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menag No 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola maksimal 100 dB (desibel).

Diatur juga durasi takbiran menjelang Idul Fitri dan Idul Adha, maksimal menggunakan pengeras suara luar hingga pukul 22.00 waktu setempat. Jika ada acara besar dan pengajian umat Islam menggunakan pengeras suara dalam, kecuali jika jamaah membludak hingga keluar lokasi acara.

Menag menilai bahwa masyarakat Indonesia memiliki beragam latar belakang, baik agama, keyakinan, dan lainnya, sehingga diperlukan upaya untuk merawat hal tersebut. Hingga SE diterbitkan agar masyarakat harmonis, meningkatkan manfaat, dan mengurangi ketidakmanfaatan. Menurutnya, apapun suara yang keluar dari pengeras suara atau Toa akan menimbulkan ketidaknyamanan bahkan Adzan sekalipun. Bahkan dia menganalogikan ketidaknyamanan dari suara Adzan yang menggunakan pengeras suara apabila tidak diatur, seperti suara gonggongan anjing. Hal ini sontak menimbulkan kemarahan umat Islam.

Padahal Syariat Adzan telah datang dari Allah SWT sejak tahun kedua Hijriyah di Madinah. Adzan adalah al-i'lan (pengumuman/notifikasi) dan hukumnya adalah fardu kifayah, yakni menjadi dosa apabila tidak ada satu orang pun di tengah masyarakat muslim yang mengumandangkannya saat waktu shalat tiba. Hal ini telah menjadi kesepakatan para ulama. Bahkan suara Adzan disunahkan dengan suara keras agar bisa terdengar ke setiap penjuru. 

Namun sangat disayangkan, syariat tentang adzan ini menjadi ternoda dengan adanya narasi yang digiring oleh pejabat negara yang notabene seorang muslim. Syekh Thaqiyuddin an Nabhani menjelaskan, bahwa seseorang akan berperilaku sesuai cara berfikirnya, sedang cara berfikirnya ditentukan oleh pemahamannya atau ilmunya. Maka pernyataan pejabat tersebut telah jelas menunjukan bahwa sekarang kita hidup di zaman Ruwaibidhah atau zaman saat orang-orang bodoh mengurusi kepentingan umat. 

Menganalogikan suara adzan dengan gonggongan anjing, menunjukkan bagaimana kejahilan dan liberalnya pemahaman orang tersebut. Dalam alam demokrasi sekular saat ini, menjadi sah saja ketika sikap atau ucapan bertentangan dengan syariat agama (Islam), dengan dalih kebebasan bertingkah laku dan kebebasan berpendapat. Sekulerisme adalah paham yang memisahkan agama dari kehidupan, manusia bebas mengatur hidupnya sesuai hawa nafsunya atau keinginan dan kenyamanan mereka. Hal ini melahirkan liberalisme atau kebebasan, yang pada akhirnya sering kebabalasan.

Kondisi inilah yang melahirkan para penista agama, dan pernyataan "membandingkan adzan dengan suara gonggongan anjing" merupakan bentuk penistaan yang kesekian kalinya terhadap agama Islam, terkhusus syariat tentang adzan. Negeri yang mayoritas muslim ini, kembali harus menelan pil pahit ketika penistaan itu terjadi tanpa dapat dicegah dan pelakunya pun dapat melenggang bebas. Alih-alih memberikan sanksi kepada seorang non muslim menyatakan suara adzan adalah gangguan, justru pejabat yang notabene seorang muslim lah yang menistakan syariat agama sendiri, hingga mengeluarkan SE dalam membatasi suara adzan.

Sebelumnya ada yang membandingkan suara adzan dengan kidung yang lebih merdu dari suara adzan, namun hingga kini tidak ada tindak lanjut pada pelaku penistaan atau penghinaan. Begitu pun dengan para pelaku penistaan yang lainnya.

Fakta ini yang menunjukkan, bahwa sistem demokrasi-sekular ini akan terus menghadirkan berjuta kehinaan yang akan terus dialami umat Islam. Sistem yang akan terus melahirkan embrio para pelaku penistaan agama Islam, baik dari kalangan non muslim maupun muslimin itu sendiri.

Hal ini tentu tidak akan terjadi dalam sistem Islam, dimana salah satu fungsi diterapkannya syariat Islam, adalah menjaga agama (diin). Negara Islam atau Khilafah akan memastikan keimanan kaum muslim tetap terjaga dan tersuasanakan, dan bagi non muslim akan mendapat kebaikan. Sehingga tidak akan ada yang memperkarakan suara adzan. Sebab warga Khilafah mamahami bahwa adzan merupakan panggilan shalat kepada kaum muslimin dan salah satu syiar agama Islam.

Bahwa adzan merupakan panggilan, telah dinyatakan oleh Nabi SAW dalam sabdanya :
 "jika adzan untuk shalat dikumandangkan, maka pintu-pintu langit dibuka, dan doa-doa dikabulkan." (HR. Ath-Thayalisi, Silsilah Ash Shahihah no 1413).

Sedangkan bahwa adzan merupakan syiar Islam, dinyatakan oleh Ibnu Taimiyah Ra dalam kitabnya Al-Iqtidha Mustaqim hal.218,  "Diantara syiar-syiar agama yang hanif ini adalah adzan yang mengandung pengumuman untuk berdzikir (mengingat) Allah Ta'ala. Dengan adzan ini terbuka pintu-pintu langit, para setan lari terbirit-birit dan turun rahmat (ketenangan)."

Sejarah telah menunjukkan bahwa warga muslim dan non muslim dapat hidup rukun berdampingan di bawah naungan Khilafah yang diterapkan lebih dari 1300 tahun. Salah satu contohnya ketika kekhilafan Islam menaungi kota Andalusia, yang setiap sudut kotanya memiliki masjid-masjid yang selalu mengumandangkan adzan di setiap waktu shalat, padahal penduduk kota tersebut sangat heterogen, dengan tiga penganut agama di dalamnya, yaitu Islam, Yahudi, dan Nasrani, tetapi dapat hidup dalam keharmonisan. 

Hal tersebut terjadi karena  penerapan Islam dijalankan secara kaffah, sehingga dapat menjamin pemenuhan hak-hak warga negara, baik terkait dengan kebutuhan primer maupun mendasar mereka, termasuk hak dalam menjalankan ibadah agama mereka, dengan toleransi yang sesuai syariat. Non muslim yang hidup dalam naungan Islam (Ahlu dzimmah) dapat menangkap cahaya Islam, baik dari keadilan sistemnya ataupun kebaikan sikap dari para penguasanya, sehingga walaupun mereka minoritas, tidak merasa dizhalimi, dan merasakan kerahmatan Islam dalam kehidupan mereka, yang seringkali menjadi dorongan bagi mereka untuk memeluk agama Islam.

Wallahu'alam bishawab